Weekly Report – Sempat tidak diketahui publik, Rancangan Undang- Undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG) yang kini sedang alot dibahas di legislatif, hampir saja melaju mulus digodok tanpa mendapat perhatian umat. Beruntungnya beberapa tokoh yang concern menggeluti pemikiran Islam, menginterupsi perjalanan RUU tersebut agar diketahui publik dan dapat dilawan pengesahannya.
Dalam RUU KKG ini, sangat kental dengan penetrasi ideologi feminisme yang mencoba menghancurkan sendi-sendi hak dan kewajiban kaum pria serta wanita dalam pandangan syar’i melalui pengarus utamaan gender.
Jika, RUU KKG ini berhasil disahkan dampaknya bukan main luar biasa terhadap struktur interaksi pria dan wanita, bahkan menyerang secara langsung syari’at Islam yang memiliki pola aturan tersendiri untuk mengatur peran dan tugas pokok kaum pria dan wanita.
Menurut Henri Salahuddin, salah seorang tokoh Pendiri MIUMI, pengesahan RUU KKG akan melahirkan permasalahan baru yang lebih berat. RUU KKG bukan menjadi solusi bagi pemberdayaan kaum hawa, tapi justru pemaksaan terhadap kaum wanita untuk turun ke ranah publik layaknya kaum laki-laki. Padahal dalam Islam yang berkewajiban mencari nafkah adalah laki-laki. Bukan wanita. Karenanya, aktivis feminis disinyalir tidak pernah bahagia dalam kehidupan rumah tangga. Karena kodrat kaum wanita memang tercipta berbeda dengan kaum laki-laki.
“Kalau semuanya dituntut sama dengan kaum laki-laki, saya yakin kaum feminis ini adalah orang-orang yang tidak pernah menikmati suasana romantis (bahagia) dalam berumah tangga. Karena, istri bakal menuntut suami sama dengan dirinya. Jadi, laki-laki harus hamil dan mengalami yang namanya haid dan nifas supaya setara dan sama persis dengan kaum perempuan. Lama-lama, lihat laki-laki (maaf) kencing berdiri perempuan juga mau buang air kecil sambil berdiri,” ujar Henri berkelakar.
Sementara itu pegiat INSIST, Dr. Adian Husaini menggaris bawahi RUU KKG, setidaknya ada tiga (3) alasan yang perlu dikritisi dari RUU KKG tersebut.
Pertama, terkait definisi “gender” dalam RUU ini sudah bertentangan dengan konsep Islam tentang peran dan kedudukan perempuan dalam Islam. RUU ini mendefinisikan gender sebagai berikut: “Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.” (pasal 1:1).
Definisi gender seperti itu adalah sangat keliru. Sebab, menurut konsep Islam, tugas, peran, dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki baik dalam keluarga (ruang domestik) maupun di masyarakat (ruang publik) didasarkan pada wahyu Allah, dan tidak semuanya merupakan produk budaya.
Kedua, terkait RUU Gender sangat western-oriented. Para pegiat kesetaraan gender biasanya berpikir, bahwa apa yang mereka terima dari Barat – termasuk konsep gender WHO dan UNDP – harus ditelan begitu saja, karena bersifat universal. Mereka kurang kritis dalam melihat fakta sejarah perempuan di Barat dan lahirnya gerakan feminisme serta kesetaraan gender yang berakar pada “trauma sejarah” penindasan perempuan di era Yunani kuno dan era dominasi Kristen abad pertengahan.
Ketiga, RUU Gender ini sangat SEKULAR. RUU ini membuang dimensi akhirat dan dimensi ibadah dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan. Peradaban sekular tidak memiliki konsep tanggung jawab akhirat. Bagi mereka segala urusan selesai di dunia ini saja. Karena itu, dalam perspektif sekular, “keadilan” hanya diukur dari perspektif dunia. Bagi mereka tidaklah adil jika laki-laki boleh poligami dan wanita tidak boleh poliandri. Bagi mereka, adalah tidak adil, jika istri keluar rumah harus seijin suami, sedangkan suami boleh keluar rumah tanpa izin istri.
Dalam Isu gender ada 4 hal yang biasanya diperjuangkan oleh aktifis gender dan dirasa mampu merubah nasib kaum perempuan. Yaitu;
- Laki-laki dan perempuan sama.
- Ketidaksetaraan gender merugikan perempuan.
- Liberalisasi perempuan akan memajukan perempuan.
