XINJIANG (Arrahmah.com) – Ketua Kongres Uighur Dunia (WUC), mengklaim bahwa sebanyak 2.000 warga Uighur telah tewas dibunuh oleh aparat keamanan Cina menyusul kerusuhan yang terjadi pada pekan lalu di wilayah Xinjiang, klaim ini jauh berbeda dari laporan media pemerintah.
Rebiya Kadeer, presiden WUC, menuduh otoritas Cina menutupi tragedi pembantaian warga Uighur di Yarkand (Shache dalam bahasa Cina), daerah administrasi Kashgar, Xinjiang pada 28 Juli, lansir RFA.
Media pemerintah kafir Cina pada awalnya mengatakan puluhan orang tewas namun kemudian merevisi dengan menyatakan korban tewas mencapai 96 orang. Pihaknya juga mengatakan bahwa “kerusuhan” itu terjadi setelah apa yang mereka sebut “geng” Uighur “menyerang” sebuah kantor polisi dan kantor-kantor pemerintahan di kota Elishku di Yarkand dan karena itu otoritas membalasnya dengan menyebut aksi tersebut sebagai tindakan untuk “membasmi teroris.”
Sementara Kadeer mengatakan kepada RFA cabang Uighur bahwa informasi yang WUC terima dari daerah tersebut benar-benar berbeda dari narasi resmi otoritas Cina.
“Kami memiliki bukti di tangan bahwa setidaknya 2.000 warga Uighur di lingkungan kota Elishku telah tewas dibunuh oleh aparat keamanan Cina pada hari pertama [insiden itu] dan mereka ‘membersihkan’ jenasah-jenasah pada hari kedua dan ketiga selama jam malam diberlakukan,” ujarnya.
“Kami telah merekam pesan suara dari orang di lingkungan itu dan menulis kesaksian terkait apa yang telah terjadi di kota Elsihku di wilayah Yarkand pada saat pembantaian ini,” ujarnya seraya menambahkan bahwa para korban itu sebagian besar berasal dari desa-desa No. 14, 15 dan 16 di kota itu.
“Kami bisa membagikan fakta-fakta ini tanpa merilis sumber informasinya karena keamanan dan keselamatan mereka berada dalam resiko,” kata Kadeer, aktivis Uighur yang sedang berada di pengasingan di Washington setelah dibebaskan dari penjara Cina papda 2005.
Highest death toll in Xinjiang
Angka pembunuhan warga Uighur tertinggi di Xinjiang
Kadeer mengatakan bahwa korban di Yarkand adalah angka tertinggi dari pembunuhan warga Uighur di Xinjiang, melampaui korban kerusuhan di Urumqi, ibukota Xinjiang, pada 2009 di mana tercatat 200 orang meninggal dunia yang sebagian besarnya adalah Muslim Uighur.
Alih-alih memerangi “terorisme,” tindakan pemerintah Cina terhadap Muslim Uighur justru menunjukkan terorisme yang sebenarnya terhadap kaum minoritas Muslim.
“Hal ini jelas terorisme negara dan sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dengan standar apapun yang dilakukan oleh aparat keamanan Cina terhadap penduduk Uighur tak bersenjata,” tegas Kadeer.
Meskipun klaim Kadeer ini belum bisa dibuktikan secara independen tetapi wawancara yang dilakukan RFA dengan penduduk Cina etnis Han di Yarkand dan kota Silk Road di Kashgar mengindikasi bahwa jumlah korban tewas jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh media pemerintah Cina. Salah seorang penduduk Cina etnis Han mengatakan korban tewas bisa melebihi 1.000 orang.
Berdasarkan informasi yang diterima Kadeer, kerusuhan berawal ketika warga Uighur berjalan menuju kantor polisi dan kantor-kanto pemerintahan untuk menuntut keadial atas pembunuhan para warga desa tak bersalah, termasuk aksi tembak mati terhadap satu keluarga Uighur oleh polisi Cina gara-gara adu mulut tentang pemakaian kerudung muslimah.
Menanggapi klaim pemerintah Cina yang mengatakan bahwa penembakan dilakukan karena sekelompok Uighur menyerang kantor polisi, Kadeer mengatakan bahwa polisi menembaki para demonstran Uighur dari jarak dekat dan membunuh yang lainnya dalam operasi penggeledahan dari rumah ke rumah.
“Seperti biasa aparat keamanan telah menganggap perkumpulan massa Uighur ini sebagai suatu kejahatan dan bahwa mereka [warga Uighur] seharusnya diam, dan mulai menembaki mereka tanpa mendengarkan keprihatinan mereka,” kata Kadeer.
Kadeer juga mengatakan bahwa sebagian warga Uighur membawa tongkat, mereka menyerang kendaraan pemerintah dan karyawan pemerintah sebagai aksi protes terhadap tindakan keras aparat keamanan terhadap warga Muslim Uighur.
“Aparat militer Cina tiba-tiba memanggil bala bantuan dan mulai menembaki dan membunuh semua orang yang berpartisipasi dalam aksi march itu dan warga desa lainnya pada saat penggeledahan dari rumah ke rumah.” (siraaj/arrahmah.com)