Oleh: Aru Syeif Assadullah
Pemred Tabloid Suara Islam
(Arrahmah.com) – Tiba-tiba saja tengah Maret 2013 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar pidato pernyataan bahwa kini telah muncul kelompok yang akan mengkudeta dirinya. Pernyataan presiden ini ia yakini kebenarannya karena merupakan laporan resmi Badan Intelijen Negara. Komentar di tengah masyarakat pun justru heboh, karena memang tidak ada indikasi sekecil apapun adanya gerakan penggulingan kekuasaan presiden SBY. Yang ramai menjadi pergunjingan justru geger di tubuh partai Demokrat, partai yang dilahirkan SBY, di mana para pimpinan puncaknya telah dijebloskan ke penjara, mulai Bendahara Umum M. Nazaruddin, Wakil Sekjen, Angelina Sondakh, menyusul menjadi tersangka korupsi Andi Mallarangeng, dan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum.
Kehebohan yang menyeruak setiap hari niscaya melonjaknya, harga daging sapi bersamaan ditangkapnya Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang menembus angka Rp 100.000/Kg dan menjadi harga daging sapi termahal di dunia. Kongkalikong dan korupsi di Kementerian Pertanian pun menjadi sorotan tajam, yang membongkar praktek korupsi benih dan seterusnya. Heboh belum tuntas dicari biang-keladinya, sudah disusul melonjaknya harga bawang putih dan bawang merah yang juga menembus angka (di beberapa daerah) mencapai harga hampir Rp 100.000/Kg. Niscaya juga menjadi harga termahal di dunia.
Rakyat makin menjerit ketika harga cabe rawit pun melonjak harganya mencapai Rp 50.000/Kg. Di sini kiranya menjadi puncak ketidak-mampuan pemerintahan SBY. Betapa Negara agraris tersubur di muka bumi ini justru terpuruk menyediakan produk pertanian seperti bawang, cabe, juga kedelainya yang menjadi termahal di dunia, termasuk daging sapi yang seharusnya bisa dikembang-biakkan sangat mudah di iklim tropika. Tapi pemerintahan SBY yang memerintah dua periode ini benar-benar tidak mampu bahkan gagal menjaga hajat rakyat paling mendasar di bidang pangan ini. Kegundahan rakyat soal daging sapi hingga bawang inilah yang justru sangat mendominasi, perbincangan di tengah masyarakat baik di kota-kota besar hingga penduduk di pelosok negeri nan jauh di pulau-pulau terpencil hingga di puncak-puncak gunung –(mereka memantau dari pemberitaan televisi). Jadi isu kudeta tidak terbersit sekilaspun di otak masyarakat.
Jika ada kegundahan lain yang luar biasa kini juga berlangsung di tengah masyarakat, niscaya soal keamanan dan kejahatan yang drastis meningkat di sekeliling kehidupan rakyat Indonesia. Berita pembunuhan dengan cara super sadis terjadi berkali-kali dengan cara memutilasi korbannya. Pemerkosaan dan kejahatan seksual dan Perampokan di pegadaian dan toko-toko emas terjadi hampir setiap minggu sekali. Aparat tak berdaya. Belum lagi bentrokan antar kampung terjadi di mana-mana dan tidak bisa dikendalikan aparat hukum. Sampai penyerbuan polsek oleh rakyat yang merasa tidak puas. Hingga bentrokan antar TNI dan Polri yang terjadi di Baturaja Sumatera Selatan. Wibawa aparat keamanan betul-betul ambruk, yang menyiratkan, adanya pemerintah SBY saat ini sama dengan tidak ada fungsinya sama sekali. Apalagi terjadi lagi penyerbuan oleh kelompok bersenjata ke LP Cebongan Sleman Jogjakarta 23/3 dinihari dan mengeksekusi mati dengan senjata api empat orang tahanan titipan Polda Jogjakarta yang terlibat pembunuhan Sersan Satu Santosa anggota Kopassus. Isu segera beredar sebagai serbuan balasan anggota TNI khususnya dari Kopassus, Kandang Menjangan Kartosura Surakarta. Namun isu ini ditolak tegas Pangdam Diponegoro Mayjen (TNI) Hardiono Saroso, yang menyatakan tidak benar TNI terlibat, namun beberapa jam kemudian Wakil Menteri Kumham, Denny Indrayana menyebut bahwa anggota TNI terlibat. Peristiwa penyerbuan ke LP Cebongan Sleman Jogjakarta ini, betul-betul peristiwa ekstra luar biasa yang membuktikan fungsi aparat keamanan dan hukum telah lumpuh.