- menolak institusi keluarga dan sistem patriarki(simbol dominasi laki-laki terhadap perempuan)
Untuk memahami batilnya ideologi ini, perlu nampaknya kita mengetahui akar sejarah dan proses kelahiran Ideologi feminisme, yang melatar belakangi penggiat gender untuk memperjuangkan RUU KKG, karena sebagaian umat Islam masih memandang bahwa feminisme tidak bertentangan bahkan sesuai dengan Islam.
PENGERTIAN FEMINISME
Feminisme atau yang sering dikenal dengan sebutan emansipasi berasal dari bahasa latin yang berarti perempuan.Menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dandalam keluarga, serta tindakan sadar perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaantersebut. Sedangkan menurut Yunahar Ilyas, feminisme adalah kesadaran akan ketidakadilan jender yang menimpa kaum perempuan, baik dalam keluarga maupun masyarakat, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun lelaki untuk mengubah ke adaan tersebut. Ada tiga ciri feminisme, yaitu :
- Menyadari akan adanya ketidak adilan gender
- Memaknai bahwa gender bukan seb agai sifat kodrati
- Memperjuangkan adanya persamaan hak.
SEJARAH FEMINISME
Sejarah kelahiran feminisme beriringan dengan kelahiran Era pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda pada tahun 1785. Menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatiandari para perempuan kulit putih di Eropa.
Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood. Kata feminisme dikreasikan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun 1837. Pergerakan center Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi John Stuart Mill, the Subjection of Women (1869).
Perjuangan mereka menandai kelahiran feminisme Pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Sejarah duniamenunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) khususnya dalam masyarakat yang patriarki sifatnya.
Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum ini biasanya memang lebih inferior ketimbang apa yangdapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi Agrariscenderung menempatkan kaum laki-laki didepan, di luar rumah dan kaum perempuan dirumah.
Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropadan terjadinya Revolusi Perancis di abad ke-XVIII yang gemanya kemudian melanda Amerika Serikat dan ke seluruh dunia.Dari latar belakang demikianlah di Eropa berkembang gerakan untuk ´menaikkan derajat kaum perempuan´ tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulaimencuat.
Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of the Right of Woman yang isinya dapat dikata meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka diberi kesempatanikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki.
Secara umum pada gelombang pertama dan kedua hal-hal berikut ini yang menjadi momentum perjuangannya: gender inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan seksualitas.
Gerakan feminisme adalah gerakan pembebasan perempuan dari: rasisme, stereotyping, seksisme, penindasan perempuan, dan phalogosentrisme.Setelah berakhirnya perang dunia kedua, ditandai dengan lahirnya negara-negarabaru yang terbebas dari penjajah Eropa, lahirlah Feminisme Gelombang Kedua pada tahun1960. Dengan puncak diikutsertakannya perempuan dalam hak suara parlemen.
Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut mendiami ranah politik kenegaraan.Dalam gelombang kedua ini dipelopori oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous (seorang Yahudi kelahiran Algeria Yang kemudian menetap diPerancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang kemudian menetap di Perancis)bersamaan dengan kelahiran dekonstruksionis, Derrida. Dalam the Laugh of the Medusa,Cixous mengkritik Logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin.
Sebagai bukan white-Anglo-American-Feminist, dia menolak esensialisme yang sedang marak di Amerika pada waktu itu. Julia Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacanapos-strukturalis yang sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida. Secara lebih spesifik,banyak feminis-individualis kulit putih, meskipun tidak semua, mengarahkan obyek penelitiannya pada perempuan-perempuan dunia ketiga. Meliputi Afrika, Asia dan Amerika Selatan.
Dalam berbagai penelitian tersebut, telah terjadi tuntutan universalisme perempuan sebelum memasuki konteks relasi sosial, agama, ras dan budaya. Spivak membongkar tiga teks karya sastra Barat yang identik dengan tidak adanya kesadaran sejarah kolonialisme.Mohanty membongkar beberapa peneliti feminis barat yang menjebak perempuan sebagai obyek. Dan Bell Hock mengkritik teori feminisme Amerika sebagai sekedar kebangkitananglo-white-american-feminism karena tidak mampu mengakomodir kehadiran black-female dalam kelahirannya.
