JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustadz Fahmi Salim meminta agar syiah tidak mendakwahkan ajarannya kepada masyarakat Muslim yang sudah memiliki mazhab Ahlus Sunnah sebagai prasyarat membangun hubungan baik antara masyarakat syiah dan sunnah.
Hal itu ia ungkapkan dalam Dialog antar Mazhab bertajuk ” Konstruksi Relasi Sunni-Syiah” yang diselenggarakan LHKP PP Muhammadiyah, di gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng Raya no.31, Jakarta, Selasa (18/9).
“Seperti banyak disinggung oleh ulama, Mendakwahkan suatu ajaran kepada mayoritas masyarakat yang berlainan mazhab itu akan jadi problem besar, seperti ungkapan tadi, jangan berdakwah di Muhammadiyah karena nanti akan menjadi konflik” Kata Ustadz Fahmi.
Pendapat tersebut, juga pernah dilontarkan dalam Muktamar Doha tentang Taqrib baina Mazahib pada tahun 2007 oleh Yusuf Qardhawi ketika mengutarakan syarat membangun relasi sunni-syiah.
“Beliau, Syaikh Yusuf Qardhawi sangat menekankan sebuah point penting,yaitu tidak boleh menyebarkan mazhab syiah disuatu negara yang mayoritas masyarakatnya sudah bermazhab Ahlus Sunnah dan sebaliknya” ungkap da’i lulusan Al-Azhar Kairo ini.
Selain itu, dalam Muktamar Doha dihasilkan pula point penting sesuai dengan usulan Qardhawi, yaitu meminta komunitas Syiah untuk menghentikan segala bentuk aktifitas mencaci maki Sahabat Nabi Saw. “Karena, jika aktifitas mencaci maki Sahabat ini tidak dihentikan, tidak akan pernah terwujud relasi yang baik antara sunni dengan syiah” paparnya.
Seperti diketahui, Yusuf Qardhawi merupakan salah satu ulama yang bersemangat hendak membangun persatuan Islam, sehingga memprakarsai upaya taqrib( penyatuan) antara sunni dengan syiah. Namun, pasca Muktamar Doha tersebut, Qardhawi cenderung mengkritik ajaran syiah dengan membongkar kesesatan dan perbedaan pokok antara ajaran syiah – Ahlussunnah.
Sikap tersebut, Qardhawi lakukan karena kecewa melihat sikap komunitas Syiah yang cenderung melakukan Taqiyah dalam menyikapi keputusan Muktamar Doha.
Pandangan Buya Hamka
Sikap meminta tidak disebarkannya mazhab syiah ketengah masyarakat Ahlu sunnah, menurut ustadz Fahmi juga pernah diutarakan oleh Buya Hamka dalam tulisannya yang berjudul “Majelis Ulama Indonesia Bicaralah! ” di sebuah Harian Kompas (11/9/1980), mengulas persoalan politik Iran dan bagaimana terjadinya Revolusi. Menurut Ustadz Fahmi, Buya Hamka menyatakan bahwa “Setelah saya mendapat kesempatan berkunjung ke Iran sendiri, bahwa apa yang dinamakan saudara-saudara kita di Iran sebagai revolusi Islam merupakan Revolusi Islam dalam anggapan Syiah, sedangkan kita sendiri di Indonesia adalah Golongan Sunni.
Lanjutnya, Buya Hamka juga menyikapi perubahan politik Iran, dengan menyatakan : “Sebagaimana preambule Undang Undang Dasar Republik Indonesia, Saya menghormati Revolusi Iran yang telah berlangsug dinegeri tersebut, melawan feodalisme Kerajaan yang sangata tidak adil, ini sesuai UUD RI teutama paragraf 2”.
“Karena Revolusi didasari mazhab Syiah, maka kita tidak berhak mencampuri urusan negara orang lain. Demikianpun sebaliknya, negara lain tidak boleh mencampuri urusan negara kita. Dan Saya pun, tetap seorang sunni yang tidak perlu berpegang kepada pendapat orang syiah dan ajaran-ajaran Ayatullah” ungkap ustadz Fahmi menirukan artikel Buya Hamka.
Terusnya, ditegaskan kembali oleh Buya Hamka ketika bertemu dengan 4 orang pemuda di Iran yang begitu semangat menceritakan apa dan bagaimana revolusi Iran dan ajaran syiah. Serta meminta agar ajaran syiah dapat diajarkan di Indonesia.
“Kami menerimanya dengan senyum simpul, karena kami maklum pemimpin mereka yang sudah 80 tahun begitu berapi-api, apalagi anak Muda. Buya meneruskan; boleh datang ke Indonesia sebagai tamu, tapi ingat kami bangsa yang merdeka dan tidak menganut syiah” jelas ustadz fahmi membacakan artikel Buya Hamka.
Sebelumnya Ustadz fahmi menegaskan, dalam dialog untuk membangun relasi yang harmonis, ia tidak mau terjebak dalam debat theologis, sebagaimana pembicara pertama yaitu Jalaludin Rahmat yang banyak menceritakan pandangan-pandangan theologis dan sejarah penzaliman komunitas syiah versi Jalal.
“Kalau debat theologis, apa yang disampaikan Kang Jalal dapat kita bantah juga, tidak akan ada ujungnya dan tidak akan habis. Tapi, Kita ingin lebih bagaimana menyikapi kondisi riil di masyarakat dan tantangan di tengah bangsa kita yang majemuk” Katanya mengawali pemaparan pentingnya menghentikan penyebaran syiah ditengah ahlussunnah dalam menjaga relasi baik. (bilal/arrahmah.com)