GAZA (Arrahmah.com) – Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas, mengumumkan pada Senin (13/2/2017) bahwa mereka memilih Yahya Al-Sinwar sebagai pemimpin baru di Jalur Gaza. Al-Sinwar menggantikan mantan Perdana Menteri Palestina, Ismail Haniyeh, yang mencapai jumlah terbesar dari suara pemilih dalam pemilihan anggota parlemen Palesina pada 2006 silam.
Yahya Ibrahim Hasan Al-Sinwar lahir pada tahun 1962, saat berusia 14 tahun, keluarganya mengungsi dari Askalan (sekarang disebut Ashkelon). Rumahnya di Khan Younis, selatan Jalur Gaza, di mana ia dilahirkan, lansir MEMO.
Setelah menghadiri sekolah yang dikelola oleh badan bantuan PBB (UNRWA), Al-Sinwar terdaftar di Universitas Islam Gaza pada awal tahun 80-an. Dia membantu membangun ruang kuliah dan bangunan lain sebelum lulus dari Jurucan Bahasa Arab.
Kehidupan politik dan penahanan
Di tahun 1982, saat masih berstatus mahasiswa, Al-Sinwar ditangkap oleh otoritas pendudukan “Israel”, menghabiskan empat bulan dalam penahanan tanpa pengadilan. Alasan penangkapannya tetap menjadi rahasia dinas intelijen “Israel”, meskipun diyakini itu terjadi karena keterlibatan Al-Sinwar dalam pembangunan gedung dan kegiatan serikat mahasiswa. Pada saat Jalur Gaza berada di bawah pendudukan militer langsung dan diatur oleh “Pemerintah Sipil Israel”, sangat sulit bagi Universitas Islam untuk mendapatan lisensi dari pihak berwenang.
Pada 1985, ia kembali ditangkap oleh otoritas pendudukan “Israel” dan menghabiskan delapan bulan di penjara setelah dituduh mengambil bagian dalam pendirian badan intelijen Hamas bersama dengan senior Hamas Ibrahim Al-Maqadmeh dan Ahmad Al-Maleh. Tiga tahun kemudian ia ditangkap lagi di bawah penahanan administratif.
Di dalam penjara “Israel”
Al-Sinwar dikenal sebagai tokoh Hamas yang dihormati, selama 23 tahun ia menghabiskan waktunya di dalam penjara-penjara “ISrael” bersama dengan rekannya Rawhi Mushtaha dari Kota Gaza. Keduanya terpilih beberapa kali oleh para tahanan Hamas untuk mewakili gerakan dalam tubuh perwakilan para tahanan.
Sementara ia berada di penjara Al-Majdal, di kota di mana orang tuanya diusir di bawah todongan senjata oleh milisi Yahudi pada tahun 1948, rute pelariannya terungkap sebelum itu siap untuk digunakan, ia kemudian ditempatkan di sel isolasi. Upaya lain melarikan diri saat ia berada di penjara Ramleh juga digagalkan pada menit terakhir, lanjut laporan MEMO.
Selama 23 tahun di penjara, keluarga Al-Sinawar diizinkan untuk mengunjunginya hanya pada beberapa kesempatan. Ayahnya hanya mengunjunginya dua kali selama 13 tahun pertama penahanannya sebelum kunjungannya dilarang oleh “Israel”.
Pertukaran tawanan
Pada 2006, sayap militer Hamas, Izzudin Al-Qassam, dan pejuang dari dua kelompok lainnya di Gaza, menangkap seorang tentara “Israel” saat ia berpatroli di perbatasan dengan mengendarai tank. Setelah sejumlah upaya “Israel” untuk membebaskan Gilad Shalit gagal, kedua pihak sepakat untuk menukar lebih dari 1.000 tahanan Palestina termasuk pemimpin senior dari semua fraksi.
Yahya Al-Sinwar yang saudaranya, Muhammad, yang menjadi pemimpin senior brigade di Khan Younis, bersikeras tidak ikut dalam pertukaran tawanan tanpa kebebasan saudaranya.
Ketika ia tiba di Gaza setelah pembebasannya, Al-Sinwar menyampaikan pidato di hadapan massa yang sangat besar dan berjanji akan bekerja keras untuk kebebasan semua tahanan Palestina di penjara-penjara “Israel”.
“Kami meninggalkan mereka di belakang, tapi kami memberi mereka harapan kebebasan,” tegasnya saat itu.
Orang terdekatnya mengonfirmasi bahwa ia adalah pemimpin kharismatik. Warisan dari posisinya sebagai pemimpin pertukaran tahanan, membantunya meningkatkan popularitas di kalangan anggota Hamas yang aktif, terutama di sayap militer.
Pada Juli 2016, Al-Sinwar dipilih untuk bertanggung jawab atas tawanan “Israel” yang ditahan oleh Al-Qassam di Jalur Gaza, tanggung jawabnya termasuk memimpin setiap negosiasi. (haninmazaya/arrahmah.com)