Banyak kasus menempatkan perempuan dunia ketiga dalam konteks “all women”. Dengan apropriasi bahwa semua perempuan adalah sama. Dalam beberapa karya sastranovelis perempuan kulit putih yang ikut dalam perjuangan feminisme masih terdapat lubanghitam, yaitu: tidak adanya representasi perempuan budak dari tanah jajahan sebagai Subyek. Penggambaran pejuang feminisme adalah yang masih mempertahankan posisi budak sebagai yang mengasuh bayi dan budak pembantu dirumah-rumah kulit putih. Perempuan dunia ketiga tenggelam sebagai Subaltern yang tidak memiliki politik agensi selama sebelum dan sesudah perang dunia kedua.
Selama sebelum PD II, banyak pejuang tanah terjajah Eropa yang lebih mementingkan kemerdekaan bagi laki-laki saja. Terbukti kebangkitan semua Negara-negara terjajah dipimpin oleh elit nasionalis dari kalangan pendidikan, politik dan militer yang kesemuanya adalah laki-laki. Pada era itukelahiran feminisme gelombang kedua mengalami puncaknya.
Tetapi perempuan dunia ketiga masih dalam kelompok yang bisu. Dengan keberhasilan gelombang kedua ini, perempuan dunia pertama melihat bahwamereka perlu menyelamatkan perempuan-perempuan dunia ketiga, dengan asumsi bahwasemua perempuan adalah sama. Dengan asumsi ini, perempuan dunia ketiga menjadi obyek analisis yang dipisah dari sejarah kolonialisasi, rasisme, seksisme, dan relasi sosial.
Ragam Feminisme
Para pelopor gerakan feminisme memandang kebebasan dan persamaan hak perempuan dan laki-laki sebagai penyempurnaan dan pencapaian tujuan gerakan hak asasi manusia. Mereka percaya bahwa segala kesulitan di dalam keluarga timbul, karena tidak adanya kebebasan perempuan, dan karena perbedaan hak mereka dengan laki-laki. Bila persamaan hak tersebut dipenuhi, maka seluruh kesulitan dalam keluarga akan terpecahkan. Perbedaan perspektif tersebut melahirkan- sejauh ini- 4 aliran besar, yakni :
- Feminisme Liberal.
- Feminisme Radikal.
- Feminisme Marxis.
- Feminisme sosialis.
- Dan sejumlah aliran Feminisme lain, seperti Psikoanalisis dan gender, eksistensialis, anarkis, postmodern, Multi cultural dan global, Theologis, Feminisme kegemukan, dan Ekofeminisme.
Wajah buruk Feminisme
Liberalisasi perempuan telah merubah banyak hal dalam wajah peradaban manusia, diantaranya meningkatnya kelas pekerja wanita ,dan munculnya pemimpin-pemimpin perempuan ke pentas politk nasional ataupun dunia akibat didorangnya isu tersebut.
Akan tetapi, liberalisasi perempuan atau emansipasi wanita yang berangkat dari feminisme ini, tidak serta merta memberikan solusi positif terhadap kemajuan wanita. Sebaliknya menyisakan banyak persoalan baru setelah sebelumnya tidak menyelesaikan masalah yang lama.
Secara tidak langsung akibat liberalisasi gender ini, wanita terjebak dalam eksploitasi pasar, hancurnya struktur rumah tangga, fenomena free sex, samen leven, menolak menikah, anak-anak broken home, anak-anak single parent dan pelecehan seksual banyak terjadi. Hingga, kesengsaraan menyapa dihari tua, dengan memenuhi panti-panti jompo.
Perempuan dalam pandangan Islam
Sebagai Dien (sistem, religi, metode hidup) yang sempurna, Islam mengatur hubungan dan peran antara pria dan wanita dengan sangat adil —keadilan yang dimaknai syari’at sebagai proporsionalitas bukan sebagai sama rata sama rasa— melalui wahyu dan Sunnah Rasulullah saw. Dimana, Allah swt mengetahui hakikat kaum perempuan, maka kaum wanita ditempatkan pada posisi yang layak demi kepentingan dan kebahagiaan mereka di dunia maupun di akhirat. Karena itu, kalau kita dalami konsep Islam, sesungguhnya yang menarik adalah bahwa surga bagi wanita lebih mudah untuk dicapai daripada kaum pria. Seperti dialog yang terjadi antara Asma’ binti Sakan dengan Rasulullah saw. Asma’ berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah Engkau diutus oleh Allah untuk kaum pria dan juga wanita. Mengapa sejumlah syariat lebih berpihak kepada kaum pria? Mereka diwajibkan jihad, kami tidak. Malah, kami mengurus harta dan anak mereka di kala mereka sedang berjihad. Mereka diwajibkan melaksanakan shalat Jum’at, kami tidak. Mereka diperintahkan mengantar jenazah, sedangkan kami tidak.” Rasulullah saw. tertegun atas pertanyaan wanita ini sambil berkata kepada para shahabatnya,
“Perhatikan! betapa bagusnya pertanyaan wanita ini.” Beliau melanjutkan, “Wahai Asma’! sampaikan jawaban kami kepada seluruh wanita di belakangmu, yaitu apabila kalian bertanggung jawab dalam berumah tangga dan taat kepada suami, kalian dapatkan semua pahala kaum pria itu.”
