WASHINGTON (Arrahmah.com) – Ketika Anda membeli sabun atau body wash, apakah Anda meraih bar atau botol yang berlabel “antibakteri”? Apakah Anda berpikir bahwa produk ini, selain untuk menjaga Anda bersih, juga akan mengurangi risiko anda terjangkit penyakit atau kuman?
Belum tentu, demikian menurut para ahli di Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika serikat, sebagaimana dilaporkan dalam websitenya FDA U.S. Food and Drug Administration.
Setiap hari, konsumen menggunakan sabun anti-bakteri untuk mandi atau mencuci tangan mereka di rumah, kantor, sekolah dan tempat-tempat umum lainnya. Terutama karena begitu banyak konsumen yang menggunakannya, FDA berpendapat bahwa belum terdapat bukti yang jelas yang menunjukkan manfaat dari sabun anti bakteri untuk mengimbangi potensi risiko.
Bahkan, saat ini belum ada bukti bahwa over-the-counter (OTC) produk sabun anti-bakteri lebih efektif untuk mencegah penyakit daripada mencuci dengan sabun biasa dan air, kata Colleen Rogers, Ph.D., pimpinan ahli mikrobiologi di FDA.
Selain itu, produk sabun anti-bakteri mengandung bahan-bahan kimia, seperti triclosan dan triclocarban, yang mungkin membawa risiko yang tidak perlu, mengingat bahwa manfaat produk tersebut belum terbukti.
“Data baru menunjukkan bahwa risiko yang terkait dengan penggunaan jangka panjang. Bahaya penggunaan sabun anti-bakteri sehari-hari dan dalam jangka panjang mungkin lebih besar daripada manfaatnya,” kata Rogers. Ada indikasi bahwa bahan-bahan tertentu dalam sabun ini dapat menyebabkan resistensi (kekebalan) bakteri terhadap antibiotik, dan mungkin memiliki efek hormonal yang tak terduga yang menjadi perhatian FDA.
Mengingat data ini, badan tersebut mengeluarkan aturan yang diusulkan pada 16 Desember 2013 yang akan mengharuskan produsen untuk menyediakan data yang lebih besar untuk menunjukkan keamanan dan efektivitas sabun antibakteri. Aturan yang diusulkan hanya mencakup antibakteri sabun konsumen dan pencuci tubuh yang digunakan dengan air. Ini tidak berlaku untuk pembersih tangan, tisu tangan atau sabun antibakteri yang digunakan di layanan kesehatan seperti rumah sakit.
Menurut Rogers, tes laboratorium yang secara historis telah digunakan untuk mengevaluasi efektivitas sabun antibakteri tidak langsung menguji pengaruh produk pada tingkat infeksi. Itu akan berubah dengan usulan FDA saat ini, yang akan membutuhkan studi yang langsung menguji kemampuan sabun antibakteri untuk memberikan manfaat klinis dibandingkan dengan mencuci dengan sabun non-antibakteri.
Badan kesehatan AS memperingatkan bahwa kimia anti bakteri di sabun cuci tangan dan sabun mandi berisiko terhadap kesehatan.
Administrasi Makanan dan Obat (FDA) meminta agar produk-produk itu ditinjau ulang keamanannya. FDA mengajukan peraturan yang mewajibkan produsen untuk membuktikan sabun seperti itu aman dan lebih efektif melawan infeksi dibandingkan sabun biasa dan air.
Studi-studi terdahulu mengindikasikan bahwa produk-produk seperti itu dapat mengacaukan tingkat hormon dan justru membuat bakteri menjadi kebal.
Peraturan itu tidak berlaku terhadap sabun sanitasi tangan berbasis alkohol dan produk lainnya.
Produsen memiliki waktu hingga akhir 2014 untuk mengumpulkan hasil uji coba klinis terhadap produk mereka, kata FDA.
Aturan baru ini akan diresmikan pada 2016.
“Data terbaru mengindikasikan adanya risiko jika sabun anti bakteri dipakai setiap hari dalam jangka waktu lama,” kata Collen Rogers, ahli mikrobiologi FDA, dalam pernyataan tertulis.
Beberapa zat seperti triclosan dalam sabun cair dan triclocarban dalam sabun batang dapat membuat bakteri kebal terhadap antibiotik, kata Rogers. (ameera/arrahmah.com)