GORONTALO (Arrahmah.com) – Akibat kemarau tak kunjung berakhir, warga Gorontalo menggelar shalat Istisqa, atau salat sunah meminta hujan. Ratusan warga Gorontalo itu menggelar shalat Istisqa di halaman Masjid Agung Baiturrahim Kota Gorontalo.
Shalat istisqa ini dipimpin Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Gorontalo Rasyid Kamaru, dan diikuti sejumlah pejabat di Gorontalo.
Menurut Rasyid, dalam bahasa Arab, istisqa berarti siraman, atau salat meminta hujan. Salat minta hujan ini lebih baik dilakukan dan dipimpin tokoh atau alim ulama.
“Jalannya ya seperti yang kita lihat tadi, jadi salat ini kita lakukan untuk meminta hujan dari Allah SWT,” jelas Rasyid, seperti diwartakan Liputan6, Gorontalo, Rabu (22/10/2010).
Musim kemarau di Gorontalo telah melanda selama berbulan-bulan, akibatnya sejumlah petani yang ada di Gorontalo harus mengalami kerugian. Bahkan, harga sejumlah kebutuhan pokok pun terus mengalami peningkatan.
Tak hanya di Gorontalo, sejumlah provinsi juga mengalami kemarau panjang, seperti di Provinsi Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah. Akibatnya para petani pun gagal panen hingga krisis air bersih.
Bahkan di Desa Sori Tatanga, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), ratusan hewan mati mengenaskan akibat langkanya makanan dan air.
Tata cara shalat Istisqa
Cara mengerjakan Shalat Istisqo’ adalah sebagai berikut:
Pertama, sebelum mengerjakan shalat Istisqo’, kurang tiga hari supaya ada orang yang memerintahkan kepada para penduduk untuk berpuasa tiga hari, selama berpuasa dianjurkan supaya memperbanyak amal kebajikan dan memperbanyak bertaubat serta mohon ampun dengan membaca istighfar dan memperbanyak sedekah dan menjauhi segala kemaksiatan.
Kedua, setelah pelaksanaan berpuasa selesai, pada hari keempat, supaya semua penduduk dianjurkan keluar menuju tanah lapang dengan menggiring semua binatang ternaknya, dan hendaklah berpakaian sederhana dan tidak memakai wangi-wangian, kemudian mengerjakan shalat Istisqo’ secara berjamaah.
Ketiga, perlu diketahui, ada 2 cara dalam melaksanakan shalat istisqa’.Pertama, sesuai dengan pendapat madzhab Syafi’iyah, Hanabilah. Juga diikuti oleh Muhammad bin Al Hasan dari Hanabilah, Said bin Musayyib, dan Umar bin Abdul Aziz. Caranya adalah melakukan shalat dua rakaat, rakaat pertama takbir sebanyak 7 kali, dan di rakaat kedua sebanyak 5 kali, sebagaimana shalat ied. Hal ini berdasar hadits dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Nabi SAW melaksanakan shalat istisqa’ dua rakaat sebagaimana melaksanakan shalat ied.” (HR. Bukhari 1023, Muslim 894, dan An Nasa’i 1509). Kedua, adalah pendapat dari madzhab Malikiyah. Di samping perkataan kedua dari Muhammad bin Al Hasan, al Auza’i, Abu Tsaur, dan Ishaq. Yaitu shalat 2 rakaat sebagaimana melaksanakan shalat sunnah seperti biasa dengan bacaan jahriyah (membaca Surat Al Fatihah dan surat-surat pendek dengan bacaan yang dikeraskan).
Keempat, setelah salam, kemudian khotib berkhutbah dengan dua khutbah. Cara berkhutbah istisqo’ itu ada perbedaan dengan khutbah Jumat atau lainnya, yaitu dalam khutbahnya banyak menganjurkan istighfar, merendahkan diri serta penuh keyakinan bahwa Allah akan mengabulkan permohonannya yakni akan mencurahkan hujan. Ketika berdoa pada khutbah yang kedua untuk memohon agar segera turun hujan, maka khotib menghadap kiblat membelakangi ma’mum sambil berdoa bersama-sama dengan suara yang nyaring dan mengangkat tangan yang setinggi-tingginya. Disamping itu khotib disunnahkan memakai selendang dan sewaktu berdoa supaya memindahkan selendangnya, yang semula di sebelah kanan dipindahkan ke sebelah kiri, dan yang sebelah kiri di pindan ke sebelah kanan dan mengangkat tangan setinggi-tinggi sampai jauh berpisah dari badan.