Perempuan dalam perspektif Islam mempunyai dua dimensi persamaan dan perbedaan dengan kaum Adam.
1. Kesamaan Kedudukan Perempuan dengan Laki-laki
Pada dasarnya, dalam islam tidak mengenal perbedaan kedudukan antara laku-lakidan perempuan, mereka semua dianggap sama dimata Allah, meraka memiliki potensi yang sama untuk menjadi Khalifah Allah. Secara fundamental Manusia dibedakan oleh Allah dari sisi ketaqwaannya. Pada saat penciptaan manusia pun, mereka berasal dari jenis yang sama dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan keturunannya, dalam sebuah hadits dijelaskan
“Bahwasannya para wanita itu saudara kandung para pria” (HR. Ahmad, Abu Daud,dan Tirmidzi)
Kesamaan lain antara perempuan dan laki -laki adalah kesamaan mereka dalam menerima hukuman ketika mereka melakukan sebuah kesalahan dan kesamaan balasanketika mereka ada di akhirat kelak. Dalam Q.S. al-Mu’min ayat 40 dijelaskan bahwa:
“Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka ia tidak akan dibalas melainkansebanding dengan kejahatan itu. Dan, barangsiapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akanmasuk surga, diberi rizki di dalamnya tanpa terhitung”
Meski memiliki kesamaan dalam beberapa hal, perempuan dan laki-laki juga memiliki perbedaan.
2. Perbedaan Perempuan dengan Laki-laki
Dijelaskan sebelumnya bahwasannya ada banyak kesamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dari sudut pandang islam. Namun ada banyak perbedaan antara perempuan dan laki-laki.Perbedaan antara perempuan dan laki-laki dapat dilihat dalam berbagai sudutpandang. Perbedaan tersebut terbagi menjadi dua hal, yaituperbedaan biologis dan perbedaan fungsional dalam hal kehidupan sosial.
Perbedaan biologis dari keduanya dapat muncul perbedaan fungsional. Bila dikaitkan dengan proses reproduksi, laki-laki berperan sebagai pemberi bibit, sedangkan perempuan berperan sebagai penampung dan pengembang bibit tersebut. Dari perbedaan di atas muncul perbedaan kedudukan posisi mereka dalam berkeluarga. Laki-laki diberi kedudukan sebagai kepala keluarga, laki-laki juga bertugas sebagai pencarinafkah untuk menafkahi kehidupan istri dan anak-anaknya. Perempuan dalam keluargabertugas sebagai penanggung jawab dalam urusan rumah tangga dan mendidik anak.Perasaan perempuan yang lembut, membuat mereka sangat berperan penting dalam halpemeliharaan dan pengasuhan anak. Dijelaskan dalam al-Qu’ran surat At-Tahrim ayat 6 bahwa :
“Hai orang -orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yangkasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nyakepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Dalam hal aurat, batasan aurat antara laki-laki dan perempuan juga berbeda. Bagi laki-laki aurat mereka hanya antara pusar sampai lutut. Sedangkan untuk perempuan,aurat mereka adalah seluruh tubuh mereka kecuali wajah dan telapak tangannya. Dalam ibadah, laki-laki diwajibkan untuk melaksanakan shalat jum’at dan mereka selalu menjadi imam saat melakukan shalat. Sedangkan perempuan, mereka hanya disunnahkan saja untuk melakukan sholat jum’at, dan apabila ada laki-laki mereka diharamkan untuk menjadi imam dalam shalat.
Dalam hak sipil pembagian harta warisan, jatah laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Selain itu, dalam hukum islam mereka mendapatkan hukum-hukum yang dikhususkan bagi mereka, seperti hukum tentang haid, iddah, kehamilan, dan sebagainya. Meskipun perempuan dalam keluarga tidak mendapatkan kewajiban untuk mencari nafkah, namun islam memperbolehkan mereka untuk berkarir, namun hasil pendapatan mereka tidak boleh digunakan untuk menghidupi keluarga. Namun dalam berkarier mereka tidak boleh terlalu focus dalam berkarier sehingga membuat mereka lupa akan mengurus rumah tangga yang seharusnya menjadi kewajiban utama mereka.
