Weekly Report – Buruk muka, cermin dibelah! Pepatah ini cocok dinisbatkan ke negara gagal bernama Indonesia. Setelah pelbagai ‘prestasi’ disandangnya, seperti negara terkorup, nagara bedebah, kini Indonesia juga mendapat predikat Republik Preman.
Sayangnya, sebagaimana makna pepatah buruk muka, cermin dibelah di atas, negeri ini tidak juga menyadari bahwa kesalahan ada pada dirinya sendiri bukan di tempat lain. Kaum Muslimin, khususnya yang berdakwah agar syariat Islam dapat diterapkan di negeri ini sering kali menjadi ‘kambing hitam’ dan dianggap sebagai kelompok provokator, hingga harus dibubarkan.
Padahal sejatinya, yang harus dibubarkan adalah sistem demokrasi sekuler yang diterapkan negeri ini. Karena sebagaimana diungkapkan Sir Winston Churchill (PM Inggris pada masa PD II), demokrasi bukanlah sistem yang baik, dia menyimpan kesalahan dalam dirinya (built in error).
Negara Gagal, SBY malah mau beli pesawat
Sebagai partai berkuasa di negeri ini, Partai Demokrat semakin hari semakin hancur. Partai yang keluar sebagai pemenang pemilu ala sistem demokrasi sekuler tersebut saat ini dirundung masalah serius, para kadernya terseret kasus korupsi berat, bahkan dikhawatirkan akan menyeret para petinggi partainya, hingga ke Ketua Umum, Anas Urbaningrum.
Sayangnya, tidak ada sense of crisis dari SBY, bahkan untuk masalah yang sangat krusial dan menentukan tersebut, apalagi untuk peduli dalam masalah yang lain. SBY bahkan berencana akan membeli pesawat senilai Rp 912 miliar, di saat rakyat miskin di negeri ini masih mengais kesejahteraan dari pemerintahnya. Ironisnya lagi, dana untuk membeli pesawat kepresidenan tersebut berasal dari hutang.
Menurut Uchok Sky, Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), pembelian pesawat senilai Rp 912 miliar ini telah melanggar hak subyektif rakyat berupa hilangnya hak konstitusional rakyat terhadap anggaran. Sesuai dengan UUD 1945, prioritas utama pengelolaan anggaran sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pembelian pesawat juga dinilai melanggar kewajiban hukum presiden untuk mensejahterakan seluruh rakyat.
Kalau SBY lebih memihak rakyat ketimbang membeli pesawat, maka uang senilai Rp 921 miliar ini bisa digunakan untuk membangun 9.121 rumah sederhana, atau untuk penyediaan jaminan kesehatan masyarakat sebanyak 11.060.969 penduduk miskin, atau bisa juga untuk memperbaiki 4.560 sekolah.
Lebih menyakitkan lagi, negeri ini terus menerus memusuhi kaum Muslimin, menuduh para pengemban dakwahnya sebagai teroris untuk kemudian menghukum mereka seberat-beratnya.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bahkan memberikan akses illegal kepada badan pemerintahan kafir Amerika, FBI (Federal Bureau of Investigation) di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) untuk menginterogasi para tahanan terutama tersangka “terorisme”. Kemenkumham atas ‘jasa’nya ini akan mendapatkan gelontoran dana dari AS sebesar 1 triliun per tahun.
Atas kebijakan yang sangat pro barat dan anti Islam ini, pengamat intelijen Umar Abduh, menganggap SBY adalah bagian dari budak Yahudi. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Umar Abduh kepada i-today pada (14/2/2012) lalu bahwa : “Pemerintahan SBY telah terlibat jauh dalam proyek teroris. Proyek ini jelas-jelas merupakan perang tingkat tinggi antara Yahudi dengan Islam. Jika Kemenkum HAM mengijinkan FBI berkiprah di Indonesia, bisa dikatakan Kemenkum HAM bagian dari Yahudi.”
Menurut Umar, proyek-proyek anti teroris yang dijalankan pemerintah merupakan bagian dari kerjasama Yahudi anti Islam. “Jika orang asing diberikan kesempatan mengawasi orang Indonesia, di mana kedaulatan Indonesia. Bantuan asing ditujukan untuk mengadudomba Islam dengan pemerintah”, dikutip i-today.
