RAMALLAH (Arrahmah.com) – Komite Nasional BDS Palestina (BNC) mengecam perjanjian pemulihan hubungan yang ditandatangani pada bulan Juni oleh pemerintah Turki dan “Israel”, serta diratifikasi oleh Turki bulan lalu. Ini pasti akan menyebabkan normalisasi hubungan antara kedua negara itu, merusak hak-hak dan aspirasi warga Palestina agar “Israel” mendapat sanksi internasional.
Perjanjian ini merongrong hak dan aspirasi rakyat Palestina, tegas BNC, sebagaimana dilansir Electronic Intifada.
Pemerintah Turki baru-baru ini mengajukan perjanjian normalisasi hubungan dengan “Israel” ke parlemen, yang kemudian menyetujui untuk menormalkan hubungan antara Turki dan “Israel”.
Pada saat Turki menghadapi tantangan besar, rakyat Palestina menyerukan kepada rakyat Turki untuk menolak mempererat hubungan dengan “Israel”, sebuah rezim pendudukan, kolonialisme dan apartheid, serta militerisasinya yang brutal, pembual perang dan sangat rasisme.
BNC, koalisi masyarakat sipil Palestina yang memimpin gerakan boikot, divestasi dan sanksi (BDS) secara global, menyerukan kepada pemerintah Turki untuk menahan diri untuk berkolaborasi dengan rezim penindas “Israel” dalam pelanggarannya atas hak asasi manusia Palestina.
BNC juga menyerukan kepada perusahaan minyak dan gas Turki untuk tidak terlibat dalam penjarahan sektor energi yang dilakukan oleh “Israel” terhadap sumber daya alam Palestina dan Suriah dan penolakannya secara ilegal terhadap hak warga Palestina dan Suriah untuk mengakses sumber daya tersebut.
Sementara mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam atas solidaritas yang luas dari masyarakat Turki terhadap terhadap hak-hak rakyat Palestina, BNC mengutuk keputusan pemerintah Turki untuk mempererat hubungan dengan “Israel”, daripada berusaha untuk meminta tanggung jawab “israel” atas kejahatan perangnya terhadap rakyat Palestina.
Setelah pembantaian musim panas yang dilancarkan “Israel” terhadap warga Palestina di Gaza pada 2014, Turki memutuskan hubungan dengan “Israel” yang diberlakukan pasca serangan berdarah terhadap armada Freedom Flotilla pada 2010 di mana sembilan aktivis kemanusiaan tewas oleh pasukan “Israel” dan satu orang mengalami luka parah.
Langkah-langkah ini termasuk penangguhan hubungan militer dengan “Israel”.
Sekarang Turki telah menormalkan hubungan diplomatik dengan “Israel” tanpa mencapai persyaratan utama yang telah ditetapkan untuk normalisasi hubungan itu, yaitu mengakhiri pengepungan “Israel” terhadap hampir 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza.
Cadangan gas alam yang disengketakan
Penemuan cadangan gas besar di Timur Mediterania bisa memungkinkan “Israel” untuk memperluas pengaruhnya di kawasan itu dengan menjadi eksportir energi utama.
“Israel” sekarang mencari mitra yang dapat mengekspor gas dan melalui mitra itu gas-gasnya bisa mencapai pasar Eropa, meskipun sengketa regional tentang klaim “Israel” untuk beberapa ladang gas.
Ada sengketa perbatasan maritim yang sedang berlangsung antara “Israel” dan Lebanon atas beberapa ladang minyak yang ditemukan di Mediterania. “Israel: berusaha untuk mencegah Lebanon untuk mengekstraksi gas yang berada di dalam wilayah perairan Lebanon.
Di Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki, “Israel” telah mulai mengekstraksi minyak yang merupakan pelanggaran jelas terhadap hukum internasional dan resolusi PBB tahun 2006 yang menegaskan hak-hak penduduk Suriah-Arab di Golan atas sumber daya alamnya.
Perjanjian pemulihan hubungan Turki-Israel membuka kemungkinan bagi “Israel” untuk mengekspor gas alam ke Turki. Ini telah menjadi tujuan utama bagi rezim “Israel” selama beberapa tahun dan terwujud dalam pernyataan bersama Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu dengan Menteri Luar Negeri AS John Kerry bahwa pemulihan hubungan itu memiliki “implikasi positif yang besar bagi perekonomian Israel”.
(ameera/arrahmah.com)