GUANTANAMO (Arrahmah.com) – Hambali hafidzahullah, seorang yang dianggap bertanggung jawab atas ledakan bom di Bali pada tahun 2002, tidak akan pernah menghadapi pengadilan atas serangan terburuk terhadap Australia meskipun dokumen Wikileaks menunjukkan bahwa penyelidik AS percaya Hambali erat kaitannya dalam plot tersebut.
Dokumen yang baru dibocorkan oleh Wikileaks, yang disusun oleh para penculik Hambali (AS) di Teluk Guantanamo, mengatakan keputusan untuk menyerang Paddy Bar dan Sari Club di Kuta Bali mungkin terjadi karena target sebelumnya, kilang minyak Caltex di Selat Malaka dinilai sulit.
Namun meskipun pandangan para penyelidik meyakini bahwa Hambali atau yang bernama asli Riduan Ismudin angat terlibat dalam serangan, serta serentetan serangan bom lain di seluruh Asia Tenggara, seorang pejabat senior AS mengatakan kepada The Australia bahwa Hambali tidak akan pernah diadili karena pemboman.
“Semua dari plot itu sedang kita kerjakan dan saya pikir kami punya bukti,” klaim pejabat tersebut yang tidak ingin disebutkan namanya.
“Di mana kami masih memiliki kekurangan, termasuk, bom Bali.”
Pejabat itu mengatakan “pembuktian” merupakan masalah yang berada di balik keputusan untuk tidak meletakkan beban atas pengeboman Bali yang menewaskan 88 warga Australia.
“Kita harus menghubungkan semua titik kembali kepadanya, dan kami masih kehilangan beberapa lembar dari itu.”
Dokumen ini merupakan salah satu dari ratusan file rahasia pemerintah AS terhadap hampir 800 tahanan asing yang dipenjara di Kamp Delta di pangkalan laut AS di Teluk Guantanamo.
Laporan tersebut ditandatangani oleh Laksamana AS, D.M Thomas Jr di bulan Oktober 2008, lebih dari lima tahun setelah penculikan Hambali di Thailand pada Agustus 2003.
Wikileaks juga memperlihatkan foto terakhir dari Hambali. Di dalam foto Hambali terlihat lebih kurus dengan janggut yang semakin lebat. Nampak jelas terlihat di wajahnya bahwa dia mengalami penyiksaan berat. Hambali sangat ditakuti oleh AS, jika ia dibebaskan AS takut bahwa ia akan menimbulkan resiko tinggi untuk kepentingan AS dan sekutunya dan menyatakan bahwa ia menjadi “nilai intelijen tertinggi” karena hubungan lamanya dengan tokoh Al Qaeda seperti Syeikh Usamah bin Ladin dan Khalid Shaikh Mohammed.
Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa Hambali berdiskusi dengan senior Al Qaeda lainnya tentang kemungkinan penggunaan helikopter untuk menyerang kedutaan AS di Jakarta karena menggunakan mobil dinilai lebih sulit.
Hambali diculik dalam operasi gabungan AS-Thailand di bulan Agustus 2003.
Selain bom Bali, Hambali juga dituduh terlibat dalam pengeboman gereja di malam Natal di Indonesia yang menewaskan 18 orang pada tahun 2000 dan serangan di Hotel Marriot Jakarta pada tahun 2003.
Menurut dokumen AS, Hambali mengakui mengebom gereja ketika berada dalam tahanan AS.
“Ia membenarkan tindakannya karena ketidakadilan yang dilakukan terhadap Muslim di Indonesia,” tulis Laksamana Thomas.
Para pejabat senior Amerika mengatakan meskipun kasus Bali lemah, Hambali masih harus menjawab untuk serangan lain ketika ia mencoba, baik oleh sebuah komisi AS atau pengadilan sipil.
Otoritas Indonesia dipahami untuk berbagi pandangan dengan penyelidik AS terhadap kasus Hambali bahwa secara signifikan pemboman Bali 2002 lebih lemah dibanding Hotel Marriot dan pemboman malam Natal.
Dua tahun lalu, dalam sebuah wawancara dengan Jakarta Globe, Ali Imron dan Mubarok mengatakan mereka siap untuk bersaksi melawan Hambali jika ia diadili di Indonesia. (haninmazaya/arrahmah.com)