Umar yakin bahwa SBY adalah bagian dari budak Yahudi, “Jika SBY menyetujui kerjasama Indonesia dengan Amerika Serikat, dalam hal ini FBI, saya yakin SBY bagian dari budak Yahudi,” tegas Umar.
Di samping itu, sebagaimana diungkapkan oleh Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dalam bukunya Risalah Tauhid & Iman yang ditulisnya dari Bareskrim Mabes Polri, rezim SBY dan Densus 88 juga aktif memerangi kemurnian tauhid dan iman dengan cara “deradikalisasi” agar umat Islam bersikap lunak terhadap kemusyrikan dan kemungkaran sehingga pengamalan tauhid mereka bercampur dengan kemusyrikan dan iman mereka bercampur dengan kemungkaran dan ideologi kekafiran.
“Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (QS. Al Qolam : 8-9)
Bela FPI, Dukung Indonesia Tanpa JIL
Kekerasan adalah salah satu ‘kambing hitam’ yang sering digunakan oleh negara gagal Indonesia, untuk membelah cermin ketika terlihat keburukan mukanya. Kekerasan yang belakangan ini marak terjadi di negara gagal Indonesia, menarik perhatian dan komentar berbagai pihak, termasuk Menteri Agama.
Menariknya, Menteri Agama yang juga Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut mengatakan bahwa kegaduhan pasti akan menyertai ketika jalan yang dipilih oleh bangsa ini adalah demokrasi.
“Semua itu menciderai kerukunan dalam masyarakat, ketika demokrasi menjadi jalan yang dipilih oleh Indonesia, maka kegaduhan pasti menyertainya, karena pada demokrasi, setiap suara memiliki hak yang sama.”
Rusaknya sistem demokrasi dalam mengelola negeri ini semakin terkuak ketika atas nama kebebasan, segerombolan rasisme fanatisme anarkisme pimpinan Gubernur Kalteng, Teras Narang, bermaksud melakukan penghadangan, bahkan pembunuhan terhadap delegasi pimpinan Front Pembela Islam (FPI) yang akan melakukan acara dakwah di Kalimantan Tengah.
Tragedi ini menyulut api peperangan lebih besar lagi antara para pendukung kebebasan (anti syariat Islam) dengan umat Islam yang pro syariat Islam, yakni mendukung dan menghendaki dakwah, amar maruf nahi munkar, serta penerapan syariat Islam di negeri mayoritas Muslim ini.
Ironisnya, pemerintah gagal ini bersama media-media kafir sekuler ikut-ikutan bersuara, membuat makar, yang berujung kepada gerakan dan aksi untuk menolak FPI, menghasut FPI sebagai penebar kekerasan, dan akhirnya berujung kepada kampanye Indonesia Tanpa FPI.
Menurut Ketua Umum FPI, Habib Muhammad Riziq Syihab, ada skenario janggal berupa penyesatan opini publik bahwa seakan-akan keberadaan FPI di Kalteng dapat mengganggu kestabilan masyarakat terutama Suku Dayak. Padahal, selama ini FPI telah memiliki hubungan baik dengan berbagai suku Dayak se-Kalimantan.
Habib Rizieq mengaskan bahwa, ribuan massa penghadang yang berusaha membunuh Delegasi FPI bukanlah warga Dayak asli melainkan orang-orang binaan Gubernur Kalteng, Teras Narang cs, yang mengklaim sebagai suku Dayak.
Demi memenuhi ambisinya untuk membungkam Islam dan Kaum Muslimin, terutama karena mereka semua anti syariat Islam, maka muncul aksi segerombolan orang yang menamakan diri “Koalisi Rakyat Indonesia Tanpa FPI” yang menuntut pembubaran FPI karena dianggap pelaku kekerasan.
Lucunya, aksi mengatasnamakan masyarakat Indonesia ini hanya dilakukan oleh 43 orang saja, tidak lebih. Aksi anti syariat Islam ini ternyata terbukti dilakukan oleh gerombolan musuh-musuh Islam ekstrim, yakni kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) yang sering diplesetkan menjadi Jaringan Iblis Laknatullah.
Aksi Indonesia Tanpa FPI yang disponsori JIL di depan Plasa Indonesia (14/2/2012) hakikatnya adalah dukungan terhadap tindakan anarkis yang dilakukan para preman yang mengatasnamakan masyarakat Dayak yang mengancam akan membunuh empat pimpinan FPI Pusat di Palangkaraya, Kalteng, Sabtu lalu.