Berbagai peristiwa yang disebut di muka, seperti penyerbuan Polsek di berbagai daerah, juga menjadi indikasi nyata, bahwa fungsi keamanan Negara telah lumpuh. Apalagi jika dideretkan berbagai peristiwa serupa seperti kasus penyerangan-penyerangan oleh pemberontak separatis di Papua berulangkali akhir-akhir ini. Korban tewas dari TNI-Polri di Papua sudah sangat banyak. Ujungnya niscaya wibawa dan fungsi kekuasaan pemerintah pusat di tangan SBY, hakikatnya telah ambruk , dan jangan-jangan legitimasinya pun telah semakin lemah. Inilah yang dikatakan pengacara senior Adnan Buyung Nasution, bekas ketua Watimpres SBY sendiri, seperti dikutip situs Merdeka.com, “SBY saat ini sudah kehilangan legitimasi, lebih baik dia legowo, lengser saja dari jabatannya, dan jabatan lebih baik diganti Prabowo Subianto, yang pasti lebih bagus memimpin Negara,” ujarnya seraya menyebutkan dugaan pelanggaran HAM Berat Prabowo menurutnya hanya isu saja. Buyung pada 21/3 hadir di Gedoeng Joeang Menteng Raya Jakarta bersama penggagas MKRI (Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia) yang akan menggelar demo besar-besaran 25 Maret 2013.
Tokoh yang telibat di MKRI antara lain : Rizal Ramli, Adhi Massardi, Effendi Ghazali, Hatta Taliwang, Ratna Sarumpaet, Effendi Choiri, dan beberapa purnawirawan jendral, seperti Letjen (Mar) Suharto, Jendral Ryamizard Ryacudu (namun kedua jendral ini tidak hadir di Gedoeng Joeang). Kelompok MKRI ini melalui Ratna Sarumpaet menegaskan tidak akan melancarkan demo anarkhis pada 25 Maret. Sementara tokoh demonstran Hariman Siregar, sebelumnya pada HUT Malari 15 Januari 2013 di Taman Ismail Marzuki (TIM), menegaskan kerusakan sistem dewasa ini harus dihentikan melalui revolusi total, bukan reformasi. Hariman mengusung gagasan Merajut Kembali Nusantara. Namun gagasan ini tidak terdengar kabarnya dan gerakannya. Jadi yang berindikasi rencana kudeta memang nihil.
