Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S
(Aktivis Dakwah dan Penulis Buku)
Dalam dekade terakhir ini, dunia tengah mengalami disrupsi di berbagai bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang teknologi informasi. Perkembangan teknologi yang sangat cepat ke arah digitalisasi kian menggerus budaya konvensional yang dulu pernah dikenal oleh masyarakat. Di era ini pun, berbagai jejaring media sosial berkembang pesat dan digandrungi oleh semua kalangan masyarakat. Salah satu perusahaan teknologi digital yang saat ini memuncaki popularitas adalah Meta. Meta adalah nama perusahaan induk dari Facebook, WhatsApp, dan Instagram. Meta merupakan perusahaan teknologi terbesar di dunia yang berfokus pada membangun masa depan digital berbasis metaverse.
Hampir semua kalangan masyarakat menggunakan media sosial. Dilansir dari slice.id bahwa pengguna internet di Indonesia adalah sebanyak 185,3 juta jiwa, dimana ini merupakan 66.5% dari total penduduk. Adapun dari jumlah tersebut, dikabarkan bahwa pada tahun terdapat sebanyak 139 juta orang pengguna media sosial, mulai dari Whatsapp, Facebook, Instagram, dan TikTok. (katadata.co.id, 01-03-2024)
Media Sosial: Dua Mata Pisau
Media sosial bisa membawa dampak positif maupun negatif bagi penggunanya. Bagi seorang muslim, positif dan negatif tersebut tentu saja harus ditimbang berdasarkan kacamata syariat Islam, bukan kemaslahatan individu. Meta yang menguasai jagad media sosial hari ini faktanya telah mampu menyihir jutaan rakyat Indonesia untuk aktif di dalam berbagai platform yang dibuatnya. Terlebih lagi adanya tawaran pengasilan dari berbagai platform tersebut.
Misalnya saja, Facebook menawarkan cuan bagi pengguna FB Pro. Tentu saja bukan tanpa syarat. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar bisa menghasilkan cuan dari akun FB Pro di antaranya memiliki jumlah pengikut yang cukup, Video yang diunggah harus mencapai minimal 30.000 views selama 1 menit dalam periode 60 hari terakhir, Konten yang diunggah harus original dan tidak melanggar hak cipta, Konten yang diunggah harus mematuhi Kebijakan Monetisasi Konten Facebook. Siapa yang tidak tertarik mendapatkan cuan hanya dengan membuat konten?
Akhirnya banyak orang berlomba-lomba membuat video konten dan diupload di media sosial secara rutin demi mendapat cuan dari Meta. Konten yang dibuat pun tak lagi menimbang muatannya apakah mengandung kebaikan ataukah tidak, yang penting upload. Maka, wajar jika akhirnya banyak merajalela konten-konten sampah dan unfaedah yang sebetulnya tidak layak dibuat oleh seorang muslim dan muslimah. Misalnya, konten perempuan berjoget sehingga menampakkan liukan tubuh dan menampilkan ekspresi wajah menggoda, konten prank, dan lain-lain.
Demi Konten, Kewajiban Terabaikan
Tak hanya itu, demi memenuhi tuntutan jumlah upload harian, banyak orang yang akhirnya fokus membuat konten sehingga mengabaikan kewajiban-kewajiban utamanya yang sudah digariskan Allah. Misalnya, bagi seorang perempuan yang berstatus sebagai ibu, sesungguhnya Islam telah menetapkan kewajiban di pundaknya untuk menjadi manager di dalam rumahnya. Namun, demi mengejar cuan dengan membuat konten, akhirnya fokus mengurus urusan domestik terabaikan. Rumah berantakan, pakaian yang menunggu disetrika menggunung, masak tidak sempat, dan lebih parah lagi bonding dengan anak berkurang. Karena para ibu lebih banyak mengisi waktu luangnya untuk mengedit video konten dan membuat konten-konten baru. Bahkan akhirnya, setiap moment yang dilewati pun tak lepas menjadi bahan konten.
Bukan hanya itu, kewajiban mengkaji Islam dan dakwah yang telah Allah wajibkan kepada diri setiap muslim dan muslimah pun bisa jadi terlalaikan karena sibuk mengurus konten. Hampir Sebagian besar waktu dan pikiran tersedot untuk membuat konten. Miris! Hal tersebut memang tak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan kapitalistik yang membuat perekonomian rakyat kian sempit. Maka, tawaran cuan dari Meta seolah menjadi angin segar yang membawa harapan. Betapa tidak, semua orang berpeluang mendapat cuan hanya dengan konsisten meng-upload konten. Siapa yang tidak tertarik mencobanya?
Pahami Skala Prioritas
Bukan tidak boleh menjemput rezeki lewat jalur Meta, tetapi sebagai muslim kita wajib memahami skala prioritas hidup kita. Bukankah kita sudah memahami bahwa tujuan hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allah? Maka, tentu setiap apa yang kita lakukan harus bervisi ibadah. Kalaupun ingin membuat konten, maka buatlah konten yang membangun pemikiran dan menginspirasi pada kebaikan, bukan sekadar lucu dan ditonton banyak orang.
Bagi seorang muslim semestinya yang dikejar adalah rida Allah, bukan semata limpahan materi duniawi. Oleh karena itu, yang akan menjadi timbangannya dalam beramal adalah halal dan haram, bukan disukai dan tidak disukai orang. Ia juga akan pandai memanage waktunya, agar tidak melalaikan kewajibannya. Bukankah rida Allah lebih dari segalanya?
Wallahu’alam bis shawab