SURIAH (Arrahmah.com) – Hingga kini tercatat lebih dari empat juta warga Suriah mengungsi dari tanah kelahirannya. Mereka menghindari perang brutal yang telah berlangsung selama lebih dari empat tahun. Akan tetapi sekitar 12,2 juta warga lainnya masih bertahan di Suriah.
Pada Senin (7/8/2015), sumber Middle East Update (MEU) berhasil menjalin kontak dengan seorang warga asli Suriah yang saat ini masih bertahan tinggal di Aleppo. Sebuah wawancara singkat berkaitan dengan jutaan warga Suriah yang mengungsi dan alasan yang membuat ia masih bertahan tinggal di Suriah pun berlangsung.
Wawancara tersebut dilakukan untuk memperluas sudut pandang dunia terhadap kondisi riil warga Suriah di lapangan. Tanpa bermaksud untuk mengecam pilihan para pengungsi, wawancara ini menunjukkan sudut pandang dari mereka yang memilih tinggal di tengah peperangan. Harapannya, kita sebagai saudara sesama muslim tetap dapat menunaikan kewajiban untuk memberi bantuan pada saudara kita, baik kepada para pengungsi, juga kepada mereka yang bertahan dan melawan.
Narasumber saat ini tinggal di Propinsi Aleppo, ia bekerja sebagai guru dan juga relawan tim medis. Nama dan identitas lain tetap dirahasiakan.
Berikut terjemahan dari wawancara singkat MEU yang dipublikasikan ALN pada Selasa (8/9).
Q : “Mengapa Anda memilih bertahan tinggal di Suriah dan tidak pergi mengungsi?”
A : “Kau sedang bercanda denganku ?”
Q : “Tidak,saya serius bertanya, karena pada keyataannya jutaan warga Suriah telah mengungsi.”
A : “Mungkin saya tidak bisa bertempur, tapi saya tidak akan meninggalkan bumi Jihad.”
Q : “Ya, itulah jawaban yang ingin saya dengar. Sebuah alasan yang membuat Anda bertahan tinggal di Suriah, dimana jutaan orang telah memilih untuk menjadi pengungsi. Apakah menjadi pengungsi adalah sesuatu hal yang memalukan ?”
A: “Ya, itu memalukan. Sejak dua tahun yang lalu saya mendapat pekerjaan di Turki, dan saya bisa pergi kapan saja. Tapi saya tidak bisa meninggalkan Negara saya.”
Q : “Apakah Anda tidak merasa khawatir dengan keselamatan keluarga Anda ?”
A: ” Tidak. Karena keselamatan bukanlah kuasa kami, Allah lah yang akan menjaga kami.”
Q : ” Sungguh jawaban yang luar biasa..Maasyaa Allah…Saya tidak yakin apakah saya bisa bertahan jika saya ada di posisi Anda.”
A : “Itu adalah jawaban yang normal untuk setiap Muslim.”
Q : ” Dan untuk jutaan orang yang memilih untuk menjadi pengungsi, mereka pasti punya jawaban yang berbeda. Dan saya menghormati pilihan mereka, saya paham situasi disana sangat mengerikan.”
A : ” Apakah Anda setuju dengan mereka ?”
Q : ” Saya tidak sepenuhnya setuju. Setiap orang punya daya tahan berbeda dalam menghadapi masalah. Tapi saya jauh lebih setuju dengan orang-orang yang memilih tinggal dan berjuang, mereka lebih terhormat dan begitulah seharusnya seorang Muslim, memenuhi panggilan Jihad.”
A : ” Bagi kami, kami tidak akan memaafkan siapapun yang mampu untuk berjihad dan membantu tapi pergi untuk mencari keselamatan mereka sendiri, atau pergi untuk mencari uang.”
Q : “Apakah satu-satunya alasan mereka mengungsi hanya untuk “uang” ? Bukankan mereka pergi untuk menjaga keselamatan keluarganya ? Dan bagiamana dengan anak-anak dan wanita yang memilih mengungsi, apakah mereka juga tidak dimaafkan ?”
A : ” Khawatir akan keselamatan berarti tidak yakin kepada Allah. Hal ini tidak berlaku untuk wanita dan anak-anak. Kecaman ini berlaku untuk para pemuda yang pergi meninggalkan kami disaat yang sulit dengan alasan untuk mencari pekerjaan, uang atau bahkan melanjutkan pendidikan.”
Allahu akbar. Allahul Musta’an. (adibahasan/arrahmah.com)