JAKARTA (Arrahmah.com) – Angka kasus kejahatan seksual terhadap anak kembali meningkat. Bahkan tidak hanya anak perempuan, anak laki-laki pun berpotensi menjadi korban. Apalagi, belakangan jumlah anak laki-laki yang menjadi korban kejahatan seksual semakin banyak.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai mengatakan, dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak, seorang pelaku bisa membuat banyak korban.
Fenomena ini menunjukkan peristiwa tersebut terjadi secara berulang. Contoh pada kasus di Tangerang dengan pelaku W alias Babe, yang korbannya mencapai 43 orang. Kemudian di Jakarta Timur yang korbannya berjumlah 16 orang.
Dari pemberitaan di media massa, untuk bulan Januari saja, jumlah anak korban kejahatan seksual bisa lebih dari 100 orang yang tersebar di beberapa daerah.
“Itu yang terpantau. Masih banyak kasus-kasus lainnya. Makin banyak anak yang menjadi korban. Rata-rata mereka takut untuk melaporkan kejadian yang menimpanya,” katanya di Jakarta, lansir Rmol, Ahad (4/2/2018).
Selain takut, kesulitan dalam pengungkapan tindak pidana kekerasan seksual anak juga disebabkan orang tua yang tidak mendukung anaknya mengungkap kejadian yang dialaminya, sulitnya pembuktian, kurangnya keberpihakan penyidik terhadap korban, rasa malu pada diri korban, trauma dan kurangnya dukungan dari lingkungan di sekitar korban.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, menuturkan angka kasus kejahatan seksual pada 2015 sangat tinggi. Kemudian menurun pada tahun 2016 dan turun drastis pada 2017. “Tahun 2018 kelihatannya naik drastis. Januari saja lebih dari puluhan kasus yang terpantau,” ujarnya.
Adapun motif dari kasus kekerasan seksual ini ada beberapa hal. Mulai dari faktor ekonomi, dendam maupun dorongan seksual tinggi. Sedangkan jika berbicara mengenai ciri-ciri pelaku, maka sulit untuk mendeteksinya.
“Dari kajian KPAI, tidak ada ciri khusus pelaku seksual anak, baik dari warna kulit, pendidikan atau profesi. Yang bisa kita lakukan adalah memantau anak-anak kita, dimana pun, kapan pun,” tandasnya.
Psikolog Kassandra Putranto menyebutkan, kasus kejahatan seksual terhadap anak bagai fenomena gunung es. Yang tampak hanya bagian puncaknya saja, sedangkan di bawahnya sulit terdeteksi.
(ameera/arrahmah.com)