JAKARTA (Arrahmah.com) – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, menilai, isu Gayus Tambunan keluar masuk Rutan dan berpelesiran hingga luar negeri terkesan jadi alat untuk memperlemah institusi hukum kita.
“Malah saya melihat kecenderungan, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) secara tak langsung sengaja membuka peluang bagi upaya pihak tertentu menyerang dan memperlemah institusi hukum,” katanya di Jakarta, Senin.
Bambang Soesatyo menambahkan, motif itu terlihat dari cara Satgas PMH `menggoreng` isu keluar masuknya Gayus Tambunan dari Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Bagi dia, hal itu dilakukan karena ada kecenderungan Satgas PMH ingin menciptakan kehebohan baru dari perilaku Gayus Tambunan.
“Kehebohan karena Gayus Tambunan ke Macau (dan ke beberapa negara) seharusnya tidak terjadi sekarang, jika sejak November 2010 Satgas PMH terbuka dan mengumumkan rincian kegiatan Gayus di luar tahanan tersebut,” ujarnya.
Sebab, menurutnya, dari awal publik melihat hubungan Satgas PMH dengan Gayus Tambunan sangat dekat.
“(Karena tak ada keterbukaan dan penuntasan dari awal), akibatnya `bola panas` ini terus dimainkan. Dan kali ini giliran Kementerian Hukum dan HAM yang terbidik kehebohan,” katanya.
Sebagaimana diungkap beberapa media, lanjutnya, ada tuduhan penerbitan paspor palsu untuk meloloskan Gayus Tambunan pergi ke Macau, Kuala Lumpur dan Singapura pada pekan terakhir Oktober 2010.
“Saya yakin kalau Satgas PMH bekerja jujur tanpa agenda politik, pasti bisa mendorong Gayus bertutur terbuka tentang kegiatannya di luar Rutan. Sebab, ketika Gayus lari ke Singapura, bukankah hanya Satgas yang berhasil bertemu secara `kebetulan` dengannya di sana,” tanyanya.
Mengapa Baru Dibuka?
Selanjutnya, demikian Bambang Soesatyo, Satgas PMH dan juga publik sudah mencatat, sejak masuk tahanan 26 Juni 2010 hingga 4 November 2010, Gayus Tambunan tercatat 68 kali keluar masuk tahanan.
“Kemana saja Gayus Tambunan pergi dan apa saja yang dilakukannya, pasti bisa didapatkan Satgas PMH langsung dari mulut Gayus pada periode November 2010,” ujarnya.
Jadi, inti persoalannya, jelas Bambang Soesatyo, Gayus Tambunan terbukti puluhan kali keluar masuk tahanan itu.
“Dan, itu semua diatur dan ada yang melindungi,” katanya.
Ia juga mengungkapkan, perjalanan Gayus Tambunan ke Macau, Kuala Lumpur dan Singapura terjadi lebih awal (dari perkiraan banyak pihak).
“Gayus terbang ke Macau 24 Oktober 2010 dan kembali ke Jakarta 26 Oktober. Pada 30 Oktober 2010, Gayus diduga pelesiran ke Kuala Lumpur dan Singapura,” katanya.
Lalu, demikian Bambang Soesatyo, mengapa baru diungkap sekarang?
“Pengungkapannya pun dibuat sedemikian rupa dengan modus tertangkap kamera wartawan dan ada surat pembaca,” ujar Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR RI lagi.
Sebelumnya, senyum simpul dan sikap tenang Gayus Tambunan dalam beberapa kesempatan di muka publik ternyata bukan tanpa alasan. Tak nampak kerisauan sedikit pun saat ia harus menjalani reka ulang dan persidangan. Benar saja, Rumah Tahanan di Mako Brimob yang dikenal ekstra ketat, tak mampu menahan kepergiannya ke luar negeri.
Namun, bukannya melarikan diri, Gayus justru kembali lagi ke sel tahanannya dengan santai. Tercatat 68 kali lebih Gayus keluar dari sel tahanan, termasuk saat ke Macau, Kuala Lumpur, dan Singapura.
Kriminolog Adrianus Meliala melansir akan ada kejutan lain lagi paskaterkuaknya kepergian Gayus ke luar negeri dalam masa tahanan. Pengungkapan foto dan dokumen Gayus keluar ruang tahanan yang selama ini terjadi bukan semata atas tindakan Gayus seorang, lebih dari itu adalah bentuk pertarungan kelompok besar dan kuat elite Indonesia.
Kendati demikian, menurut Pia Nasution selaku kuasa hukum Gayus, penegak hukum masih tebang pilih. Hingga saat ini hukum masih belum menyentuh atasan-atasan Gayus dan orang di sekelilingnya.
Belum diketahui secara pasti kekuatan besar yang membantu Gayus hingga bisa senaknya keluar masuk sel tahanan. Saat ini pun, kepolisian masih terkesan enggan menyentuh para atasan Gayus dan sejumlah perusahaan yang terlibat.
Namun satu hal, jika seorang Gayus saja bisa dengan mudah mengatur rencana keluar masuk penjara sesuka hati, bagaimana jadinya dengan para tahanan kelas kakap lain yang mungkin lebih berkuasa dari seorang mantan pegawai pajak golongan III-A.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto mengakui, kasus mafia pajak dan mafia peradilan yang melibatkan mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus H Tambunan merupakan kasus yang sulit. Meskipun seandainya KPK mengambil-alih kasus tersebut, tidak mudah untuk menyelesaikannya hingga ke akar.
“Memang sulit, kembali lagi karena butuh bukti,” ujar Bibit dalam diskusi “Mafia Kasus dan Fenomena Hukum Indonesia” di Jakarta. Dikatakan Bibit, hingga kini KPK masih mendalami kasus Gayus. KPK telah melakukan penyelidikan bekerja sama dengan pihak kepolisian.
Menurut Bibit, untuk membongkar siapa aktor lebih besar di balik kasus Gayus, dibutuhkan penelusuran terhadap aset Gayus yang diakui oleh Gayus berasal dari sejumlah perusahaan. “Itu kan sudah ada pengakuan, beberapa perusahaan, kita teliti perusahaan-perusahaan itu, apa saja yang dikerjakan, mudah-mudahan semua terungkap,” katanya.
KPK pun, kata Bibit, perlu memeriksa apa saja yang dikerjakan oleh kepolisian selama ini dalam menangani kasus mafia pajak dan mafia peradilan yang fenomenal itu.
Bibit mengibaratkan, kasus mafia pajak dan mafia peradilan bagaikan sebuah bisul yang sudah bercokol sejak dulu tetapi tersembunyi. “Sulit semacam terbongkarnya, kayak sakit bisul. Pas Gayus ada, sudah matang itu bisulnya,” katanya.
Selain itu, kasus mafia pajak dan peradilan di negeri ini, lanjut Bibit, sulit terungkap karena tidak ada niat dari aparat penegak hukumnya untuk menyelesaikan hingga ke akarnya. “Gajinya rendah, niat untuk tidak korupsi kecil, coba lihat anggota polisi, seluruh departemen. Niat mestinya dari awal, sistem integritas moral, remunerasi, pengawasan, dan budaya taat pada aturan ini lemah,” papar Bibit. (sm/arrahmah.com)