JAKARTA (Arrahmah.id) – Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin membuka secara langsung kegiatan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII, Rabu (29/5/2024) di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
Dalam kesampatan ini, kiai Ma’ruf menyebut kegiatan ini merupakan forum penting untuk merespons berbagai masalah-masalah keumatan.
Kiai Maruf mengatakan, kegiatan ini membahas mengenai masalah-masalah kenegaraan (masail asasiyah wathaniyah), masalah fikih dan hukum Islam tematik kontekstual (masail waqi’iyyah mu’ashirah) serta masalah hukum dan perundang-undangan nasional (masail qanuniyyah).
Kiai Ma’ruf menuturkan, kegiatan Ijtima Ulama ini secara rutin dilaksanakan setiap 3 tahun sekali. Karena setiap 3 tahun, akan ada masalah-masalah yang perlu direspon.
Dari ketiga tema itu, salah satunya membahas mengenai perundang-undangan. Menurut kiai Maruf, pembahasan ini dilakukan untuk perbaikan-perbaikan seluruh pihak.
Aturan tersebut juga diharapkan tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, tetapi justru diperkuat dan ditekankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kiai Ma’ruf menekankan bahwa kegiatan ini sangat penting diadakan. Kiai Maruf bercerita, pada Ijtima Ulama yang pertama digelar pada 2003, saat itu Kiai Ma’ruf sebagai ketua Komisi Fatwa MUI.
Kiai Ma’ruf menerangkan, ketika Ijtima Ulama sebelumnya, salah satunya ia membahas mengenai masalah bunga bank. Apakah haram atau tidak?
Dalam proses pembahasan pada Ijtima Ulama menetapkan bahwa bunga bank hukumnya haram. Kiai Maruf menjelaskan, hal itu karena memenuhi kriteria utang yang diberi tambahan dan dijanjikan dimuka.
Hal itulah yang menjadi dasar dikembangkannya perbankan dan keuangan syariah.
“Karena itu, boleh menggunakan bunga bank ketika belum ada Bank Syariah. Kalau sudah ada, daruratnya hilang. Kalau ada air, tayamumnya batal. Kalau tidak ada air, tayamum boleh,” jelasnya.
Meski begitu, kata Kiai Ma’ruf, Indonesia sebagai negara Muslim dan non Muslim, menganut dua sistem perbankan dan keuangan, yakni kovensional dan syariah.
Lebih lanjut, Kiai Maruf menyampaikan, meski Indonesia mayoritas penduduknya adalah Muslim sebanyak 87%, tetapi sistem keuangan syariah masih 10%.
“Jangan-jangan kiainya masih konvensional, ustadnya masih konvensional, pengurus MUI masih konvensional,” sambungnya.
Selain itu, dalam Ijtima Ulama sebelumnya juga memutuskan tentang gerakan separatisme. Hasil Ijtima Ulama yang membahas hal tersebut menganggap bahwa separatisme merupakan pemberontakan.
Kiai Ma’ruf menekankan, yang harus dipahami terkait ini adalah bahwa teror bukan jihad. Sementara jihad bukan teror. Sehingga, teror harus diperangi, sementara jihad wajib.
“Selama tujuh kali pertemuan Ijtima Ulama, banyak sekali kontribusi yang diberikan dalam membangun negara,” tegasnya.
Kiai Ma’ruf menerangkan, kegiatan ini menggunakan manhaj standar langit di antaranya, yakni ketuhanan, keimanan, dan syariah.
Selain itu, Kiai Ma’ruf merasa senang karena Ijtima Ulama VIII ini membahas isu-isu global seperti mengenai kemanusiaan dan perdamaian.
Kiai Ma’ruf Amin hadir ditemani dengan istri Ibu Wury Estu Handayani. Kedatangan Kiai Ma’ruf Amin di Ponpes Bahrul Ulum disambut oleh Wakil Ketua Umum MUI KH Marsudi Syuhud, Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh, dan Pj Gubernur Bangka Belitung Safrizal.
Kegiatan yang mengangkat tema Fatwa: Panduan Keagamaan untuk Kemaslahatan Umat ini digelar pada 28-31 Mei 2024.
(ameera/arrahmah.id)