Lalu siapa yang disebut mempersiapkan kudeta oleh SBY. Buyung menyebut tuduhan kudeta itu hanya datang dari seorang yang mengidap Paranoid. Sejumlah pengamat politik juga berkomentar yang sama : Paranoid. Komentar yang lebih bernas datang dari Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon. Pernyataan SBY itu kata Fadli hanya omong kosong, karena Indonesia tidak punya tradisi kudeta seperti Thailand misalnya. “Yang mau menggerakkan kudeta itu siapa, dengan cara apa kudeta itu,” tegas Fadli, seraya menambahkan isu itu dilontarkan sangat kontraproduktif dan menjadi alat pembodohan kepada rakyat Indonesia. Ditegaskan lagi, kudeta lazimnya dilakukan militer (Seperti di Portugal 1974, Chili 1973, dan Liberia 1980) dan orang dalam kekuasaan, atau pemerintah sendiri yang menggerakkan militer, bertujuan untuk mendapatkan kewenangan ekstra. Jika ini yang terjadi maka terjadilah Self-Coup, seperti pernah dilakukan oleh Rejim Alberto Fujimori dari Peru. Tujuan kudeta Self-Coup, menurut Fadli Zon untuk mendapatkan ekstra constitusional power. Lontaran tuduhan SBY adanya kudeta bisa bermotif ini, karena melihat kondisi di Indonesia saat ini sangatlah tidak mungkin adanya kudeta. Analisa lain simpang-siur menyebutkan SBY saat ini tengah galau karena posisinya sangat rawan di akhir kekuasaannya. Dikabarkan SBY pasca kekuasaannya bisa diajukan ke tuntutan hukum dalam berbagai kasus.
Istana Terbakar, Rumah pun Dihantam Puting-beliung
Di tengah isu kudeta, dan rakyat yang menjerit naiknya harga daging, bawang dan cabe serta kejahatan yang meningkat drastis, tiba-tiba kabar dahsyat muncul di TV sore hari jam 17.30 Kamis 21 Maret 2013, Istana Presiden terbakar hebat. Gambar dramatis, dengan api menghanguskan lantai III dan atap Gedung Sekneg di berita TV pun segera diredam dengan keterangan jubir presiden, bahwa kebakaran hanya melalap ruangan rapat yang kosong di lantai III, sementara ruangan arsip di lantai II dan I aman. Tapi beberapa jam kemudian komentar panas segera muncul di media sosial. Kebakaran ini sebagai lebih dari musibah, dan cermin hukuman Yang Maha Kuasa kepada penguasa yang tidak melaksanakan perintah agama. Kebetulan pula hanya 19 jam sebelum Kompleks Istana Presiden terbakar, rumah kediaman SBY di masa kecil dan remaja di Pacitan dihantam angin puting beliung. Banyak rumah hancur di sekitar rumah keluarga SBY. Memang cukup mencolok musibah di sekitar SBY semenjak ia menduduki kekuasaan akhir 2004. Budayawan Ridwan Saidi sampai membukukan ribuan musibah di sekeliling SBY ini dengan table-tabel mengelompokkan bencana : banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, hingga ambruknya Gunung Sampah di Jawa Barat.
Memang luar biasa melihat catatan, sejarah Istana Presiden, sejak awal dipakai pemerintah Kolonial Belanda pada 1796, baru pertamakali ini terjadi bencana kebakaran. Tajuk Koran ibukota betul-betul mengecam pengamanan lembaga dan simbol Negara demikian amburadul sampai terjadi kebakaran. Pada tahun ini juga, tepatnya 17 Januari 2013 Istana Negara, pertamakali dalam sejarah kebanjiran hingga masuk ke ruang kerja presiden. Beberapa banjir seperti 2007 pernah melanda istana negara, tapi hanya menjamah halaman saja dan tidak masuk ke ruang dalam istana. Jika masyarakat coba mengingat-ingat, pada awal pemerintahan SBY mulai bekerja pada 2005 dikabarkan Istana Negara juga diserbu rayap, kayu-kayu yang menopangnya. Sungguh musykil sebenarnya rayap menjamah, kayu-kayu jati tua di Istana Negara. Tapi itulah yang terjadi. Kalangan ulama menilai tanda-tanda seperti itu niscaya musibah-qubro yang harus dicermati dengan melakukan taubat dan segera melaksanakan ajaran agama (Islam) secara konsisten, dan bukan melontarkan tuduh sana tuduh sini adanya ancaman kudeta. Hal ini hanya menyebabkan wibawa presiden dan pemerintahan SBY ambruk. Wallahua’lam bissawab!
(suara-islam.com/arrahmah.com)