JOHOR (Arrahmah.com) – Yazid Sufaat, ahli biokimia sekaligus mantan kapten Angkatan Darat yang dituduh membantu serangan 11 September 2001 di AS, yang ditahan di penjara politik Internal Security Act (ISA) Malaysia sejak 2002, kemudian dibebaskan pada tahun 2008. Bercerita bahwa ia pernah bertemu dengan Syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah dan merupakan suatu kerhormatan baginya. Berikut ini adalah terjemahan wawancara Malaysiakini dengan Yazid Sufaat dalam seri ISA oleh Fathi Aris Omar, Aidila Razak dan Salhan K Ahmad, yang diterbitkan oleh Malaysiakini pada (20/3/2012).
***
Pencarian sederhana di Google pada nama Yazid Sufaat, masih akan ditemukan hasil sebagai berikut, militan, pembuat bom, ahli senjata biologis, dan salah satu yang paling lama ditahan di Internal Security Act (ISA).
“Mereka memanggil saya CEO Anthrax,” dengan mengangkat bahu, ia (Yazid Sufaat) mengatakan ini.
Ayah dari empat anak yang telah dibebaskan dari tahanan ISA pada November 2008 setelah tujuh tahun – lima tahun berada di kurungan isolasi – menyandang gelar yang hampir seperti sebuah lencana kehormatan.
“Mereka (para penuduh) memanggil saya demikian karena saya hanya memiliki ijazah pertama Bachelor of Science, tetapi murid-murid saya bergelar PhD, pemegang gelar Master,” ia berkata kepada Malaysiakini dalam sebuah wawancara yang mendalam di rumahnya pekan lalu.
Murid-muridnya sekarang menghuni Teluk Guantanamo, Kuba, yang ia temukan ketika Biro Investigasi Federal (FBI) menunjukkan kepadanya foto-foto individu selama interogasi di pusat tahanan Kamunting di mana ia ditahan.
“Saya Yazid Sufaat. Saya tidak menyembunyikan diri saya sendiri, wajah saya, nama saya. Mengapa saya harus? Saya tampan, tidak?” tanya pria 49 tahun asli Johor, dengan tertawa.
Sikap “masa bodonya” akan membuat kita percaya bahwa Yazid pernyataan Yazid di halaman Facebooknya yang menyatakan “I Love Osama Laden” seperti semacam lelucon.
Tetapi Yazid tidak “bertaubat”, salah satu dari tujuh warga Malaysia yang masuk pada daftar sangsi PBB “perjalanan, aset dan perjanjian senjata” atas keterlibatan dengan Al-Qaeda, benar-benar mencintai Usamah.
Mengingat waktunya di Afghanistan pada 2000-2001, Yazid mengakui telah bertemu dengan pemimpin Al-Qaeda yang sekarang telah almarhum dan menganggapnya sebagai Sebuah Kehormatan.
“Tentu saja, saya bertemu beliau, adalah sebuah kehormatan untuk bertemu dengan beliau. Berapa banyak orang yang mempunyai kesempatan?” tanyanya.
Yazid, yang menyeberangi perbatasan Pakistan-Afghanistan untuk belajar serangan 11 September 2001 terhadap AS, mengatakan ia dilatih sebagai “militan” selama enam bulan di bawah pria nomor satu yang paling di cari di dunia.
“Itu adalah kesempatan untuk berhadapan dengan mereka (musuh). Tentu saja, mereka datang… saya rasa bom terdekat yang jatuh hanya 15m dari saya. Itu adalah pengalaman. Saya menginginkannya, Allah memberi saya sebuah kesempatan,” katanya.
Di bawah Usamah, ia mempertajam kemampuan menembaknya, belajar berjalan di dalam gelap dan navigasi menggunakan bintang-bintang dan bagaimana untuk bertahan di pertempuran gurun pasir yang brutal, sehingga kehilangan sekitar 18kg dalam dua bulan pertama.
“Saya terlatih secara militer tetapi di medan yang berbeda. (Di Afghanistan) tidak ada hutan, semuanya gurun pasir.”
“Tentu saja kami tidak bisa lari dari Al-Quran. Saya belajar bahasa Arab, mendengarkan ceramah-ceramah Usamah, usrah nya (diskusi untuk menumbuhkan rasa cinta dan persaudaraan).”
Ketika Kabul jatuh ke pasukan aliansi utara pada November 2001, adalah Usamah yang menasehatinya untuk meninggalkan negara yang dilanda perang itu dan kembali ketika “kami telah memenangkan kembali Afghanistan”.
“Pada saat itu saya pikir, jika mereka menangkap saya disini, saya akan dibawa ke Guantanamo. Jika saya pulang, paling cuma ISA. Maka saya menelpon seorang teman di Bukit Aman dan ia berkata: ‘Kembalilah. Setidaknya disini cuma ISA’.”
“Istri saya tidak percaya. saya akan ditangkap, jadi saya katakan, mari menyeberangi perbatasan dan lihatlah. Kami menyeberangi Bukit Kayu Hitam (perbatasan Malaysia) dan saya ditangkap,” katanya pada insiden 2001.
Perjalanan ke Afghanistan
Sebagai seorang alumnus Royal Military College dan seorang pensiunan kapten angkatan darat, perjalanan Yazid ke Afghanistan dimulai ketika ia memulai pencarian jawaban-jawaban tentang agamanya.
