BRUSSELS (Arrahmah.com) – Aksi penggrebekan kepolisian di pedesaan Bulgaria selatan terhadap rumah-rumah para ‘tersangka’ yang merupakan anggota sebuah kelompok Islam terlarang, ternyata menyulut protes damai di sebuah desa Muslim, kementerian dalam negeri dan media melaporkan.
Peristiwa itu terjadi pada hari Rabu (6/10/2010) saat petugas menggeledah rumah dan kantor yang diduga digunakan oleh pengikut Wakaf al Islami, sebuah kelompok Islam yang berbasis di Eindhoven, Belanda, dan dilarang setelah serangan 11 September di AS pada tahun 2001, pernyataan kementrian mengatakan.
Dalam salah satu lokasi operasi di desa pegunungan barat daya Lazhnitsa, sekitar 200 kilometer sebelah selatan Sofia, warga mengelilingi rumah imam setempat, Mohamed Kamber, selama beberapa jam dan tidak akan membiarkan aparat keamanan nasional menyita perpustakaan di rumahnya.
Penggerebekan juga terjadi di beberapa titik di distrik Blagoevgrad, Pazardzhik, dan Smolyan, yang merupakan wilayah yang dihuni warga Pomaks – warga Bulgaria yang berbondong-bondong masuk Islam pada abad XVII oleh Kekhalifahan Utsmaniyah.
Sebagian besar penduduk Bulgaria menganut Kristen Ortodoks. Sedangkan Pomaks berbeda dari etnis minoritas Turki karena bahasa mereka adalah Bulgaria.
“Polisi menyita sejumlah propaganda dengan konten ‘radikal’, kebencian agama, dan perubahan tatanan konstitusional yang sudah mapan”, kata pernyataan kementerian seperti dikutip oleh situs Trud.
“Barang sitaan lainnya berupa dokumen keuangan yang menunjukkan dana ilegal dari para aktivis dan pelanggaran undang-undang pajak atas nama mereka.”
Sementara itu, statsiun radio setempat, Fokus, melaporkan ratusan warga Lazhnitsa berkumpul di sekitar rumah Imam Kamber untuk mencegah empat aparat keamanan nasional dan dua petugas polisi menyita buku-buku yang dibawa dari Arab Saudi tempat Imam Kamber belajar.
Bala bantuan kepolisian dikirim ke desa untuk mencegah bentrokan, radio tersebut. Tidak ada laporan mengenai bentrokan di wilayah tersebut, namun ketegangan telah membuat sejumlah pihak (terutama pemerintah dan aparat keamanan) kerepotan dan berusaha membujuk warga untuk bubar serta membiarkan agen mengangkut barang-barang yang harus disita.
Di Sofia, Kepala Jaksa Boris Velchev mengatakan kepada wartawan bahwa tindakan polisi telah direncanakan selama beberapa bulan. Dia menolak berkomentar apakah polisi telah menemukan apa yang disebut “sel tidur teroris” sebagaimana yang dinyatakan pemerintah sebelum penggrebekan. (althaf/arrahmah.com)