POSO (Arrahmah.com) – Sebanyak 14 orang dari Desa Tambarana dan Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, menjadi korban salah tangkap kepolisian setempat. Mereka ditangkap setelah terjadi penyerangan terhadap patroli Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah di Gunung Taswinuni, Desa Kalora, 20 Desember 2012 lalu.
Jufri pun menuturkan kronologi penangkapannya. Saat itu, setelah shalat Dzuhur ia tengah santai di teras rumah bersama istri dan anak-anak sambil bersiap-siap untuk kembali bekerja. Sekitar beberapa saat, tiba-tiba polisi datang untuk menjemputnya.
“Firasat saya petugas akan mengambil saya. Saya kemudian mengatakan kepada mereka, ‘kalau mau ambil saya jangan todongkan pistol di sini, karena ada anak-anak saya,”” tuturnya dalam testimoni tertulis seperti dilansir Islampos.com, Kamis (3/1/2012).
Jufri pun kemudian diangkut ke dalam mobil brimob dan dibawa ke pos Kalora. Di pos Kalora itulah Jufri dipukuli petugas. Muka dan badannya menjadi bulan-bulanan sasaran petugas. Bahkan Jufri tidak tahu berapa kali sudah pukulan mendarat di wajahnya.
“Saat itu kaki saya dijepit dengan kursi lipat. Saat hendak dibawa ke Mapolres Poso, saya diseret di aspal. Luka saya kemudian disirami jeruk. Saya kemudian dinaikan ke dalam truk dan dibawa ke Mapolres Poso,” kisahnya.
Saat tiba di mapolres Poso Jufri masih mendapatkan perlakuan kasar dari aparat.
“Hingga selesai masa tahanan 7 x 24 jam, saya dilepaskan karena tak cukup bukti keterlibatan saya pada peristiwa penembakan Brimob,” terangnya.
Hingga berita ini diturunkan, sisa-sisa penyiksaan masih terlihat di tubuh Jufri. Pusat Advokasi dan Hak Asasi Manusia, sebagai kuasa hukum para korban salah tangkap meminta Pemerintah menindak tegas aparat kepolisian dan brimob yang menyiksa korban. (bilal/arrahmah.com)