Mereka yang sepanjang aksi dari pukul 16.00 hingga 17.00 WIB meneriakkan Indonesia Tanpa FPI adalah Ulil Abshar Abdallah (JIL/Freedom Institute), Alissa Wahid (putri Gus Dur), Anis Hidayah (Migrant Care), Guntur Romli (JIL/Salihara), Hanung Bramantyo (sutradara liberal) dan Vivi Widyawati (LSM Perempuan Mahardika).
Ironisnya lagi, para peserta pendukung gerombolan JIL dalam aksi tolak FPI tersebut adalah para bencong, pria rambut gimbal bertato, cewek bertato dan perokok, serta sutradara yang rajin membuat film yang menusuk Islam dan kaum Muslimin. Jadi tidak keliru kalau dikatakan bahwa aksi Indonesia Tanpa FPI pada hakikatnya adalah gerombolan anti syariat Islam yang sangat benci dengan FPI karena FPI dikenal konsisten mendakwahkah syariat Islam dan penerapan syariat Islam.
Sementara itu, Ustadz Shobri Lubis, Sekjen DPP FPI dari Markas Pusat FPI di Jalan Petamburan 3, Jakarta pada Rabu malam(15/2) mengomentari aksi Indonesia Tanpa FPI yang dilakukan oleh gerombolan JIL.
“Itu kegedean berkoar-koar. Impiannya terlalu besar,” kata Ustadz Shobri Lubis kepada arrahmah.com.
Ustadz Shobri menambahkan, rakyat Indonesia sendiri sudah mengerti tentang tujuan dan tindak tanduk FPI, yang dalam aktivitasnya melakukan pembelaan terhadap masyarakat lemah dan terzholimi, meskipun tidak terekspos.
“Kami berjuang untuk membela kaum yang lemah, dan untuk menegakkan syari’at Islam,” ujarnya.
Ketua Bidang Nahi Munkar DPP FPI, Munarman menyebut aksi Indonesia Tanpa FPI hanyalah gerakan sekelompok orang yang kurang kerjaan.
“Biarain aja lah kami enggak ada urusan. Itu demo orang kurang kerjaan,” ujar Juru Bicara FPI Munarman, Selasa (14/2). Menurut Munarman, para pendemo tidak konsisten dengan semangat antikekerasan.
“Mereka mendukung Indonesia tanpa FPI, berarti mereka mendukung terjadinya aksi kekerasan dan kebrutalan itu. Apa mereka tidak lihat preman-preman itu masuk bandara bawa-bawa senjata tajam?” Mereka yang berdemo itu dalam Islam masuk kategori orang-orang munafik dan tidak konsisten,” tandasnya.
Semua butuh FPI, Indonesia lebih baik tanpa JIL
Gerakan Indonesia Butuh FPI. Kirimkan dukungan untuk FPI (Front Pembela Islam) dengan cara ketik Indonesia Butuh FPI, dan seterusnya. Demikian trend topik yang sedang marak di jejaring sosial negeri ini yang menunjukkan dukungan umat Islam yang cinta dan rindu dengan syariat Islam.
Sebaliknya, bermunculan pula penolakan umat Islam kepada JIL (Jaringan Islam Liberal). Fauzi Baadilla, seorang pemain film dan sinetron serta model iklan dan model video klip melakukan penolakan terhadap liberalisme dengan mengatakan “Indonesia Tanpa JIL”, dalam sebuah video yang diunggah di jejaring sosial.
Video yang berdurasi 32 detik tersebut diunggah dalam sebuah Fans Page Facebook dengan nama #IndonesiaTanpaJIL dan diberi judul “Fauzi Baadila for #IndonesiaTanpaJIL !“. Video diawali dengan kemunculan Fauzi Baadila yang mengucapkan “Indonesia Tanpa JIL” seraya mengacungkan jari telunjuknya.
Kemudian video dengan latarbelakang suasana jalanan tersebut memunculkan tulisan “Karena Indonesia Lebih Asik Tanpa JIL (Jaringan Islam Liberal)”, dan ditutup dengan tulisan #IndonesiaTanpaJIL serta logo Twitter dan Facebook.
Gerakan Indonesia Tanpa JIL di jejaring sosial ini kabarnya sudah menembus angka dukungan 1000 pengguna sekitar pukul 11.00 WIB, Senin Siang (20/2/2012). Gerakan Indonesia Tanpa JIL sebelumnya marak di twitterland setelah adanya gerakan para aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL), yang mengusung Gerakan Indonesia Tanpa FPI. Pertarungan al haq (kebenaran) melawan al batil (kesesatan) rupanya marak pula di dunia maya, selain di dunia nyata.
