SURIAH (Arrahmah.com) – Kota Madaya di pedesaan barat Damaskus telah dikepung oleh pasukan rezim Asad dan “Hizbullah” Libanon sejak Juli lalu. Foto-foto jenazah penduduk setempat yang mati kelaparan dalam kondisi sangat kurus bermunculan dan beredar di jejaring media sosial selama beberapa minggu terakhir, menarik perhatian atas krisis kemanusiaan yang terjadi di kota pegunungan yang tertutup salju itu.
Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris, sedikitnya 10 orang telah meninggal akibat kekurangan makanan dan obat-obatan di Madaya. Sedikitnya 13 orang lainnya terbunuh oleh tembakan sniper dan ranjau darat yang menurut observatorium itu ditanam oleh pasukan rezim Nushairiyah dan “Hizbullah” di sepanjang pinggiran kota, saat mereka berusaha untuk mencari makanan.
Mahmoud (23) yang tinggal di Madaya mengatakan kepada MEMO: “Tidak ada yang tersisa untuk dimakan di Madaya selain daun-daun pepohonan.” Harga makanan apa yang tersedia di kota ini melonjak di luar kendali, di mana satu kilogram beras seharga lebih dari $ 100, jelasnya.
Sebuah foto di media sosial menunjukkan sebuah mobil dijual dalam pertukaran untuk sepuluh kilogram beras atau lima kilogram susu bayi. Memburuknya cuaca musim dingin di mana suhu turun sampai lima derajat di bawah nol, telah semakin memperparah situasi, jelasnya.
Raed Bourhan, seorang guru bahasa Inggris dan fixer untuk Times mengatakan kepada MEMO bahwa ia hidup di bawah pengepungan di Al-Zabadani selama tiga tahun sebelum ia pergi ke Beirut di mana ia sekarang tinggal bersama istrinya. “Itu masih tidak seperti pengepungan Madaya,” katanya.
Kerabat dan teman-teman Bourhan di Madaya berada di antara sekitar 40.000 warga sipil yang terpaksa untuk merebus serta makan rumput dan daun-daun pepohonan menghadapi kelangkaan persediaan makanan. Dalam keputusasaan ekstrim, beberapa warga juga terpaksa makan serangga dan kucing untuk bertahan hidup, laa hawla wa laa quwwata illa billah.
(aliakram/arrahmah.com)