Hanya beberapa jam sebelum sebuah serangan menggugurkan seluruh pimpinan salah satu kelompok jihad paling kuat di Suriah, Ahrar As-Syam, pemimpin Ahrar As-Syam sempat menghabiskan empat jam waktunya berbicara dengan Yvonne Ridley, jurnalis senior Inggris yang memeluk Islam setelah mendapatkan pengalaman berharga ditawan oleh Mujahidin Taliban.
Kepada Ridley, Syaikh Hassan Abboud menyampaikan tentang visinya untuk masa depan. Berikut hasil wawancara dengan beliau yang dirilis oleh MEMO pada Senin (22/9/2014) dan diterjemahkan oleh tim Muqawamah Media pada Jum’at (28/9) tersebut.
***
Syaikh Hassan Abboud seperti biasa, selalu optimis selama percakapan kami, bahkan ketika dikunjungi pada saat yang perang tak henti-hentinya melawan pasukan rezim Suriah, sementara secara bersamaan mencoba untuk menghalau serangan oleh kelompok IS (ISIS). Selama diskusi kami, beliau mengakui bahwa merupakan hal yang sulit untuk membuat kemajuan militer karena pertikaian antara kelompok-kelompok lainnya. Selain itu, kemajuan ISIS telah membuat hampir semua orang terkejut.
Dalam percakapan terakhir kami, saya melihat bahwa ia lebih dari optimis, ia bersemangat saat mengungkapkan bagaimana kesepakatan penting sedang dirumuskan di antara sebagian besar pihak oposisi di tanah Suriah. Hanya segelintir kelompok yang tidak termasuk; ISIS adalah salah satunya.
Saat ini, perjuangan untuk menjatuhkan diktator brutal Bashar Assad selalu digagalkan karena dipihak oposisi disibukkan dengan pertempuran antara oposisi. Pada saat mereka berbalik berperang satu sama lain ketika mereka seharusnya berfokus pada menggulingkan rezim Suriah. Akibatnya, serangan terhadap rezim Assad menjadi kendor dan tak mendapat pencapaian berarti.
Namun, kali ini akan berbeda, kata Abboud; Perubahan telah datang. Dia mengungkapkan bahwa koalisi besar akan segera terbentuk yang akan membawa perdamaian dan persatuan di antara sebagian besar kelompok oposisi.
Aku bertanya bagaimana kesepakatan ini telah dicapai setelah begitu banyak usaha yang gagal. Melalui konsesi dan konsensus, dia menjawab. “Kami harus fokus pada hal-hal yang mempersatukan kita dan menerima perbedaan satu sama lain. Kami menyadari bahwa kita tidak bisa mengubah prinsip-prinsip dan prioritas masing-masing, tetapi dengan berfokus pada tujuan dasar dari masing-masing kelompok kami akan mampu untuk berjuang bersama-sama.”
“Ada beberapa pihak asing yang ingin memisahkan kelompok Islam dari kelompok oposisi, tapi jihad adalah sesuatu yang dipraktekkan oleh kita semua, bukan hanya oleh golongan tertentu.”
Syaikh Abboud menekankan bahwa faksi bekerja untuk mencapai sebuah dewan yang harmonis yang mengumpulkan kelompok-kelompok pejuang sebanyak mungkin. “Cukup sederhana, kita perlu menyatukan dan memiliki agenda yang sama.” Kegagalan untuk melakukan hal ini akan berarti bahwa rezim tidak bisa digulingkan. “Ini adalah pesan nyata dari jihad,” tegasnya, “bukan seperti yang sedang dipromosikan oleh ISIS (IS).” “Kami telah mengembangkan inisiatif untuk mencapai tujuan ini dan banyak kelompok telah menyatakan persetujuan mereka.”
Bagaimana dengan Koalisi Nasional Suriah (SNC)? “Kami masih belum menyetujui atau memiliki kepercayaan terhadap SNC karena mereka disponsori oleh sekelompok negara yang memiliki agenda sendiri yang tidak melayani kepentingan rakyat Suriah.”
Menurut Abboud, sekelompok faksi akan mengadakan pertemuan untuk membentuk sebuah dewan revolusioner di mana mereka akan fokus pada tujuan bersama dan menyisihkan untuk saat ini, tujuan-tujuan yang tidak dapat disepakati.
