BEKASI (Arrahmah.com) – Model kepemimpinan Islam diprediksi akan berdiri di tahun 2020, menanggapi hal tersebut negara-negara Barat memainkan proyek Deradikalisasi untuk melumpuhkan kekuatan umat muslim.
Dalam Dokumen berjudul Deradicalizing Islamis Extremists, Barat faham betul bahwa untuk melumpuhkan seluruh sel umat muslim tidak cukup hanya dengan cara penangkapan dan pembunuhan. Kalau dibunuh, mujahid masih bisa muncul lagi. Maka upaya yang mereka melakukan sangat mendasar, yaitu membelokkan pemahaman syariat Islam dan jihad yang difahami umat Islam saat ini dengan proyek deradikalisasi.
“Deradikalisasi merupakan proyek panjang yang tidak akan berhenti hingga akhir zaman,” kata Munarman dalam Diskusi bertema Memerangi Syariat Jihad dengan Deradikalisasi, Minggu, (9/10/2011) di Mesjid Muhammad Ramadhan, Bekasi.
Salah satu lembaga yang berjasa besar dibalik proyek tersebut adalah Rand Corporation yang bekerja pada misi zionisme. Pada tahun 2007 mereka melakukan riset di banyak negara muslim untuk memetakan kekuatan umat.
“Dari hasil laporan itu, mereka menyerahkannya kepada Amerika Serikat. Mereka dikontrak oleh AS untuk mengetahui kehidupan umat muslim. Ini supaya Amerika dapat membuat kebijakan di Negara-negara muslim, seperti Indonesia,” jelas Munarman.
Dari hasil penelitian, Rand kemudian melakukan klasifikasi yang dilabelkan ke tubuh umat muslim. Pertama adalah Kelompok Fundamentalis. Ciri-cirinya ada empat, yaitu mereka pro penegakan syariat Islam, berjuang untuk menegakkan khilafah Islamiyah, anti demokrasi dan juga kritis terhadap Barat.
“Maka status kelompok fundamentalis ini bagi Barat berbahaya. Cara menanggulanginya adalah habisi!” tambah Munarman.
Yang kedua kelompok tradisionalis. Pada dasarnya, kelompok ini pro terhadap Syariat Islam dan Khilafah, tapi mereka masih bisa menerima demokrasi. Kelompok ini diupayakan Barat untuk tidak dekat dengan kelompok fundamentalis. Maka cara yang dimainkan Barat adalah adu domba.
“Mereka harus diprovokasi untuk bertentangan pada masalah-masalah yang sifatnya furu’ dalam Islam.”
Dua kelompok tersisa, modern dan sekularis, adalah kelompok yang bertolak belakang dengan barisan fundamentalis dan tradisionalis. Mereka pro demokrasi, tidak setuju Syariat Islam dan penegakkan Khilafah,
“Meski kritis dengan Barat, kelompok Modernis masih bisa dibina. Tujuannya untuk dijadikan pemimpin di negeri-negeri muslim. Jangan heran gelar mereka banyak Profesor Doktor,” tambah Munarman.
Lebih lanjut Munarman mengungkapkan bahwa rekomendasi Rand tidak saja mensasar kalangan modernis, tapi juga mujahid. Hal ini dapat terlihat dari berbeloknya beberapa kalangan yang pernah turun berjihad. Salah satu pendekatan yang dimainkan adalah ekonomi.
“Orang-orang yang sudah berjihad itu kemudian harus diberi modal hingga mereka nantinya hanya disibukkan dengan akfititas dagang saja,” tutur Munarman
Untuk kasus Indonesia, banyak para tokoh yang menjadi narasumber proyek ini. Munarman memberkan beberapa nama seperti Ansyad Mbai (Ketua BNPT), Nassir Abbas (Alumni Afghan), dan Goris Mere (Kepala Pelaksana Harian BNN). (eramuslim/arrahmah.com)