JAKARTA (Arrahmah.com) – Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra memberikan tanggapan atas pernyataan Menag Yaqut Cholil Qoumas yang menyebut Kemenag merupakan hadiah dari negara untuk NU spesifik.
Yusril menyebut pernyataan Yaqut ini tidak ada manfaatnya, dan hanya membuat gaduh masyarakat.
“Ucapan Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas tentang Kemeng bukan “hadiah” kepada umat Islam pada umumnya, tetapi hadiah khusus untuk NU hanya bikin gaduh saja. Ucapan seperti itu tidak ada manfaatnya bagi kemaslahatan umat Islam dari ormas manapun juga,” kata Yusril, Senin (25/10/2021) melalui akun Twitternya @Yusrilihza_Mhd.
Kata Yusril, kalau menggunakan istilah zaman Orde Baru dulu, ucapan Menag itu dapat mengganggu kerukunan internal umat beragama. Padahal salah satu tugas Kementerian Agama adalah menjaga dan memelihara kerukunan internal dan antar umat beragama.
Diketahui, sebelumnya Menag Yaqut sebelumnya menyebut Kemenag muncul karena pencoretan 7 kata dalam Piagam Jakarta. Kemudian dalam masalah itu, muncul juru damai yakni Wahab Chasbullah dari NU hingga akhirnya terbentuk Kemenag.
Terkait hal ini, Yusril menyebutkan bahwa sejarah terbentuknya Kemenag kurang lebih sama seperti apa yang dijelaskan dalam website resmi mereka.
“Saya tunjukkan link Sejarah Kementerian Agama di web Kementerian Agama sendiri. Apa yang ditulis di situ, hemat saya mendekati kebenaran sejarah pembentukan Kementerian Agama,” ujar Yusril.
“Bagi saya yang mempelajari hukum tata negara dan sejarah ketatanegaraan RI, keberadaan Kementerian Agama itu bukanlah “hadiah” dari siapa pun. Keberadaan Kementerian Agama itu adalah konsekuensi logis dari negara berdasarkan Pancasila yang kita sepakati bersama,” lanjutnya.
Yusril menjelaskan, Pancasila adalah jalan tengah antara negara berdasarkan Islam dengan negara sekuler yang memisahkan urusan keagamaan dengan urusan kenegaraan seperti disampaikan Prof Supomo dalam sidang BPUPKI.
“Keberadaan Kementerian Agama telah diusulkan oleh Muhammad Yamin dalam sidang BUPKI,” ungkapnya.
Yusril mengatakan, di negara yang menjadikan Islam sebagai agama resmi negara seperti Malaysia, Raja (Yang Dipertuan Agung) adalah Ketua Agama Islam. Semua urusan keagamaan Islam ditangani langsung oleh negara.
“Sebaliknya di negara yang secara resmi menyatakan dirinya negara sekuler seperti Filipina, negara sama sekali tidak terlibat menangani urusan agama. UUD Filipina tegas menyatakan separation of church and state. Negara dilarang mengalokasikan anggaran untuk agama apa pun,” ujarnya.
Menurut Yusril, meski penduduk Indonesia mayoritas muslim dan Islam, tetapi tidak dinyatakan sebagai agama resmi negara seperti di Malaysia.
“Tetapi kita bukan negara sekuler yang memisahkan urusan agama dari negara seperti Filipina. Negara bersikap pro-aktif mendukung terlaksananya ajaran-ajaran agama,” tandasnya.
Yusril menjelaskan, negara berdasarkan Pancasila menjadikan ajaran-ajaran agama sebagai sumber motivasi dan inspirasi dalam membangun bangsa dan negara. Sehingga negara berkewajiban melayani dan memfasilitasi kepentingan umat beragama dalam melaksanakan tuntunan ajaran agamanya.
“Karena itulah saya mengatakan bahwa keberadaan Kementerian Agama bukanlah hadiah buat siapa-siapa. Keberadaan Kementerian Agama dengan tugas utama menangani menyelenggarakan dan memfasilitasi urusan agama itu adalah konsekuensi logis dari negara berdasarkan Pancasila,” tegas Yusril.
Dia menambahkan, konsep bernegara ini adalah khas Indonesia yang berurat-berakar dari pengalaman sejarah berabad-abad lamanya.
Maka dari itu, ujar Yusril, Indonesia tidak perlu mencontoh bangsa lain karena mempunyai problem sendiri yang perlu dipecahkan sendiri.
“Sebab itu, pertahankan dan kembangkan keberadaan Kementerian Agama sebagai salah satu ciri khas konsep bernegara kita yang berdasarkan Pancasila,” ucapnya.
Dia menyebutkan, Menteri Agama seyogyanya fokus menangani dan memecahkan berbagai problem keagamaan di Indonesia.
“Omongan soal Kementerian Agama adalah hadiah buat umat Islam seluruhnya atau hadiah khusus bagi NU saja tidak ada gunanya. Omongan seperti itu hanya bikin gaduh, membuang energi dan tidak menguntungkan siapapun,” pungkas Yusril.
(ameera/arrahmah.com)