Ketika saya membuat tawaran terakhir saya ke ISIS untuk bertukar tempat dengan salah satu sandera mereka, Abboud menelepon saya untuk mencoba menghalangi saya. Pemimpin Ahrar Syam mengatakan kepada saya: “Mereka akan membunuhmu, tanpa ragu-ragu, penawaran Anda akan diabaikan dan jika Anda bepergian ke daerah itu, kami akan melakukan segalanya sekuat kami untuk mencegah Anda, bahkan jika harus, kami akan menculik Anda. “Dia sangat serius, tapi aku mengambil kesempatan untuk bertanya padanya untuk pemikirannya tentang ISIS. Di mana hal itu muncul? Dan apa keinginan mereka?
Dia menerangkan pada saya selama beberapa jam analisis mendalam, dengan beberapa tuduhan mengejutkan yang diberikan, termasuk klaim bahwa ISIS adalah:
• Tidak Islami;
• Didukung langsung maupun tidak langsung oleh rezim Assad;
• Dilatih oleh kepala Pengawal Revolusi Iran;
• Menggunakan Islam sebagai kuda Trojan; dan
• Disusun dan didanai oleh pendukung Assad.
Jika mendengar komentar ini dari orang lain, saya akan menyangkal mereka sebagai sedikit hiperbola, dalam perang di mana kata-kata sama bergunanya dengan senjata untuk menimbulkan kerusakan maksimum. Namun, dalam beberapa bulan setelah aku datang untuk mengenal Syaikh Abboud, yang juga dikenal sebagai Abu Abdullah Al-Hamawi, ia bukanlah jenis manusia yang suka berspekulasi liar atau berpropaganda menyesatkan.
Percakapan pertama kami tentang ISIS dan dia mengingatkan saya tentang itu. “Sudah kubilang bahwa ISIS tidak mewakili Islam dan perilakunya membuat kita semua sangat skeptis karena dari cara mereka beroperasi. Ada sesuatu yang tersembunyi dari seluruh dunia tetapi bagi kami yang berjuang di sini, kami tahu bahwa Anda tidak bisa muncul dan tumbuh dan berkembang secepat itu tanpa campur tangan dari rezim Assad.”
Pemerintah Suriah, katanya, telah menargetkan banyak kelompok pemberontak tetapi tampaknya ISIS belum terlibat dalam pertempuran garis depan dengan Assad juga tak pernah ditargetkan oleh Assad.
“Misalnya, bahkan jika ada tiga mobil pejuang yang bepergian di pedesaan, Angkatan Udara Assad akan menyerang mereka dengan meyakini bahwa itu pastilah konvoi. Sekarang beritahu saya, ketika setiap pergerakan sangat diawasi seperti itu, bagaimana ISIS mampu memindahkan konvoi 200 kendaraan dari satu provinsi ke yang lain dan akhirnya ke Irak tanpa mendapat satupun serangan atau mendapat perlawanan di setiap pos pemeriksaan rezim?”
Saat kemunculan ISIS di Suriah, pasukannya menyerang kelompok pemberontak lainnya dan segera setelah daerah diambil di bawah kendalinya pemerintahan baru akan diperkenalkan, termasuk pengadilan syariah, kata Abboud.
“Mereka menolak untuk bergabung ke dalam setiap transaksi dengan kelompok pejuang lainnya,” jelasnya.”
Ini memasuki fase baru di pedesaan utara sekitar Aleppo dan daerah pesisir di mana ISIS mencoba mengendalikan kota-kota perbatasan strategis di sekitar Idlib. “ISIS mencoba menguasai pintu gerbang yang digunakan oleh pejuang revolusioner Suriah.”
Ketegangan mencapai titik tertinggi pada bulan Januari tahun ini ketika ISIS menculik, menyiksa dan membunuh Dr Hussein Al-Suleiman, seorang komandan senior Ahrar Syam. Sebuah foto mengerikan beredar di jaringan media sosial. “Mereka siksa tubuhnya sedemikian rupa, hal yang belum disaksikan di luar penjara Assad. Rakyat Suriah belum pernah melihat seperti ini sebelumnya. Mereka yang menahannya dan menyiksanya melakukan beberapa hal mengejutkan terhadapnya.”
