JAYAPURA (Arrahmah.com) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan wartawan asing bebas masuk ke Papua seperti halnya ke daerah lain di Indonesia, Ahad (10/5/2015). Dia umumkan itu seusai panen raya di Wapeko, Merauke.
Pengamat intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati (Nuning), menilai kebijakan Jokowi yang membebaskan wartawan asing masuk di seluruh wilayah Papua sangat berbahaya dan beresiko tinggi dari segi keamanan NKRI.
“Sisi keamanan dan pertahanan kedaulatan negara apakah baik? Belum tentu 100 persen baik,” kata Nuning dalam keterangannya, Selasa (12/5/2015), lansir Intelijen.
Menurut Nuning, Papua adalah suatu daerah yang banyak memiliki ‘hot spot area’ dengan potensi gangguan yang cukup luas.
Nuning mengingatkan, wartawan asing yang masuk ke Papua bisa saja seorang agen intelijen asing. “Jangan sampai juga masuknya media asing sebagai giat under cover intelijen asing memasuki Papua. Ini harus diwaspadai,” tegas Nuning.
Lebih lanjut Nuning meminta Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai koordinator dan institusi intelijen lain, untuk bekerja dua kali lipat dengan adanya keputusan Presiden Jokowi tersebut. Sebab, sangat sulit membedakan pencarian info untuk kebutuhan berita atau untuk data intelijen.
“Yang harus ditingkatkan perihal aparat intelijen yaitu kualitasnya bukan sekadar kuantitasnya. Aparat intelijen bukan hanya bisa memata-matai tapi juga harus piawai menangkap unsur utama keterangan untuk diolah sebagai info A1 bagi end user lalu juga mencari solusinya,” pungkas Nuning.
Sebagai informasi, ijin khusus meliput atau aktivitas jurnalistik lain diberlakukan di Papua oleh pemerintah sejak lama. Kondisi ini juga pernah diberlakukan di (saat itu) Provinsi Timor Timur.
Kematian empat jurnalis Australia pada masa-masa awal Operasi Seroja di Provinsi Timor Timur sempat menjadi ganjalan tersendiri bagi hubungan Indonesia dan Australia.
Negara Barat yang paling dekat posisinya dengan Papua dan Papua Barat adalah Australia. (azm/arrahmah.com)