Dahsyatnya lagi, dukungan untuk FPI ternyata tidak melulu dari umat Islam dan kaum Muslimin saja, melainkan juga datang dari penganut Kristiani. Ada sebuah tulisan dari seorang Kristiani yang berjudul “Saya, seorang Kristian Mendukung FPI”, yang dikutip dari kompasiana.com: Berikut sedikit kutipannya, pada bagian akhir.
Saya jadi teringat ketika ada demo penolakan FPI di bundaran HI. Kebanyakan dari peserta demo adalah kamum gay, lesbian, tuna susila, dan semacamnya. Wajar jika mereka menolak FPI, karena memang status mereka bertentangan dengan agama. Dan kagetnya lagi, saya mendapat info bahwa penggerak demo Penolakan FPI adalah Ulil Abshar Abdalla, fungsionaris partai Demokrat yang sedang terjerat kasus korupsi dan disebut-sebut juga sebagai anggota JIL [Jaringan Islam liberal]. Wow. Pantas saja Ulil Abshar Abdalla menggerakkan massa untuk menolak keberadaan FPI, karena FPI telah mencatut namanya sebagai salah satu oknum yang bersembunyi di Partai yang kebanyakan anggotanya sedang terjerat kasus korupsi. Tentang berita penolakan FPI di Palangkaraya, itu juga disebut-sebut sebagai upaya Ulil Abshar Abdalla untuk ‘memusnahkan’ FPI dari dunia ini. Padahal warga Dayak sendiri yang meminta FPI berdiri di Kalteng
Saya sebagai penganut Katholik, mendukung upaya FPI untuk memerangi kejahatan.
Penulis: Lia Christine
Dari kalangan kaum Muslimin, dukungan untuk FPI terus mengalir, dari kelompok dakwah, ormas, para ustadz, baik disampaikan secara langsung maupun tidak. Hal ini karena seluruh kaum Muslimin mencintai FPI, cinta syariat Islam dan karena setiap Muslim adalah bersaudara.
KH. Muhammad Arifin Ilham, seorang Ustadz lembut pemimpin Majelis Dzikir Az-Zikra, menegaskan dukungannya terhadap Front Pembela Islam (FPI), dengan menulis pernyataan di halaman akun Facebook beliau pada hari Kamis (16/2/2012) yang berisi pernyataan dukungan terhadap FPI dan kritikan terhadap oknum pejabat dan media sekuler yang mendukung kemaksiatan dan menyebarkan berita fitnah seakan FPI anarkis.
” FPI dalam tubuh umat Islam Indonesia laksana TANGAN,” tegas Ustadz.
Selain itu, Ustadz juga mengecam kelompok yang ingin membubarkan FPI dan membiarkan kemaksiatan merajalela, “siapa yg ingin membubarkan FPI?…kebebasan macam apa yg dinginkan? Ingat!, kalau ma’siyat & kemungkaran dibiarkan merajalela ‘fahaaqqo alaihal qoul’ adzab ALLAH akan turun sbgm minimpa kaum Aad, Tsamud, kaum homo dsb (QS 17 : 16,17), apa terus dibiarkan saat hukum sudah bisa “beli” hancurlah negeri ini,” ujar Ustadz Arifin.
Dari Solo, dukungan untuk FPI dilakukan oleh Solidaritas Muslim Surakarta yang mendatangi Polresta Surakarta, Kamis (16/2/2012). Perwakilan massa dari LUIS diterima oleh Wakapolres AKBP Ahmad Lutfi SH yang kemudian turut menyampakan beberapa bukti aksi anarkisme yang dilakukan Dayak Kafir dalam pengusiran dan percobaan pembunuhan terhadap pimpinan FPI. Aksi diakhiri dengan pembacaan surat pernyataan sikap.
Dari Jakarta, Forum Umat Islam (FUI) juga bereaksi mengutuk percobaan pembunuhan pengurus FPI Pusat di Kalimantan Tengah. Melalui Sekjennya, KH. Muhammad Al Khaththath, FUI mengeluarkan secara resmi pernyataan sikapnya pada hari Senin 21 Robi’ul Awwal 1433 H atau bertepatan dengan tanggal 13 Februari 2012 M.
