HASAKAH (Arrahmah.id) — Sebuah tempat pembuangan untuk militer Amerika Serikat (AS) di timur laut Suriah telah menjadi sumber makanan dan pendapatan bagi sebagian warga.
Di tengah-tengah tumpukan sampah yang dikelilingi asap beracun, mereka berkelompok memburu sisa makanan militer AS dan plastik untuk dijual.
Dilansir BBC (21/1/2023), diperkirakan 15,3 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan akibat terjadinya perang di Suriah. Empat dari lima orang dari jumlah total tidak mempunyai akses ke makanan yang cukup, menurut laporan terbaru dari PBB.
Hal itu dibenarkan Alia dan putrinya Walaa yang telah tiga tahun berangkat pagi-pagi lalu menempuh perjalanan 2 jam untuk sampai ke tempat pembuangan militer AS itu.
“Kami di sini untuk mencari daging, untuk mencari makanan karena kami lapar,” kata Walaa (12).
“Orang-orang mempermalukan kami; mereka menyebut kami orang-orang sampah,” kata tambah Alia.
Lain dengan Amir (15), selain mencari sisa potongan ayam goreng, dia mengumpulkan plastik untuk dapat dijual kembali.
DAri sampah plastik yang dikumpulkannya, dia mendapat antara 3000 dan 5000 pound Suriah (Rp18.000-30.000) per hari.
Jumlah itu sangat pas-pasan untuk bertahan hidup.
“Keadaan menjadi sulit setelah perang. Kami bahkan tidak mampu membeli roti,” ujarnya.
Wilayah itu sekarang diperintah oleh administrasi multi-etnik yang dipimpin Kurdi, namun kehidupan masih jauh dari normal. Bahkan lebih buruk ketimbang dikuasai oleh ISIS.
“Apa yang terjadi di timur laut Suriah adalah akibat alami kondisi yang memburuk di negara ini,” kata seorang kepala LSM yang bekerja di proyek pengembangan di kawasan.
Dia tidak mau namanya disebut untuk alasan keamanan.
Area perkebunan dan ladang minyak yang luas di kawasan timur laut pernah menjadi sumber utama pendapatan bagi Suriah.
Sekarang, harga makanan yang meroket, meningkatnya ancaman keamanan, dan pertumbuhan populasi hingga dua kali lipat telah menambah tingkat kemiskinan.
Banyak orang kini mengandalkan bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup, namun kurangnya pendanaan dan hambatan logistik berarti bantuan tidak mencapai semua orang yang membutuhkan.
PBB kesulitan mengantarkan bantuan ke wilayah itu, terutama setelah Rusia dan China memblokir resolusi PBB yang mengizinkan supaya penyeberangan perbatasan dari Irak tetap dibuka.
Adapun bantuan yang tiba, sebagian besarnya dikirim ke kamp pengungsi dan daerah-daerah yang paling terdampak oleh perang, seperti Raqqa dan Deir al-Zour, terang kepala LSM itu.
Wilayah-wilayah pedesaan di antaranya, misalnya desa-desa di sekitar Tell Baydar dan lainnya, terabaikan.
Dia mengatakan ‘dumpster diving’ atau mengorek-ngorek tempat sampah tidak dipraktikkan secara luas di kawasan namun jumlah orang yang melakukannya telah bertambah. (hanoum/arrahmah.id)