WASHINGTON (Arrahmah.com) – Diplomat Amerika Serikat telah beberapa kali turun tangan untuk meyakinkan pemerintah asing agar membeli pesawat dari Boeing daripada saingannya Airbus Eropa, New York Times melaporkan Minggu (2/1/2011) dikutip AFP dan Al Arabiya pada Senin (3/1).
Mengutip telegram diplomatik yang diperoleh dari situs web WikiLeaks, harian tersebut melaporkan bahwa terdapat beberapa dokumen yang memperlihatkan keterlibatan para diplomat AS dalam tawar-menawar senilai miliaran dolar dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Amerika.
Salah satu telegram menjelaskan bahwa Saudi Raja Abdullah menanggapi positif permintaan pribadi dari presiden AS sebelumnya, George W. Bush, pada tahun 2006. Raja Abdullah sepakat membeli 43 unit pesawat jet Boeing untuk Saudi Arabian Airlines dan 13 unit lainnya untuk armada kerajaan.
Namun, New York Times melansir Raja Abdullah sebetulnya ingin memiliki teknologi yang juga dimiliki oleh rekannya, Presiden Bush, termasuk pesawat Air Force One.
Setelah pesawat pribadi Raja dilengkapi dengan telekomunikasi dan peralatan pertahanan paling canggih di seluruh dunia, “Insya Allah, ia akan membuat keputusan yang akan ‘sangat menyenangkan anda’,” ungkap kabel itu.
Pada bulan November, Arabian Airlines mengatakan telah menandatangani kontrak untuk pembelian 12 unit Boeing 777-300ER senilai sekitar 3,3 miliar dolar.
Departemen Luar Negeri AS telah mengkonfirmasi kepada Times bahwa ia telah diberi wewenang untuk memperbarui pesawat raja tapi menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut mengenai alasan keamanan.
Dalam insiden lain, Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, menuntut hak bagi operator penerbangan nasional Bangladesh untuk mendarat di John F. Kennedy International Airport di New York sebagai syarat lain dari kesepakatan Boeing dengan AS.
“Jika tidak ada rute New York, apa gunanya membeli Boeing,” katanya, seperti diungkapkan dalam telegram bulan November 2009.
Kesepakatan itu telah berlangsung, namun sejauh Biman Bangladesh Airlines belum diberikan hak pendaratan, kata Times.
Times melaporkan juga bahwa praktek-praktek semacam itu terus berlanjut meskipun kesepakatan antara pemimpin AS dan Eropa untuk menjaga politik luar kesepakatan penerbangan sudah dilakukan sejak berdekade-dekade sebelumnya.
Tetapi pejabat Departemen Luar Negeri yang diwawancarai oleh surat kabar membela keterlibatan mereka, dengan mengatakan ekspor yang bernilai tinggi itu penting bagi upaya Presiden AS Barack Obama untuk menarik negara keluar dari kemerosotan ekonomi.
“Inilah kenyataan abad ke-21, pemerintah memainkan peran yang lebih besar dalam mendukung perusahaan dalam negeri, dan kami pun perlu melakukan hal yang sama,” Robert Hormats, sekretaris negara untuk urusan ekonomi, mengatakan kepada Times.
Airbus dapat menerima bantuan serupa. Telegram AS lainnya yang dikutip oleh Times menggambarkan pemerintahan Bush dan pemerintahan Presiden Prancis Nicholas Sarkozy berebut untuk membuat penguasa kaya dari Bahrain membeli pesawat jet dari mereka di tahun 2007.
Namun akhirnya, diplomat AS berhasil ‘meyakinkan’ Bahrain untuk membeli Boeing setelah terjadi penandatanganan kesepakatan dalam kunjungan Bush bulan Januari 2008, pungkas Times. (althaf/arrahmah.com)