TEPI BARAT (Arrahmah.com) – Warga Palestina di Tepi Barat bentrok dengan pasukan “Israel” pada Kamis (15/5/2014) dalam ulang tahun Nakba ke-66. Nakba merupakan peristiwa tak terlupakan bagi warga Palestina dimana sekitar 760,000 warga Palestina diusir dari tanah mereka saat pembentukan negara “Israel”.
Sekitar 150 orang menuntut pembebasan ribuan warga Palestina yang ditahan oleh “Israel”. Mereka melakukan protes di dekat penjara Ofer, di luar Ramallah. Polisi perbatasan menembak salah satu pengunjung rasa tepat di dadanya.
Petugas medis Palestina mengatakan bahwa korban yang terluka itu menjalani operasi di sebuah rumah sakit di Ramallah.
Di Jalur Gaza, ratusan orang, beberapa diantara mereka membawa bendera Palestina atau spanduk, menyerukan agar pengungsi Palestina diizinkan kembali ke bekas rumah mereka. Mereka berbaris di dekat persimpangan Erez dengan “Israel”.
Di Tepi Barat, unjuk rasa diadakan di kota-kota Nablus dan Hebron.
Di Ramallah, di mana Presiden Palestina Mahmud Abbas bermarkas, orang-orang di jalanan berdiri dengan hening selama 66 detik saat suara sirene dibunyikan.
“Pada ulang tahun Nakba ke-66 ini kami berharap bahwa tahun ini akan menjadi tahun di mana penderitaan panjang kami berakhir,” kata Abbas dalam pidato yang disiarkan di TV dan radio Palestina pada Rabu malam (14/5).
“Sudah saatnya untuk mengakhiri penjajahan terpanjang dalam sejarah modern dan inilah saatnya bagi para pemimpin “Israel” untuk memahami bahwa tidak ada tanah air yang lain bagi warga Palestina, selain di Palestina,” katanya.
Setelah hampir sembilan bulan dari pembicaraan damai tanpa hasil yang disponsori AS, “Israel” menangguhkan partisipasinya dalam negosiasi bulan lalu ketika Organisasi Pembebasan Palestina mengumumkan kesepakatan persatuan dengan Hamas yang menguasai Jalur Gaza.
Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu juga telah mendesak warga palestina untuk secara explisit mengakui ‘Israel” sebagai negara Yahudi, sebuah permintaan yang ditolak oleh Abbas.
“Palestina telah mengakui hak-hak “Israel” sejak tahun 1988,” Kepala negosiator Palestina, Saeb Erakat, menulis dalam sebuah komentar yang dipublikasikan pada Kamis (15/4) di harian Haaretz “Israel”.
“Kami tidak menuntut bahasa Ibrani untuk tidak menjadi bahasa resmi atau hari libur Yahudi tidak menjadi hari libur resmi. Ciri “Israel” bukan kami yangmenentukan,” tulisnya.
Pada tahun 1948, lebih dari 760.000 warga Palestina – sekarang diperkirakan berjumlah lebih dari lima juta bersama keturunan mereka – melarikan diri atau diusir dari rumah mereka.
Sekitar 160.000 tetap tinggal dan menjadi warga negara “Israel”. Mereka dan keturunan mereka saat ini berjumlah sekitar 1,4 juta orang, atau sekitar 20 persen dari populasi “Israel”.
(ameera/arrahmah.com)