JAKARTA (Arrahmah.com) – Rapat kerja terbatas (Rakertas) Dewan Ketahanan Nasional (DKN) dengan topik, “Dampak konflik Sunni dan Syiah di Irak terhadap kerukunan umat Islam dan kehidupan beragama di Indonesia,” berlangsung di Jakarta Selasa-Rabu, 27-28 Agustus 2013.
Pada Rakertas tersebut diharapkan para peserta dapat mendiskripsikan data-data faktual tentang bagaimanakah perkembangan pemahaman aliran Syiah di Indonesia? Tokoh agama dari negara mana saja yang menjadi panutan atau tolok ukur umat Islam yang menganut aliran Syiah (Iran, Irak, atau negara lain). Dan seberapa jauh pengaruh aliran Syiah dalam perkembangan kehidupan umat Islam di Indonesia? Serta permasalahan-permasalahan yang berpotensi menjadi konflik horizontal antar umat Islam di Indonesia.
Namun ormas Islam Majelis Mujahidin yang telah mengeluarkan fatwa sesat Syiah tahun 2011 dan memiliki fakta dan data Syiah di Indonesia tidak di undang dalam perhelatan tersebut.
Saat mengetahui adanya acara tersebut, Sekjen Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Ustadz Shobbarin Syakur sempat mengirim pesan pendek kepada kepada salah seorang staf di setjen DKN, Ir Hadian Ananta Wardana.
Meski wewenang mengundang ada pada pihak DKN, dalam pesan pendek itu Majelis Mujahidin mempertanyakan mengapa pihaknya tidak diundang. Padahal hal ini penting dan Majelis Mujahdin memiliki solusi tuntas yang lebih bermartabat, transparan, bertanggungjawab sesuai konstitusi dan lebih kepada intelectual approach.
Jawaban dari Hardian: “Terima kasih atas masukannya. Bila berkenan, masukan pemikiran bapak bisa diemail ke [email protected].Terima kasih sebelumnya.”
Beberapa catatan tentang Syiah di Indonesia
Ustadz Shobbarin Syakur memberikan catatan yang bisa diungkapkan dan sumbangsih pemikiran mengenai Syiah di Indonesia. Seperti antisipasi Syi’ahisasi dan proses Iranisasi di Indonesia. Hal ini akan menjadi bagian terpenting dari ketahanan bangsa yang mayoritas Muslim. Untuk itu perlu ditempuh langkah-langkah terukur, sistimatis, akademis dan kostitusional, sehingga benang kusut persoalan dasar dari akar masalah Syi’ah di Indonesia dapat ditanggulangi dengan baik dan bermartabat.
Dia mengingatkan bahwa berbagai kekerasan telah mengiringi kelompok Syi’ah sejak tahun 1984. Mereka kata ustadz Shobbarin, mulai menciptakan kerusuhan dengan menebar bom di gereja Malang, Borobudur dan rencana bom di Bali yang akhirnya gagal karena meledak di perjalanan (Bus Pemudi Ekspress).
Kemudian strategi melempar batu sembunyi tangan sering mereka lakukan untuk memuluskan langkah-langkah mereka dalam upaya penggalangan opini dan loyalitas.
pda tahun 1984 ada sekelompok orang di Yogyakarta yakni Hasyim mahasiswa UPN, Pandu Imam Sudibyo, Iskandar dan lain-lain yang mengadakan kajian pada orang Syiah di Solo tepatnya di Pasar Kliwon, hasilnya dalam waktu tak terlalu lama mereka sudah berani mengatakan bahwa di dalam Al-Qur’an itu ada yang benar dan ada yang salah.
(azmuttaqin/arrahmah.com)