STOCKHOLM (Arrahmah.com) – Meskipun Pentagon terus berusaha menghentikan, WikiLeaks tetap keras kepala dan menyatakan siap menerbitkan sejumlah dokumen rahasia AS terakhir pada perang Afghanistan dalam beberapa minggu ini, lapor PressTV pada Minggu (15/8/2010)
Situs ini berencana untuk merilis 15.000 file tersisa yang disinyalir merupakan dokumentasi AS pada perang Afghanistan, yang dikatakan Pentagon memiliki kemungkinan lebih buruk rilisan awal WikiLeaks yang berjumlah 76.000 dokumen.
Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Robert Gates, memperingatkan tentang konsekuensi yang lebih berat dengan tetap dilakukannya peluncuran dokumen ini terhadap strategi, teknik, dan prosedur perang tentara AS dan sekutu yang bisa dimanfaatkan oleh Al Qaeda.
Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, kepada wartawan di Swedia pada hari Sabtu (14/8) menegaskan bahwa organisasinya tak akan mempan diancam oleh Pentagon atau kelompok lainnya.
“Ancaman untuk menyensor organisasi pers ini akan menjadi perhatian, tidak hanya bagi pers tetapi untuk Pentagon itu sendiri,” kata Assange pada AP.
Dia lebih jauh mengatakan bahwa WikiLeaks akan bekerja dengan mitranya dari kalangan media dalam merilis dokumen yang tersisa. Menurut Assange, semua dokumen akan ditinjau ulang secara detail dan nama-nama pihak yang tidak bersalah tidak akan diungkapkan.
Sejauh ini memang tidak ada satu negara yang mencoba untuk menutup WikiLeaks. Namun Assange mengatakan beberapa negara, termasuk Australia dan Inggris, telah menyusupkan intelijen pada organisasinya.
Sikap ini muncul setelah lebih dari 76.000 file militer rahasia yang sangat rahasia yang berisi informasi tentang perang pimpinan Amerika di Afghanistan diterbitkan bulan lalu.
Dokumen tersebut termasuk dokumen mengenai bagaimana pasukan koalisi telah menewaskan atau melukai penduduk sipil Afghanistan.
Assange berpendapat bahwa file rahasia perang AS menunjukkan pola perilaku kriminal yang sistematis oleh pasukan militer AS.
Sementara itu, Amerika Serikat sedang ketakutan bahwa dokumen-dokumen ini akan membawa resiko berat bagi keamanan nasional mereka. (althaf/arrahmah.com)