SOMALILAND (Arrahmah.id) — Sedikitnya 20 orang tewas di wilayah Somaliland dalam bentrokan antara pengunjuk rasa anti-pemerintah dan pasukan keamanan selama beberapa hari terakhir. Hal tersebut diungkapkan seorang di salah satu rumah sakit wilayah yang memisahkan diri dari Somalia tersebut.
Selama lebih dari sepekan polisi dan militer telah memerangi para pengunjuk rasa di Laascaanood, sebuah kota di timur Somaliland yang dipersengketakan antara Somaliland dan Puntland, salah satu tetangganya yang merupakan daerah semi-otonom Somalia.
Mohamed Farah, seorang dokter di Rumah Sakit Laascaanood, sebuah fasilitas umum di Laascaanood, mengatakan kepada Reuters bahwa sedikitnya 20 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Dia mengatakan telah melihat mayat-mayat korban dibawa ke fasilitas tersebut.
Para pengunjuk rasa menuntut Somaliland menyerahkan kendali kota ke Puntland dan juga menuduh pasukan keamanan gagal mengakhiri ketidakamanan di kota itu.
“Somaliland dengan paksa menduduki Laascaanood dan gagal mengamankannya. Kami menuntut mereka pergi,” kata Adaan Jaamac Oogle, juru bicara pengunjuk rasa kepada Reuters (2/1/2023).
“Kami tidak bisa menolerir pertumpahan darah warga sipil yang terus berlanjut.”
Somaliland memisahkan diri dari Somalia pada 1991, tetapi belum mendapatkan pengakuan internasional yang luas atas kemerdekaannya. Wilayah ini sebagian besar damai sementara Somalia bergulat dengan perang saudara selama tiga dekade.
Wakil Presiden Puntland, Ahmed Elmi Osman Karash, menuduh pasukan keamanan melakukan kekerasan.
Baca: Kado Tahun Baru dari Putin, Ukraina Diserbu Drone Iran
“Apa yang dilakukan tentara Somaliland adalah pembantaian warga sipil,” katanya kepada Reuters.
Sementara itu, Mahad Ambaashe Elmi, seorang komandan senior tentara Somaliland, tidak berkomentar.
Menteri Informasi Somaliland, Salebaan Ali Koore, mengimbau para pengunjuk rasa dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu untuk menghentikan demonstrasi mereka dan memulai negosiasi dengan pemerintah. (hanoum/arrahmah.id)