Setidaknya, posisi wanita didalam Islam sebagai hamba Allah, memiliki kesamaan dengan pria dalam keimanan, balasan amal perbuatan, dan wanita juga memiliki posisi sebagai pendamping kaum pria tersebut.
Hak-Hak wanita dalam Islam
Islam juga memberikan hak-hak istimewa kepada kaum hawa diantaranya ialah :
-
Hak profesi, dalam pekerjaan perempuan juga mempunyai hak didalamnya. Namun para ulamafikih memberikan batasan-batasan untuk perempuan, dalam keadaan apa sajamereka dapat melakukan pekerjaan diluar rumah, Ketika rumah tangga memerlukan biaya untuk pengeluaran kebutuhan primer dan sekunder. Jika suami telah meninggal dunia atau sedang sakit dan rumah tangga sudah tidak memiliki pendapatan lain selain dari suami, serta sudahtidak ada lagi yang bisa menolong kebutuhan rumah tangga mereka, maka seorang istri diperbolehkan bekerja diluar rumah dengan pekerjaan-pekerjaan yang tentunya diperbolehkan menurut syara’
-
Hak sipil, didalam Islam perempuan juga diberikan hak untuk memiliki harta, mengaturnya, dan mengelolanya sendiri, serta hak-hak sipil lainnya.
-
Hak Politik, sebagian kalangan memasukkan adanya hak beraktifitas politik kepada kaum wanita.
-
Hak berumah tangga, perempuan berhak membangun rumah tangga, menentukan pendamping hidup dan menolak pinangan yang diajukan keluarga jika ia merasa kurang berkenan.
-
Hak belajar dan mendapatkan pendidikan.
-
Hak berpendapat, hak untuk mengutarakan ide dalam rumah tangga atau kehidupan sehari-hari.
Posisi Ibu rumah tangga yang selama ini, dipojokkan sebagai pihak tertuduh kemunduran kaum perempuan oleh para feminis, ternyata menjadi ibu rumah tangga merupakan tempat yang sebenarnya menghidupkan perempuan itu sendiri . Kemajuan suatu peradaban tidak bisa dilepaskan oleh hasil buah tangan pendidikan yang baik.
Pendidikan yang terbaik itu lah berangkat dari situasi keluarga dan struktur rumah tangga yang baik pula, dimana ibu rumah tangga mempunyai peran sentral dalam menciptakan iklim yang kondusif tersebut.
Faktor tersebutlah, yang membuat Islam memposisikan wanita lebih banyak berperan di rumah. Karena, semata-mata ingin memposisikan terhormat dan memajukan wanita itu sendiri, serta memajukan peradaban .
Ulah Demokrasi
Manuver-manuver politik yang dilakukan kaum feminis di negeri ini, tidak lain dan tidak bukan berangkat dari kesempatan yang diberikan oleh sistem demokrasi yang dianut negeri ini. Demokrasi yang mendeklarasikan dirinya ‘menuhankan rakyat’ (dikenal dengan slogan Vox populi vox dei) memiliki ruh kebebasan radikal dan kesetaraan yang bablas. Inilah yang membuat percaya diri kaum feminis untuk memperjuangkan pemikiran mereka, karena mereka merasa anak kandung dari demokrasi itu sendiri.
Fenomena tersebut, menjadi pelajaran penting bagi umat islam, akan urgensinya kehadiran Daulah Islamiyah ditengah-tengah mereka. Sebab, dalam kerangka daulah Islamiyah pemikiran yang jelas mencoba mengkudeta eksistensi syari’at islam, tidak akan mungkin dapat maju hingga sampai ke lembaga tinggi disuatu negara.
Pemikiran seperti itu akan segera dieliminasi ketika masih dalam fase embrio melalui tarbiyah Islamiyah dan amar ma’ruf anhi munkar, sebab salah satu fungsi utama daulah Islam ialah menjaga agama (al muhafazhah ala ad-din) dari kerusakan aqidah akibat serangan-serangan ideologi, pemikiran, dan pemahaman batil melalui ghazwul fikr.
Wallahu a’lam bishshowab
(bilal/arrahmah.com)