Ahrar Syam menuntut ISIS agar menyerahkan mereka yang bertanggung jawab atas penyiksaan dan pembunuhan Dr Hussein Al-Suleiman (Abu Rayyan) kepada komite syariah independen. Komite syariah sudah didirikan di daerah-daerah yang dikuasai mujahidin untuk menangani perselisihan lokal. Pembunuhan Abu Rayyan adalah titik balik bagi Abboud, yang sampai sekarang, menahan diri dari mengkritik ISIS di depan publik. Dalam wawancara kami, ia melepaskan kemarahan dan penyesalan atas tindakan kelompok itu.
Pada saat pembunuhan Abu Rayyan ini, Koalisi Nasional Suriah, juga mengutuk kejahatan itu dan menuduh ISIS berada di pihak dengan rezim Suriah, Assad.
“Koalisi percaya bahwa ISIS terkait erat dengan rezim teroris dan melayani kepentingan dari kalangan Bashar Assad, langsung atau tidak langsung. Pembunuhan terhadap warga Suriah oleh kelompok ini [ISIS] meninggalkan keraguan tentang maksud di balik penciptaan, tujuan dan agendanya, yang menunjukkan sikap permusuhan dengan revolusi Suriah,” demikian bunyi pernyataan SNC.
Menurut Abboud, tuduhan bahwa ISIS bekerja dengan Assad tidaklah salah. “Tanyakan pada diri sendiri siapa yang diuntungkan dari ISIS. Assad jarang melibatkan pasukannya untuk melawannya dan ISIS jarang berjuang di garis depan melawan pasukan pemerintah Suriah.”
Ia percaya bahwa Trojan horse sebenarnya adalah agama dan bagaimana Islam sedang disalahgunakan oleh ISIS. “Ia telah mengunakan Islam untuk menyelinap di dalam masyarakat Suriah, tapi setelah kami melihat perilaku merekan, mereka tidak bisa meyakinkan kita bahwa mereka memiliki ideologi yang benar atau praktek yang benar. Setelah pembunuhan Abu Rayyan ada kontra-revolusi melawan ISIS yang diluncurkan oleh semua kelompok oposisi dan masyarakat Muslim. ISIS kemudian menggunakan media untuk menyebarkan desas-desus tentang mujahidin asing memperkosa wanita Suriah dan mulai menargetkan dan mencuci otak remaja untuk bergabung dengan kelompok dan ideologinya.”
Pada kenyataannya, ketika pejuangnya menangkap sejumlah orang asing, ISIS tidak menyembelih atau memenggal kepala mereka, tetapi menggunakannya sebagai sandera untuk menghasilkan uang. “Mereka bahkan menyandera diplomat Turki di Mosul dan ada pembicaraan yang terjadi mengenai pertukaran tahanan.” (Para sandera Turki baru saja dibebaskan)
“Pemenggalan kepala orang adalah prosedur khas digunakan untuk melawan pihak oposisi dan sudah ratusan insiden tersebut tetapi hanya yang terbaru yang dikecam oleh Dewan Keamanan PBB karena pembunuhan terbaru melibatkan Barat,” kata Abboud, yang percaya bahwa revolusi ISIS di Irak tidaklah menakjubkan dan beliau mempertanyakan kurangnya perlawanan yang disiapkan oleh pasukan Perdana Menteri Nouri Al-Maliki. “Dia kehilangan kendali karena tentara tidak memiliki kecakapan militer,” tegasnya.
Beliau mengatakan,”Saya pikir itu semua bekerja dan dirancang oleh Qasem Soleimani, mantan kepala Garda Revolusi Iran. Ia adalah salah satu orang yang bisa menarik semua ini bersama-sama. Dia tidak mampu menghentikan revolusi di Suriah tetapi ketika ISIS tiba semuanya berhenti dan ada titik balik.”
Kecemerlangan Soleimani sebagai ahli strategi militer digembar-gemborkan di Timur dan Barat. Menjelang akhir 2012 ia memimpin intervensi Iran dalam perang Suriah karena kekhawatiran meningkat selama kurangnya kemampuan rezim Assad untuk melawan oposisi. Dengan berbasis di Damaskus, dia mengkoordinasi milisi Hizbullat Lebanon, milisi Syiah Irak dan pasukan Iran.
