DHAKA (Arrahmah.com) – Pemerintah Inggris telah melatih kekuatan paramiliter Bangladesh yang banyak dikecam oleh organisasi hak asasi manusia sebagai pasukan berani, telegram kedutaan AS yang dibocorkan Wikileaks mengungkapkan.
Anggota Batalyon Aksi Cepat (RAB), yang telah bertanggung jawab atas ratusan pembunuhan ekstra-yudisial dalam beberapa tahun terakhir dan dikatakan secara rutin menggunakan praktek penyiksaan, telah menerima pelatihan dari pemerintah, terutama dalam teknik investigasi dan aturan pertempuran.
Rincian pelatihan itu terungkap dalam sejumlah telegram yang dirilis oleh WikiLeaks yang dikategorikan sebagai telegram kontra-terorisme dari pemerintah AS dan Inggris di Bangladesh. Satu telegram menjelaskan bahwa Amerika Serikat tidak akan menawarkan bantuan lain selain pelatihan hak asasi manusia ke RAB – dan bahwa hal itu akan ilegal berdasarkan hukum AS untuk melakukannya – karena anggotanya melakukan pelanggaran HAM dengan impunitas (kekebalan hukum).
Sejak RAB dibentuk enam tahun yang lalu, yang diperkirakan oleh beberapa aktivis hak asasi manusia telah bertanggung jawab untuk lebih dari 1.000 pembunuhan ekstra-yudisial, digambarkan sering melakukan aksi penembakan ‘secara halus’. Pada bulan September tahun lalu direktur jenderal RAB mengatakan anak buahnya telah membunuh 577 orang dalam beberapa “baku tembak”. Pada bulan Maret tahun ini ia memperbarui sejumlah gambar dan mengatakan anak buahnya telah membunuh 622 orang.
Penggunaan penyiksaan yang dilakukan oleh RAB ini pun telah secara mendalam didokumentasikan oleh organisasi hak asasi manusia. Selain itu, petugas dari kekuatan paramiliter diduga telah terlibat dalam penculikan dan pemerasan, dan sering dituduh menerima suap sebagai imbalan besar untuk melaksanakan pembunuhan.
Namun, dalam telegram itu diungkapkan bahwa baik Inggris maupun Amerika, dua-duanya berkomitmen untuk memperkuat operasi kontra-terorisme di Bangladesh. Dalam satu telegram, duta besar AS untuk Dhaka, James Moriarty, mengungkapkan pandangan bahwa RAB merupakan “organisasi terbaik yang suatu saat bisa menjadi FBI versi Bangladesh”.
Dalam telegram lain, Moriarty mengutip pejabat Inggris yang mengatakan mereka telah memberi pelatiha pada RAB selama 18 bulan di berbagai bidang seperti teknik investigasi dan aturan tempur. Saat ditanya tentang bantuan pelatihan untuk RAB, Kementerian Luar Negeri Bangladesh mengatakan pemerintah Inggris hanya menyediakan berbagai bantuan hak asasi manusia. Namun, kepala RAB dalam urusan pelatihan, Mejbah Uddin, mengatakan kepada Guardian bahwa ia tidak mengetahui setiap pelatihan hak asasi manusia sejak ia menjabat musim panas lalu.
Telegram tersebut memperjelas bahwa pelatihan RAB dari Inggris dimulai tiga tahun yang lalu di bawah pemerintahan Partai Buruh terakhir.
Sementara itu, organisasi hak asasi manusia mengatakan RAB harus dibubarkan mengingat pihaknya sudah banyak merekam pelanggaran hak asasi manusia, yang jumlahnya semakin bertambah dalam 12 bulan terakhir. Human Rights Watch telah berulang kali menggambarkan RAB sebagai ‘tukang pukul’ pemerintah.
Amnesty International juga telah berulang kali mengutuk RAB, sementara organisasi HAM Odhikar Bangladesh telah mendokumentasikan keterlibatan RAB dalam pembunuhan ekstra-yudisial dan penyiksaan sejak Maret 2004.
Menanggapi hal ini, pemerintah Bangladesh telah berjanji untuk mengakhiri penggunaan RAB dalam pembunuhan. Pemerintah saat ini menjanjikan untuk mengakhiri semua pembunuhan ekstra-yudisial. (althaf/arrahmah.com)