Keenam, doa-doa dalam shalat istisqa’ hendaknya juga perlu diketahui. Berdoa memang boleh dilakukan dengan lafadz dan bahasa apapun juga, asalkan dapat dimengerti maksud dan tujuannya. Namun alangkah lebih baik jika doa yang dihaturkan, selain maksud dan tujuannya tersampaikan, juga mengikuti tuntunan yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berikut ini doa-doanya:
اَللهُمَّ اجْعَلْهَا سُقْيَا رَحْمَةٍ، وَلاَ تَجْعَلْهَا سُقْيَا عَذَابٍ، وَلاَ مَحْقٍ وَلاَ بَلاَءٍ، وَلاَ هَدْمٍ وَلاَ غَرَقٍ، اَللهُمَّ عَلَى الظِّرَابِ وَاْلاَكَامِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ وَبُطُونِ اْلاَوْدِيَةِ، اَللهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا، هَنِيْئًا مَرِيْئًا مَرِيْعًا، سَحًّا عَامًّا غَدَقًا طَبَقًا مُجَلَّلاً، دَائِمًا اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، اَللهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطيْنَ، اَللهُمَّ اِنَّ بِالْعِبَادِ وَالْبِلاَدِ مِنَ الْجَهْدِ وَالْجُوْعِ وَالضَّنْكِ، مَالاَ نَشْكُو اِلاَّ اِلَيْكَ، اَللهُمَّ اَنْبِتْ لَنَاالزَّرْعَ وَاَدِرَّلَنَا الضَّرْعَ، وَاَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاءِ، وَاَنْبِتْ لَنَا مِنْ بَرَكَاتِ اْلاَرْضِ، وَاكْشِفْ عَنَّا مِنَ الْبَلاَءِ مَالاَ يَكْشِفُهُ غَيْرُكَ، اَ للهُمَّ اِنَّا نَسْتَغْفِرُكَ اِنَّكَ كُنْتَ غَفَّارَ، فَاَرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْنَا مِدْرَارًا
“Ya Allah, jadikanlah hujan ini siraman rahmat, dan janganlah ia Engkau jadikan siraman yang menyiksa, membinasakan, memberi bencana, menghancurkan maupun menenggelamkan. Ya Allah, turunkanlah hujan ini ke atas bukit-bukit dan gundukan-gundukan tanah, tempat-tempat tumbuhnya pohon dan perut-perut lembah. Ya Allah, turunkanlah hujan ini di sekitar kami, dan tidak membaha¬yakan kami. Ya Allah, siramlah kami dengan hujan yang menyelamatkan, yang mudah, nyaman lagi menyuburkan, yang lebat, banyak, merata dan menyeluruh, yang lestari sampai hari kiamat. Ya Allah, siramlah kami dengan hujan dan Janganlah Engkau jadikan kami tergolong orang-orang yang berputus asa. Ya Allah, sesungguhnya hamba-hamba-Mu dan negeri ini tengah di¬timpa kesusahan, kelaparan dan kesempitan, yang kami tak bisa mengadu selain kepada-Mu. Ya Allah, tumbuhkan tanaman untuk kami, kucurkan susu deras-deras untuk kami, turunkan kepada kami berkat-berkat dari langit, tumbuh¬kan untuk kami berkat-berkat dari bumi, dan hilangkan dari kami ben¬cana, yang tak bisa dihilangkan oleh selain Engkau. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon ampun kepada-Mu, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun. Maka, kirimlah hujan kepada kami dengan deras.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari: 967, Muslim: 897, Abu Daud: 1169, dan asy-Syafi’i: al-Umm 1/222 dan lain-lainnya).
Ada juga riwayat dari Imam Syafi’i, hendaknya pada waktu itu berdoa dengan doa
اللهم اسقنا الغيثَ وانصرنا على الأعداء. اللهم أنت أمرتنا بدعائك ووعدتنا إجابتك، وقد دعوناك كما أمرتنا فأجبنا كما وعدتنا، اللهم امنن علينا بمغفرة ما قارفنا، وإجابتك في سقيانا، وسعة رزقنا
“Ya Allah turunkanlah hujan dan tolonglah kami atas musuh. Ya Allah Engkau telah memerintahkan kami untuk berdoa, dan berjanji untuk mengabulkan. Dan kami telah berdoa sebagaimana engkau perintahkan, maka kabulkanlah sebagaimana Engkau telah janjikan. Ya Allah berikanlah anugerah ampunan-Mu atas kesalahan kami, dan kabulkan hujan untuk kami dan kelapangan rezeki.“
Terakhir, jikalau Allah Ta’ala mengabulkan permohonan turunnya hujan dan berkenan atasnya, maka hendaknya bersyukur atas limpahan nikmatnya. Dan manakala hujan sudah turun, berdoa dengan doa:
اللّهُمَّ اجْعَلهُ صَيِّبَاً هَنِيئاً نافعاً. اللهم حوالينا ولا علينا.ويقولون: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ
“Ya Allah jadikan hujan yang menyejahterakan dan bermanfaat. Ya Allah turunkan di sekeliling kami bukan adzab bagi kami. Dan jamaah mengucapkan, “Hujan turun dengan karunia dan rahmat Allah. (azm/dbs/arrahmah.com)