BANGUI (Arrahmah.com) – Ribuan warga Muslim yang mencoba untuk melarikan diri dari ibukota Rpeublik Afrika Tengah (CAR) pada Jum’at (14/2/2014), konvoy massa mereka yang terdiri dari mobil bak terbuka harus berbalik arah saat kerumunan Kristen mengejek dan mengancam mereka : “Kami akan membunuh kalian semua”.
Peristiwa tersebut berlangsung saat Amnesti Internasional mengatakan telah menemukan bukti pembantaian di sebuah desa di mana satu-satunya Muslim yang hidup adalah seorang gadis yatim-piatu berusia sekitar 11 tahun.
Beberapa mobil dijejali sebanyak 10 orang, berjalan melewati Bangui, upaya tersebut adalah yang kedua untuk melarikan diri dalam seminggu, lapor AP yang menambahkan bahwa massa Kristen berkumpul di sepanjang jalan untuk mengeluarkan ancaman.
Konvoy tersebut dipaksa untuk kembali karena pasukan Afrika mengatakan takut akan serangan yang bisa datang di beberapa bagian di Bangui. Mereka dihentikan di pemukiman Miskine.
Atas perintah seorang kapten Burundi, pasukan Afrika pergi ke satu kendaraan dan memerintahkan semua orang untuk kembali ke Masjid setempat, menurut wartawan AP yang berada di lokasi kejadian.
Letnan Rosana Nsengimana, dari pasukan Afrika yang dikenal sebagai Misca, mengatakan : “Konvoy dikawal oleh pasukan Burundi kembali ke titik keberangkatan karena masalah di ujung utara kota di mana konvoy Muslim akan melintasinya.”
Wilayah yang dimaksud telah menyaksikan kekerasan terbaru pada Jum’at (14/2) dalam serangan granat oleh ekstrimis Kristen yang menewaskan satu orang. Dua orang lainnya terluka parah, mereka ditarik oleh pasukan Perancis dari kerumunan massa Kristen yang membakar ban dan meneriakkan slogan anti-Muslim.
Muslim semakin menjadi sasaran kafir Kristen yang mengangkat senjata melawan kelompok Seleka yang sebagian besar beranggotakan Muslim yang merebut kekuasaan dalam kudeta tahun lalu dan menjadikan Michael Djotodia sebagai presiden. Milisi Kristen yang dikenal dengan anti-Balaka tampaknya berupaya untuk melakukan pembersihan etnis.
Amnesti Internasional telah memperingatkan bahwa kampanye pembersihan etnis telah menyebabkan eksodus Muslim. Pada Jum’at (14/2), penasehat senior Amnesti, Donatella Rovera menjelaskan peristiwa yang terjadi di sebuah desa di barat laut negara itu.
“Kami melihat mayat mengotori jalan,” ujarnya seperti dilansir Guardian.
Beberapa dari mereka telah dibakar. Lainnya telah dimakan oleh anjing dan hewan lain. Salah satu korban adalah seorang bayi kecil yang berusia sekitar tujuh atau delapan bulan.
“Kami melihat 20 mayat namun kami pikir ada lebih banyak korban di sana.”
“Semua rumah penduduk telah dijarah dan dibakar dan di salah satu rumah, saya menemukan seorang gadis kecil berusia sekitar 11 tahun. Dia satu-satunya Muslim yang selamat di desa itu. Yang lainnya telah melarikan diri atau dibunuh. Dia meringkuk di pojok, dia bersembunyi di sana sejak hari pembantaian, ia tidak makan atau minum apa-apa, ia ketakutan dan tidak bisa berdiri sama sekali,” lanjutnya.
“Dia mengatakan bahwa ayah dan ibunya telah dibunuh. Dia tidak berbicara banyak. Tidak ada pasukan penjaga perdamaian sama sekali, meskipun tempat ini adalah tempat yang sudah menyaksikan konfrontasi antara anti-Balaka dan Seleka sebelumnya.”
Anti-balaka meningkatkan serangan mereka dalam beberapa hari terakhir, memaska puluhan ribu warga Muslim meninggalkan kehidupan mereka. Sebagian besar pergi ke negara Chad yang mayoritas Muslim.
Ada pembunuhan setiap hari dan mereka tidak bisa melarikan diri, tubuh mereka dimutilasi dan diseret di jalan-jalan meskipun adanya kehadiran pasukan “penjaga perdamaian”.
Apa yang disebut sebagai “pasukan penjaga perdamaian” internasional telah gagal untuk menghentikan kekerasan. Dan Perancis mengklaim akan mengirimkan 400 tentara tambahan untuk bergabung dengan 1.600 pasukan yang telah ada. (haninmazaya/arrahmah.com)