AMMAN (Arrahmah.com) – Pemerintah Yordania dan Uni Emirat Arab menyatakan dukungannya terhadap tindakan represif junta militer Mesir terhadap para demonstran sipil. Kedua negara itu juga sependapat dengan pemerintah Saudi dalam menolak apa yang mereka namakan “intervensi negara-negara asing terhadap urusan dalam negeri Mesir”, laporan Al-Jazeera.
Mentri Luar Negeri Yordania Nasir Jaudat pada Kamis (16/8/2013) menyatakan di ibukota Amman bahwa pemerintah Yordania mendukung kebijakan pemerintah Mesir dalam melakukan apa yang ia namakan “usaha memaksakan kedaulatan undang-undang”.
“Sesungguhnya Yordania di bawah kepemimpinan Yang mulia Raja Abdullah II berdiri di samping Mesir dalam usahanya yang sungguh-sungguh untuk memaksakan kedaulatan undang-undang, mengembalikan kesehatan negara, mengembalikan keamanan, jaminan keamanan dan stabilitas bagi rakyatnya, merealisasikan kehendaknya dalam mencampakkan terorisme dan setiap usaha intervensi terhadap urusan dalam negerinya,” kata Jaudat.
Media massa Yordania mengutip dari Jaudat pernyataannya yang mendukung seruan raja Arab Saudi “kepada rakyat Mesir, bangsa Arab dan bangsa Islam untuk menghadang setiap usaha yang bertujuan menggoncang stabilitas Mesir dan rakyatnya.”
Sikap serupa diungkapkan oleh pemerintah Uni Emirat Arab. Secara resmi pemerintah Uni Emirat Arab mendukung sepenuhnya kedaulatan pemerintahan interim Mesir dan junta militer. Uni Emirat Arab menyambut baik seruan raja Arab Saudi, khususnya seruan untuk menolak “intervensi asing terhadap urusan dalam negeri Mesir”.
Seperti halnya junta militer Mesir, pemerintah Yordania dan Uni Emirat Arab menganggap demonstrasi damai menuntut pengembalian presiden terguling Muhammad Mursi sebagai “terorisme” yang “menggoncang stabilitas Mesir”. Pemerintah Yordania dan Uni Emirat Arab menganggap kecaman dunia internasional terhadap kebiadaban junta militer sebagai “intervensi asing terhadap urusan dalam negeri Mesir”.
Ironisnya dukungan pemerintah Yordania dan Uni Emirat Arab terhadap kudeta militer tidak dianggap sebagai “intervensi terhadap urusan dalam negeri Mesir”. Kedua negara bahkan menganggap kebiadaban militer membantai ribuan demonstran sipil sebagai “upaya menegakkan kedaulatan undang-undang, mengembalikan stabilitas negara dan memerangi terorisme”. (muhibalmajdi/ arrahmah.com)