Oleh: Ustadz Budi Ashari, Lc.
(Arrahmah.com) – Al-Qur’an ialah kitab yang isinya sejarah, namun berbeda dengan buku sejarah. Dalam Alquran, sejarah yang disajikan ialah sejarah yang akan menjadi panduan. Dan salah satu kisah yang diabadikan dalam Alquran ialah kisah Nabi Yusuf. Kisah Nabi Yusuf ini disajikan lengkap dalam satu surat utuh yang juga dinamakan surat Yusuf. Rasulullah banyak mengambil ibroh dari kisah Nabi Yusuf. Aisyah juga mengambil ibroh dari kisah Nabi Yusuf saat haditsul ifki menimpanya.
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Alquran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS Yusuf: 2)
Awalan surat ini menjadi mukadimah yang luar biasa dalam kisah Yusuf. Alquran diturunkan dalam bahasa Arab agar kalian berakal. Maksud berakal di sini ialah berilmu. Mengapa harus bahasa Arab? Ibnu Katsir menjelaskan bahwa hal ini karena bahasa Arab ialah bahasa yang paling fasih, yang paling jelas, dan paling luas. Bahasa Arab ialah bahasa yang paling mampu mengungkapkan makna yang diinginkan dalam jiwa. Karenanya, inilah kitab paling mulia yang diturunkan oleh Allah dengan bahasa paling mulia, diturunkan pada Rasul yang paling mulia, oleh malaikat yang paling mulia, dan di bulan yang paling mulia.
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Alquran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.” (QS Yusuf: 3)
Ahsanal Qasash artinya kisah terbaik. Seluruh kisah dalam Alquran ialah kisah terbaik, namun dalam surat Yusuf ini ada pengkhususan.
Ada beberapa cara Allah menuturkan kisah, dua di antaranya ialah:
- Kisah yang kronologis, dimulai dari kecil hingga dewasa. Misalnya kisah Nabi Yusuf.
- Kisah yang disebar dalam beberapa surat, ibarat puzzle. Misalnya kisah Nabi Musa.
Saat itu, kisah Nabi Yusuf tidak diketahui sebelumnya oleh masyarakat Quraisy maupun Yahudi. Oleh karena itu, Yahudi berkomplot dengan Quraisy untuk menanyakan kisah Nabi Yusuf pada Rasulullah.
Allah pun menurunkan kisah Yusuf. Kisah ini bukan hanya sebagai jawaban atas pertanyaan orang kafir, namun juga menjadi jawaban atas kondisi umat Islam. Surat Yusuf ini turun di masa Amul Huzni, tahun kesedihan di tahun 10 kenabian. Dan begitulah sejarah, ia mampu menjawab segala hal yang menjadi permasalahan zaman.
(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” (QS Yusuf: 4)
Kisah Yusuf dalam Al-Qur’an dimulai dengan dialog mengenai mimpi Nabi Yusuf bahwa 11 bintang, matahari, dan bulan bersujud kepadanya. Menariknya, keseluruhan kisah Yusuf ini diawali dengan mimpi Nabi Yusuf, di tengahnya ada mimpi (mimpi dua orang yang dipenjara bersama Yusuf), dan di akhirnya pun ada mimpi (mimpi penguasa Mesir).
Penakwilan Nabi Yusuf atas mimpi penguasa Mesir inilah yang menjadi penyebab dibebaskannya Nabi Yusuf dari penjara. Dan akhir kisah Nabi Yusuf merupakan takwil atas mimpi Nabi Yusuf. Mimpi adalah hal yang penting dan mulia jika mampu didalami oleh ahli ilmu. Rasulullah bersabda bahwa tidak ada yang tersisa dari kenabian melainkan mubasyirat (kabar gembira) yang didapatkan dari mimpi.
Akhir kisah Nabi Yusuf menjadi takwil atas mimpi Nabi Yusuf yang di awal. Sebelas bintang ialah saudara-saudaranya, matahari ialah ayahnya, dan bulan ada yang berpendapat ibunya. Salah satu pelajaran dari mimpi ini bahwa laki-laki diibaratkan matahari dan perempuan diibaratkan dengan rembulan.
Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS Yusuf: 5)
Nabi Yakub berpesan agar jangan sampai Nabi Yusuf menceritakan mimpi ini kepada saudaranya, karena nanti mereka akan membuat makar. Nabi Yakub juga mengajari bahwa setan itu musuhnya manusia. Ternyata, meskipun tidak diceritakan pada saudaranya, saudara Nabi Yusuf tetap membuat makar pada Nabi Yusuf, yaitu dengan membuang Nabi Yusuf ke dalam sumur. Nabi Yakub pun bertahan selama 80 tahun dalam keyakinan bahwa Nabi Yusuf masih hidup. Keyakinan ini didapatkan dari penakwilan atas mimpi Nabi Yusuf.
Beberapa pelajaran dari kisah Nabi Yusuf:
- Pentingnya pendidikan anak di usia dini. Nabi Yakub dan Yusuf berpisah selama 80 tahun, namun Nabi Yusuf terus mengingat pendidikan yang dilakukan oleh ayahnya ketika Nabi Yusuf masih kecil.
- Bertanya adalah kunci kebesaran ilmu. Ibnu Abbas dikaruniai Allah hati yang berakal dan lisan yang mau bertanya.
- Penting sekali untuk berlaku adil pada anak-anak kita. Saudara Nabi Yusuf ingin membunuh Nabi Yusuf diakibatkan sifat hasad, meskipun pada akhirnya tidak jadi dibunuh, tapi hanya dibuang ke sumur. Saudara Nabi Yusuf merasa bahwa ayahnya lebih mencintai Yusuf dan Bunyamin. Hasad ialah dosa pertama di langit dan di bumi. Bahkan hasad di antara saudara dapat menyebabkan pembunuhan.
- Balaslah kebaikan dengan kebaikan. Inilah akhlak para Nabi. Dalam sabdanya, Nabi menyuruh kita membalas kebaikan dengan kebaikan. Dan jika tidak mampu, balaslah dengan mendoakannya.
- Untuk membahasakan tipu daya, Allah menyebutkan bahwa tipu daya setan ialah lemah, sedangkan tipu daya wanita besar. Hal ini bukanlah bermaksud merendahkan wanita, namun menjadi peringatan bagi para laki-laki dan wanita. Tipu daya istri penguasa Mesir ialah dengan memfitnah Nabi Yusuf, padahal dirinya yang menggoda Nabi Yusuf. Ia juga mengundang para wanita yang menggosipkan dirinya dengan Nabi Yusuf. Mengapa Penguasa Mesir ini tidak terlalu marah dengan kelakuan buruk istrinya? Menurut Ibnu Katsir ada dua kemungkinan. Pertama, penguasa ini berhati lembut. Kedua, penguasa ini memiliki aib yang semisal pula dengan istrinya.
- Milikilah hati yang lapang. Tidak perlu mengungkit kesalahan saudara kita di masa lalu. Inilah akhlak para Nabi. Nabi Yusuf tidak mengungkit kesalahan saudaranya di masa lalu. Nabi Yusuf memosisikan dirinya sebagai adik dari saudara-saudaranya.
Di akhir kisah Nabi Yusuf, seluruh keluarganya pun berkumpul kembali, diundang ke istana, dan bersujud pada Nabi Yusuf sebagai bentuk penghormatan. Bersujud pada manusia saat itu masih diperbolehkan sampai zaman Nabi Isa. Seluruh peristiwa yang dialami Nabi Yusuf menjadi pengantar menuju takdir baik Nabi Yusuf, yaitu menjadi Nabi dan penguasa di negeri Mesir.
Maka inilah kisah Nabi Yusuf, Nabi yang masuk penjara karena ketampanan wajahnya dan dikeluarkan dari penjara karena ketampanan hatinya.[]
(*/arrahmah.com)