Dalam salah satu butir pernyataannya, FUI mengutuk tindakan gerombolan yang mengatasnamakan suku Dayak yang telah mengepung pesawat dan mengacung-acungkan senjata untuk membunuh empat pimpinan FPI yang ada di dalam pesawat, bahkan mengejar ke Kuala Kapuas untuk mengusir dan hendak membunuh mereka serta membakar rumah/panggung Tabligh Akbar.
Di akhir pernyataan, FUI meminta semua pimpinan ormas dan lembaga Islam serta semua komponan umat Islam untuk memberikan simpati dan dukungan kepada FPI agar tetap melanjutkan dakwah dan amar makruf nahi munkar di seluruh wilayah NKRI, termasuk Kalimantan Tengah.
Sementara itu, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyatakan menolak upaya pembubaran Front Pembela Islam (FPI) yang sedang diopinikan oleh sekelompok kecil masyarakat.
“Hizbut Tahrir pada satu sisi memang tidak setuju dengan kekerasan, tapi kalau FPI dibubarkan dengan alasan kekerasan kami tidak setuju,” ujar Ketua Umum HTI, Ustadz Muhammad Rahmat Kurnia di Jakarta, Rabu (15/2).
Menurutnya isu pembubaran tersebut harus segera dihentikan, karena hanya upaya pihak tertentu untuk menggunakan momentum peristiwa di Kalimantan untuk memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu.
“Harus direm itu, hentikan isu pembubaran. Karena ini hanya momentum kasus Kalimantan. Ini momentum yang diangkat untuk membubarkan ormas, karena ini sudah dari dulu. Kalau tidak, ini saya lihat eskalasinya akan meningkat. Kenapa? Pasti nanti akan ada perlawanan dari internal FPI.”
Dari Bogor, Forum Sillah Ukhuwah Antar Pemuda Islam (FOS ARMI) menyatakan secara resmi dukungan terhadap FPI dan menolak dengan tegas pembubaran FPI. Di akhir dukungannya kepada FPI, FOS ARMI menghimbau agar seharusnya setiap Umat Islam mendukung dan membela FPI dan tidak mendengarkan orang-orang kafir. FPI adalah pembela Umat Islam dan memberantas kemaksiatan tanpa gentar. Kami menyeru kepada pemuda-pemudi Muslim untuk mendukung saudara-saudara di FPI dan dan bangkit bersama FPI untuk menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan tidak terpengaruh oleh media-media sekuler-liberal.
Bahkan dari penjara Kabareskrim, Mabes Polri di Jakarta, dukungan juga mengalir untuk FPI, yakni dari Ustadz Abu Bakar Ba’asyir (ABB). Ustadz ABB mengomentari penghadangan dayak kafir kepada para ustadz Front Pembela Islam (FPI) yang hendak berkunjung ke Palangkaraya dan Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah untuk urusan dakwah, Sabtu (11/2).
Menurut beliau, sebagaimana dikutip dari halaman Facebook Ustadz Hasyim Abdullah, “Peristiwa penghadangan terhadap FPI ini adalah bentuk penghinaan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap Islam. Kejadian ini sebagai peringatan dari Alloh ta’alaa untuk yang kesekian kalinya agar umat islam sadar dari kekeliruannya selama ini.
Umat Islam akan selalu terkena fitnah dan terus menerus di dzolimi oleh orang-orang kafir, selama umat Islam tidak mempunyai “Negara Islam/Daulah Islamiyyah.” yang melindungi dirinya dari fitnah-fitnah dan kedzoliman-kedzoliman yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan antek-anteknya.
Sudah saatnya umat Islam bangkit berjihad memperjuangkan tegaknya Negara Islam. Oleh karenanya kita harus tegas menyampaikan hal ini. Tujuan perjuangan kita hanya satu, tegaknya Negara Islam/Daulah Islamiyyah. Ini harga mati tidak ada kompromi lagi.”
Jadi, kalau negara sudah gagal, buruk mukanya, jangan cermin yang dibelah! Segera gantikan negara gagal tersebut dengan sistem negara yang diturunkan oleh Allah SWT., sistem kenegaraan yang berdasarkan syariat Islam dan menerapkan syariat Islam secara kaffah (sempurna). Saat itulah, rahmat bagi alam semesta akan terwujud. Allahu Akbar!
(M Fachry/arrahmah.com)