TUNIS (Arrahmah.com) – Ribuan orang menggelar aksi protes di Tunis pada Ahad (26/9/2021) untuk menuntut Presiden Tunisia Kais Saied mundur. Saied telah mengesampingkan sebagian besar konstitusi 2014, dengan memecat perdana menteri, menangguhkan parlemen, dan mengambil alih otoritas eksekutif.
“Rakyat menginginkan keruntuhan kudeta,” teriak para pengunjuk rasa di sepanjang Jalan Habib Bourguiba, “Mundur, mundur, mundur,” ujar para pengunjuk rasa, dilansir Middle East Eye, Senin (27/9).
Krisis politik telah membahayakan demokrasi yang dimenangkan Tunisia dalam revolusi 2011 yang memicu Arab Spring. Krisis juga telah memperlambat upaya untuk mengatasi ancaman mendesak terhadap keuangan publik, yang mengkhawatirkan para investor.
Seorang pengunjuk rasa, Nadia Ben Salem mengatakan kepada Reuters, dia telah melakukan perjalanan sejauh 500 km untuk ikut dalam aksi protes. Dia ingin mengekspresikan kemarahannya terhadap pemerintah melalui aksi protes tersebut.
“Kami akan melindungi demokrasi, konstitusi adalah garis merah,” kata Salem sambil menunjukkan salinan konstitusi.
Sementara, seorang guru yang ikut dalam aksi protes Abdelfattah Saied, mengatakan, Presiden Saied bertindak seperti matahari yang terbit di negara ini. “Dia bertindak seperti jaksa agung, presiden, parlemen, pemerintah. Seperti dia adalah segalanya,” ujarnya.
Anggota parlemen Iyadh Loumi dari partai Heart of Tunisia mengatakan. Presiden Saied ingin mengisolasi semua orang dan mengambil semua kekuasaan. Menurutnya, Saied harus dipecat dan diadili.
Sementara itu, puluhan pendukung Saied muncul di tengah-tengah aksi demonstrasi. Polisi kemudian memisahkan kedua kubu untuk menghindari peningkatan eskalasi.
“Kami mendukung Saied karena dia menyatakan perang melawan kelas politik yang korup,” kata pria yang hanya mau menyebutkan nama depannya, Ahmed.
Analis politik Slaheddine Jourchi mengatakan kepada Reuters bahwa, akar protes tersebut merupakan eskalasi yang jelas terhadap presiden. Menurutnya, ada risiko perpecahan lebih lanjut di antara warga Tunisia jika pintu dialog politik tetap tertutup.
Serikat pekerja berpengaruh Tunisia pada Jumat (24/9) memperingatkan ancaman terhadap demokrasi ketika oposisi terhadap Saied semakin meluas. (hanoum/arrahmah.com)