Oleh Nazwa Hasna Humaira
Aktivis Dakwah
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Indonesia sedang meningkatkan literasi dan kepercayaan masyarakat terhadap zakat, infak, dan sedekah yang dikelolanya. Dengan mengadakan kegiatan Media Visit yang tujuannya untuk memberikan gambaran secara langsung kepada media mengenai berbagai macam program inovatif yang dijalankan oleh BAZNAS. Sekretariat Utama Dr. Muchlis Muhammad Hanafi (Sekretariat BAZNAS) mengirimkan tim untuk meliput kinerja yang dilakukannya dan selama berkunjung, media diberi kesempatan untuk melihat program unggulan yang tersedia, seperti Kantor Digital, Studio Podcast, Aplikasi ZISPay, ZMart, UMKM Binaan Kopi Lembur, BAZNAS Center, dan lokasi persiapan peluncuran Z-Coffee. (Wartaekonomi.co.id, 06/09/2024)
Literasi zakat yang dimaksud oleh BAZNAS merupakan kemampuan untuk membaca dan memahami mengenai informasi-informasi zakat yang tujuannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat. Dengan begitu, akan banyak masyarakat yang mempercayai adanya organisasi BAZNAS dalam mengelola zakat, sedekah, dan sebagainya.
Akan tetapi, tidak menitipkan dana zakat kepada organisasi BAZNAS bukan berarti masyarakat tidak menunaikan kewajibannya. Sebab, penyerahan zakat dapat diberikan kepada pihak manapun yang terpercaya dalam mengelolanya. Karena, ada saja kasus korupsi terhadap harta zakat tersebut. Sehingga membuat masyarakat perlu berhati-hati dalam menitipkan zakat dengan jumlah yang besar kepada suatu pihak dan perlu adanya kejelasan dalam pengoordinasi biaya tersebut kepada delapan asnaf yang sudah ditentukan.
BAZNAS adalah organisasi resmi yang dibentuk secara resmi oleh pemerintah yang sudah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) pada tingkat nasional. Dengan begitu, masyarakat mampu menitipkan dana zakat kepada pihak tersebut. Penyaluran dana tersebut terbagi menjadi lima bidang, yaitu untuk pendidikan, kesehatan, kemanusiaan, dan dakwah atau pun advokasi BAZNAS.
Merujuk pada Kepres di atas dimana peyaluran hanya pada lima bidang sepertinya patut dipertanyakan. Karena distribusinya sebagaimana arahan syariat harusnya untuk 8 golongan Mustahik. Sementara lima bidang dimaksud adalah tanggung jawab pemerintah untuk memberikannya pada seluruh masyarakat, dan dananya bukan dari zakat tapi dari sumber keuangan negara selain zakat. Dengan adanya Kepres tersebut justru menunjukkan bahwa pemerintah seakan tak memiliki dana lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat apalagi menyejahterakannya.
Indonesia dengan kekayaan yang berlimpah dari sumber daya alam seharusnya mampu menyejahterakan rakyat. Sayangnya, semua itu dikelola oleh pihak swasta bukan oleh negara. Sehingga membuat masyarakat tetap berada dalam keadaan sulit dan tidak menerima bantuan secara utuh, adil, dan merata.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang aturannya berasal dari sang pencipta langsung yaitu Allah Swt. Sebagai seorang muslim sudah seharusnya menunaikan zakat dengan tujuan agar bersih harta dan jiwanya. Allah Swt. Memberikan perintah kepada Rasulullah untuk mengambil zakat dari pemilik harta. Beliau pun menunjuk kepada para Amil Zakat untuk melaksanakan perintah tersebut. Dan, ketika dana zakat tersebut telah terkumpul akan langsung diberikan kepada yang berhak menerimanya. Namun, Rasulullah selalu mengutamakan kepada orang-orang yang fakir dan miskin terlebih dahulu.
Proses pengelolaannya pun sangat sigap dan disiplin, sebab Rasulullah saw. tidak pernah menunda penyaluran zakat tersebut kepada mustahiq. Kemudian tidak ada tindak korupsi yang dilakukan oleh orang-orang kepercayaan Rasulullah saw. Allah Swt. Berfirman:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah 9: Ayat 60)
Dalam Islam mekanisme pemberian dan pengelolaan zakat demikian jelas dan terstruktur, seperti pada masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz yang membuat masyarakat begitu sejahtera. Bahkan, tidak ada yang menjadi Mustahik zakat, sebab fungsi kepemimpinannya benar-benar berjalan sesuai arahan Islam dan Rasulullah. Beliau begitu rendah hati memberikan seluruh hartanya kepada kaum muslimin melalui Baitul maal. Dan, Umar bin Abdul Aziz tak hanya mendakwahkan zakat saja, melainkan juga mengenai pentingnya sedekah. Sehingga, membuat kaum muslimin saat itu bergelimang kesejahteraan dari harta yang terkumpul di Baitul maal.
Inilah Sistem Islam dalam pengelolaan zakat di kehidupan, dengan begitu masyarakat akan merasa nyaman dan tidak ada rasa ragu dalam menitipkan amanah tersebut. Namun, untuk saat ini perlu adanya upaya dari seluruh umat muslim dengan gencar menyebarkan amar makruf nahi mungkar agar bisa menghadirkan pemimpin pelaksana syariat dan sistem Islam kembali tegak di tengah umat.
Wallahu’alam bish Shawwab