Ia berkata bahwa ia menjadi seorang dewasa di “kota-kota dosa” di AS, sampai lulus dari California State University sebagai ahli biokimia pada usia 23 tahun.
“Ketika saya kembali, saya masih liar. Ibu mertua saya berkata bahwa saya harus belajar tentang agama, tetapi saya tidak ingin belajar sholat atau bagaimana menunaikan ibadah Haji (saat itu –red).”
“Saya ingin sesuatu yang berbeda. Jadi (orang-orang berkata) pergi ke Ustadz ini dan (ketika saya pergi) saya pikir, ‘ini bagus, ini sesuatu yang berbeda’.”
Kecanduan pada pelajaran-pelajarannya, Yazid mulai menggali lebih dan lebih ke dalam ajaran-ajaran Islam hanya untuk dibiarkan tidak jenuh.
“Saya pikir, ‘ini tidak bisa begini saja’. Saya ingin lulus, jadi saya mulai membaca lebih dan ketika kalian memiliki ilmu, kalian ingin melakukan (sesuatu). Saya seorang ilmuwan… saya ingin membuktikan teori.”
Pada 1995, Yazid menunaikan ibadah Umrah dan berjanji akan kembali untuk menunaikan Haji ketika ia dapat memahami Al-Quran. Ia kembali pada tahun 1998.
Pada tahun yang sama, ia pergi ke Ambon, Indonesia, pada puncak konflik Kristen-Muslim – untuk mengalami Jihad yang sesungguhnya.
“Saya mempunyai sedikit uang. Jika saya meninggalkan keluarga saya, mereka dapat mempertahankan diri mereka sendiri. Saya ingin melihat hal yang nyata. Saya ingin menghadapinya… Jihad dalam makna qital, yang berarti perang,” katanya.
Pergi ke Ambon dalam keadaan “buta” (belum tau kondisi, -red) pada misi pencarian fakta pertama, Yazid dan seorang teman bertemu dengan Umat Islam di sana untuk memahami kebutuhan darurat mereka dan kembali ke rumah untuk membangun jaringan bantuan.
Pada saat itu, Yazid mengoperasikan sebuah laboratorium patologi, melakukan tes-tes medis untuk 600 klinik dan klien-kilennya yang ia dekati untuk mendapatkan pasokan medis dasar untuk dikirim ke Ambon.
“Ini adalah kemanusiaan. Di sana kalian dapat menemukan semua bentuk kelompok kemanusiaan non-Muslim seperti Palang Merah. Orang-orang Muslim seperti saya, yang ingin membantu, mereka disebut Mujahidin, sekarang mereka disebut teroris.”
“Di daerah konflik, kalian harus mempertahankan diri sendiri. Kalian jangan hanya pergi seperti kapal Mavi Marmara. Itu bodoh!” katanya.
Yazid kemudian dituduh karena mendanai “kerusuhan sekte” di Ambon – salah satu dari lima tuduhan yang menahannya di bawah ISA.
“Mercy (Malaysia) ada di sana. Orang-prang UMNO ada disana. Keduanya didanai. Yazid Suufat ada di sana, tetapi ini adalah ancaman bagi keamanan nasional,” katanya.
Proyek di sebuah Laboratorium Kandahar
Keinginannya untuk membantu saudara-saudaranya sesama muslim, Yazid juga membiayai dirinya sendiri untuk menyeberangi perbatasan Afghanistan-Pakistan – kali ini untuk membangun sebuah rumah sakit.
Ia menggunakan pengalamannya untuk menjalankan sebuah Laboratorium Patologi untuk melatih staf di rumah sakit dan untuk mendirikan sebuah Laboratorium selanjutnya untuk rumah sakit di benteng Taliban di Kandahar.
Di Laboratorium inilah ia dituduh telah mengembangkan senjata-senjata biologis – sesuatu yang ia sebut proyek.
Awalnya, ragu-ragu untuk menyatakan apa yang terjadi di Lab, yang ia klaim ia memulainya sebelum 11 September 2001 dan hancur dibombardi menyusul serangan World Trade Centre. Yazid mengeluarkan itu sebagai strategi pertahanan.
“Tentu saja ada penelitian, kami adalah para ilmuwan (tertawa). Kami harus melakukannya, tetapi lab tidak begitu canggih. Ada cuma ala kadarnya, itu yang kami bisa kelola. Kami melakukan apa yang kami bisa dan menyerahkannya kepada Allah.”
“Jika musuh menggunakan ‘serangga’, kalian harus mengerti rincian serangga, sehingga kita dapat melawan senjata biologi yang mereka gunakan. Kalian harus tahu musuh kalian,” katanya.
Tetapi apakah Yazid benar-benar ‘CEO Anthrax’ ?
“Saya tidak pernah mengharapkan dituduh melakukan hal ini… Jika kalian membaca hal yang mereka tulis tentang saya, benar-benar mengesankan. Tetapi apa yang (saya lakukan) benar-benar tidak ada.”
“Jika orang-orang ingin menulis hal-hal yang buruk, mereka dapat menulis hal-hal yang buruk. Jika mereka ingin untuk menulis hal-hal yang baik, mereka dapat melakukannya. Itu hanya persepsi. Saya tidak peduli. Apa yang perlu saya sembunyikan?”
“Nama Saya adalah Yazid Sufaat. Saya tidak melakukan sesuatu yang salah. Saya tidak pernah menyesal sama sekali,” tegasnya.
***
(siraaj/arrahmah.com)