BEIJING (Arrahmah.id) — Presiden Cina Xi Jinping meminta para pejabat Xinjiang untuk mendorong asimilasi Muslim Uighur dan mengurangi kegiatan keagamaan, dalam kunjungannya ke wilayah Otonom pada Sabtu (26/8/2023).
Dalam pertemuan dengan para pejabat pemerintah daerah di Ibu Kota Urumqi, Xi Jinping mengatakan bahwa harus selalu mengutamakan stabilitas sosial.
“Kita harus lebih jauh mempromosikan Sinikisasi Islam dan secara efektif mengendalikan semua jenis kegiatan keagamaan ilegal,” jelasnya, seperti dikutip dari Bloomberg (28/8).
Selama satu dekade terakhir, Xi diketahui telah disebut telah melakukan genosida dan memperketat cengkeraman Cina di wilayah yang menjadi rumah bagi jutaan Muslim Uighur tersebut, dengan pengawasan tambahan dari negara dan perluasan program tenaga kerja yang menurut para kritikus Barat sama saja dengan kerja paksa.
Cina sendiri membantah adanya pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang. Tuduhan disebut juga pernah dikatakan sebagai kebohongan abad ini.
Direktur dan peneliti senior di bidang studi Tiongkok di Yayasan Peringatan Korban Komunisme Adrian Zenz mengatakan bahwa cukup mengejutkan bahwa saat ini keamanan dan stabilitas tampaknya menjadi semakin penting.
“Penegasan semacam ini jelas mengingatkan para pejabat bahwa tantangan keamanan di Xinjiang belum berakhir,” jelasnya.
Kunjungan ini merupakan kunjungan pertama Xi ke Zinjiang sejak Juli 2022. Sebelumnya, ia pernah berkunjung pada 2014 dan pemerintahnya memerintahkan pihak berwenang untuk bertindak keras terhadap kekerasan di wilayah tersebut setelah serangan bom dan pisau di sebuah stasiun kereta api di Urumqi.
Cina menyalahkan serangan tersebut kepada kelompok separatis.
Setelah itu, Cina ‘menjebloskan’ sekitar 1 juta orang Uighur dan etnis minoritas lokal lainnya ke dalam kamp-kamp penahanan massal untuk pelanggaran-pelanggaran seperti memelihara jenggot, mempunyai Al Quran, menggunakan hijab, atau mengunduh aplikasi-aplikasi berbau Islam di telepon genggam.
Amerika Serikat (AS) mengklaim bahwa kamp-kamp tersebut merupakan bagian dari kampanye genosida terhadap mayoritas Muslim Uighur.
Cina membantah klaim tersebut, dan mengatakan bahwa fasilitas-fasilitas tersebut sebagai pusat pelatihan kejuruan yang mengajarkan keterampilan kerja yang berharga.
AS kemudian memberlakukan Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur, yang memblokir impor dari Xinjiang kecuali jika perusahaan dapat membuktikan bahwa produk tersebut tidak dibuat oleh pekerja paksa.
Xi pada Sabtu (26/8) tersebut juga menegaskan kembali pendiriannya tentang pentingnya bahasa Mandarin sebagai bahasa umum di antara semua etnis minoritas di negara tersebut.
Menurutnya, stabilitas di Xinjiang juga merupakan kunci untuk meningkatkan pembangunan ekonomi lokal, dimana wilayah tersebut dapat mempromosikan industri berbasis sumber daya alam dan didorong untuk membangun lebih banyak taman industri pertanian dan tenaga surya. (hanoum/arrahmah.id)