Kajian berikut ini adalah lanjutan dari bab tentang wudu dari edisi sebelumnya.
Hal-Hal yang Dimakruhkan dalam Wudu
- Berwudu di tempat najis, karena dikhawatirkan najis akan mengenai dirinya.
- Membauh lebih dari tiga kali, karena Rasulullah saw. melakukannya tiga kali. Beliau bersabda, “Barang siapa yang menambahnya (lebih dari tiga kali), maka dia telah salah dan zalim.” (HR An-Nasai, Ahmad, dan Tirmizi).
- Berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Rasulullah saw. berwudu dengan menggunakan air sebanyak takaran dengan telapak tangan. (HR Tirmizi).
- Meninggalkan salah satu sunah wudu atau lebih, karena dengan meninggalkan hal tersebut, seorang muslim akan kehilangan pahala. Maka, oleh karena itu, tidak selayaknya sunah wudu ditinggalkan.
- Berwudu dengan air sisa wanita, sebab Rasulullah saw. melarangnya. (HR Tirmidzi, dan ia menghasankannya).
Cara Wudu
Orang muslim (yang hendak berwudu) meletakkan tempat air di sebelah kanannya jika memungkinkan sambil membaca basmalah, kemudian ia tuangkan air pada kedua telapak tangannya, sambil berniat untuk berwudu, dan membasuhnya sebanyak tiga kali, kemudian berkumur sebanyak tiga kali, menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya sebanyak tiga kali, membasuh wajahnya dari tempat tumbuhnya rambut hingga jenggotnya, membasuh tangan kanannya hinggga lengan sebanyak tiga kali dengan menyelakan air ke jari-jarinya, membasuh tangan kiri hingga lengan sebanyak tiga kali dengan menyela air ke dalam jari-jarinya, membasuh kepala satu kali dimulai dengan kepala bagian depan kemudian membawa kedua tangannya ke tengkuknya kemudian mengembalikan kedua tangannya ke tempat semula (ke arah depan), mengusap kedua telinganya, luar dan dalam dengan air yang tersisa di kedua tangannya atau mengambil air lagi jika di kedua tangannya tidak tersisa air, membasuh kaki kanan hingga betis sebayak tiga kali dengan menyela air ke jari-jari kaki, membasuh kaki kiri hingga betis sebayak tiga kali dengan menyela air ke jari-jari kaki, dan membaca doa berikut, “Asyhadu allaa ilaaha illallah, wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu, allahumma ij’alnii minat tawwaabiina, waj ‘alnii minal mutathahhiriin (Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan tiada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang suci).”
Hal ini berdasarkan riwayat bahwa Ali bin Abu Thalib r.a. berwudu, ia membersihkan kedua telapak tangannya hingga bersih, berkumur tiga kali, menghirup air ke dalam hidungnya tiga kali, mengusap kepalanya sekali, membasuh kedua kakinya hingga mata kaki, kemudian berkata, “Aku ingin perlihatkan kepada kalian bagaimana cara bersuci Rasulullah saw.” (HR Tirmizi, dan ia men-sahih-kannya).
Hal-Hal yang Membatalkan Wudu
- Sesuatu yang keluar daru dua lubang manusia (kemaluan dan dubur), seperti air kencing, air mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), wadi (cairan putih yang keluar setelah kencing), tinja (tahi), kentut, baik yang berbunyi maupun yang tidak berbunyi. Semua itu dikategorikan sebagai hadas. Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak menerima salat salah seorang dari kalian jika ia berhadas hingga ia berwudu lagi.” (HR Bukhari).
- Tidur berat jika dilakukan dengan berbaring. Rasulullah saw. bersabda, “Mata adalah tali dubur, maka barang siapa yang tidur hendaknya berwudu.” (HR Abu Dawud).
- Hilangnya akal dan perasaan, seperti pingsan, mabuk, atau gila. Hal itu disebabkan karena apabila seseorang kehilangan akalnya, ia tidak mengetahui apakah wudunya telah batal atau belum sebab kentut atau yang lainnya.
- Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan dan jari-jari. Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa menyentuh kemaluannya, janganlah ia salat sampai ia berwudu.” (HR Tirmizi, dan ia menyahihkannya).
- Murtad, misalnya dengan mengatakan perkataan yang menunjukkan kepada kekafiran. Dengan demikian, wudu seseorang batal, bahkan semua amalnya menjadi hangus. Allah berfirman, “Jika kamu melakukan kesyirikan, niscaya akan terhapuslah semua amalmu, dan kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65).
- Memakan daging unta. Salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw., “Apakah kita harus berwudu lagi karena memakan daging kambing?” Rasulullah saw. menjawab,”Jika engkau mau, lakukan saja,” sahabat tersebut bertanya lagi,”Apakah kita harus berwudu lagi karena memakan daging unta?” Rasulullah saw. menjawab,”Ya.” (HR Muslim). Kendati demikian, sebagian besar sahabat berpendapat tidak harus wudu lagi setelah memakan daging unta dengan alasan hadis tersebut telah terhapus, dan karena para khulafa rasyidin tidak berwudu lagi setelah memakan daging unta.
- Menyentuh wanita (istri) dengan syahwat. Hal itu membatalkan wudu. Dengan dalil diperintahkannya wudu setelah menyentuh kemaluan. Sebab, menyentuh kemaluan itu membangkitkan syahwat. Di dalam Al-Muwaththa’ diriwayatkan bahwa Ibnu Umar berkata, “Ciuman seorang suami terhadap istrinya dan meraba istri dengan tangannya termasuk dalam arti kata menyentuh. Maka, barang siapa mencium dan menyentuhnya, ia harus berwudu.” Menyentuh wanita yang membatalkan wudu ini apabila disertai dengan nafsu syahwat. Begitu juga menyentuh kemaluan. Menurut sebagian ulama, jika menyentuhnya tidak disertai syahwat, hal itu tidak membatalkan wudu.
Orang-Orang yang Disunahkan Berwudu
- Salis, yaitu orang yang kencing dan kentutnya tidak bisa berhenti dalam sebagian besar waktunya. Ia disunahkan berwudu dalam setiap kali salat. Keadaannya disamakan dengan wanita mustahadhah.
- Wanita mustahadhah, yaitu wanita yang selalu mengeluarkan darah pada hari-hari di luar hari rutinnya (mengeluarkan darah haid). Ia disunahkan berwudu untuk setiap salat. Ia disamakan dengan wanita salis. Rasulullah saw. bersabda kepada Fatimah binti Abu Hubaisy, “Kemudian berwudulah engkau untuk setiap kali salat.” (HR Abu Dawud, Tirmizi, dan Nasai).
- Setelah selesai memandikan mayat atau menggotongnya. Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa memandikan mayat, hendaklah ia mandi, dan barang siapa menggotongnya, hendaklah ia berwudu.” Karena hadis ini adalah daif, para ulama menyunahkan wudu bagi orang yang memandikan mayat sebagai bentuk kehati-hatian.
Sumber: Diadaptasi dari Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir al-Jazairi