Abboud bersikeras bahwa hanya Soleimani yang bisa melakukan hal seperti ini dan mengatakan bahwa ini akan menjelaskan mengapa pasukan Al-Maliki kalah tanpa perlawanan ketika ISIS menyerbu ke Irak merebut wilayah dalam skala dan kecepatan yang tak terbayangkan oleh Salibis AS. Pemimpin Ahrar Syam menambahkan bahwa kesalahan atas kemunculan dan keberhasilan ISIS juga berasal dari beberapa negara-negara Teluk; pendanaan awal, ia mengklaim, diduga berasal dari Uni Emirat Arab.
“Kita tahu bahwa ISIS didanai dari Teluk, sebelum mereka menguasai ladang minyak dan gas, ISIS menghabiskan uang besar di pasar senjata. Mereka akan membayar berapa pun harga yang diminta untuk senjata dan bahkan tidak bernegosiasi. Mereka memiliki sejumlah besar uang untuk dibelanjakan.”
ISIS bahkan memiliki rudal Scud dalam gudang senjatanya, kata Abboud. “Para pemimpin menunjukkan kepada kelompok pemberontak lain ketika mencoba untuk membujuk mereka untuk bergabung ISIS. Saya tidak yakin di mana mereka mendapat rudal Scud tersebut, tetapi mereka tidak memiliki teknologi atau peralatan untuk menembakkannya, itu hanya semata-mata untuk tujuan tampilan.”
Abboud mengakui bahwa ada banyak pertanyaan yang belum terjawab mengenai ISIS. “Namun demikian, saya tahu bahwa ada hubungan yang nyata antara ISIS dan rezim Suriah. Dan pada saat salah satunya tidak bisa eksis tanpa bantuan lainnya. Sebuah monster telah dibuat, tetapi monster (ISIS) ini memiliki banyak ayah.”
Aku sudah tak sabar untuk berbincang mengenai analisisnya lebih rinci, tetapi, sayangnya, Syaikh Hassan Abboud tidak pernah melihat koalisi oposisi yang diinginkannya terealisasi. Beberapa jam setelah diskusi terakhir kami, beliau gugur bersama puluhan komandan lain dalam ledakan di sebuah rumah pertemuan di Idlib pada 9 September. Sementara teori-teori konspirasi atas penyebab ledakan satu hal yang pasti, Abboud hampir berhasil memberikan formula perdamaian di antara kelompok oposisi yang bisa mengubah jalannya perang.
Warisannya kini di tangan seorang komandan baru yang telah mengambil alih sedikitnya 20.000 pejuang yang membentuk kekuatan utama dalam aliansi Jabhah Islamiyyah, yang diciptakan untuk melawan ISIS, serta untuk melawan pasukan rezim Bashar Assad.
Ahrar Syam berusaha untuk membangun negara yang menjalankan prinsip-prinsip Islam, yang melindungi hak-hak perempuan dan agama dan etnis minoritas. Ia tidak setuju dengan pendekatan yang dilakukan oleh ISIS. Kematian mendadak Abboud datang saat pemerintah AS berusaha untuk menyatukan oposisi Suriah dan bekerja sama dengan koalisi moderat untuk bertindak melawan IS (ISIS).
Saya benar-benar tidak yakin apakah Abboud akan menyetujui usaha AS karena beliau sangat kritis terhadap apa yang disebut standar ganda dari Barat. Tujuan utama beliau adalah untuk mendirikan pemerintahan Islam, bukan demokrasi di Suriah dan akan bertentangan tidak hanya dengan Barat yang demokratis tetapi juga dengan para pemimpin negara lain.
Setelah membaca catatan saya, saya mengirim pesan teks ke Syaikh Abboud dan bertanya apakah dia yakin bahwa saya bisa menggunakan wawancara secara penuh. Keesokan paginya saya mendapati pesan: “Anda dapat menghubungkan analisis itu ke saya, saya menyetujui itu.”
Masih harus dilihat apakah visi dan warisannya akan tetap hidup.
(banan/arrahmah.com)