Oleh. Betty JN
(Arrahmah.com) – Sungguh para sahabat, termasuk para sahabiyah, adalah generasi terbaik di masanya. Ini tidak diragukan lagi sebab Allah SWT telah mencatat dalam Al Qur’an yang mulia. Seperti firman-Nya,
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah: 100)
Juga dalam beberapa ayat Al Qur’an lainnya. Allah SWT memuji mereka, mengakui kualitas keimanan mereka hingga disebutkan bahwa Allah SWT ridho terhadap mereka. Mereka ridho kepada Allah SWT, mengakui kerasulan Nabi Muhammad SAW dan mendengar serta taat terhadap setiap ketentuan risalah yang dibawa Rasulullah SAW.
Padahal mereka manusia biasa sebagaimana kita hari ini. Mereka bukan Malaikat. Mereka juga mendapatkan ujian kehidupan, baik harta, keluarga ataupun ujian yang lainnya, sebagaimana kita hari ini. Yang membedakan, mereka hidup semasa dengan Rasulullah SAW. Karenanya patutlah mereka menjadi teladan bagi kita yang menginginkan keridhoan Allah SWT. Sedangkan risalah yang dibawa Rasulullah SAW telah sampai kepada kita. Maka tak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak berupaya menjadi pribadi setara sahabat dan sahabiyah.
***
Siapa yang tak mengenal Abdullah bin Mas’ud? Pria yang menurut riwayat berbadan kurus dan kecil. Namun dikatakan oleh Rasulullah SAW, dia di akhirat membawa timbangan pahala yang beratnya melebihi gunung uhud. Masya Allah. Salah satu Sahabat yang memiliki bacaan Al Qur’an terbaik ini juga pernah menjadi guru dan menteri bagi penduduk Kufah, pada masa kekhalifahan Umar ra.
Pada suatu masa, seorang Abdullah bin Mas’ud diuji dengan keterbatasan ekonomi. Kondisi ini memaksa istrinya, Rithah binti Abdullah, ikut menafkahi keluarga. Dia dikenal sebagai wanita yang mahir dalam bidang kerajinan tangan. Ada hal yang membuat sahabiyah ini risau. Yaitu pekerjaannya yang membuatnya sibuk, namun hanya mampu memenuhi kekurangan nafkah suami dan anak-anaknya tanpa bisa bersedekah yang dapat mendatangkan pahala di sisi Allah SWT.
Bergegaslah ia menemui Rasulullah SAW dan bertanya mengenai perihal dirinya. Maka dia berkata, “Sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang memiliki keahlian dalam bidang kerajinan tangan, lalu aku menjual hasilnya. Sedangkan aku, anakku dan suamiku tidak memiliki apapun. Sementara mereka selalu menyibukkanku sehingga aku tidak dapat bersedekah. Apakah aku akan mendapatkan pahala dari memberikan nafkah untuk mereka?” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Engkau akan mendapatkan pahala dari hal tersebut selama engkau menafkahi mereka. Maka berikanlah nafkah untuk mereka.” (Asadul Ghabah; Thabaqat Ibnu Sa’ad; Al Isti’ab)
Dalam hadits shahih juga disebutkan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari ra, dari Nabi SAW yang bersabda,
“Apabila seorang muslim (laki-laki maupun wanita) menafkahi keluarganya, dan dia melakukannya karena Allah SWT, maka dia akan mendapatkan pahala sedekah.” (HR. Bukhari)
Demikianlah para sahabiyah, tidak pernah melupakan urusan akhiratnya meski kehidupan dunia menyibukkannya. Sebab mereka memahami bahwa dunia hanyalah ladang baginya untuk mendapatkan panen terbaik di akhiratnya kelak. Semangat dalam mengerjakan apa-apa yang dapat mendatangkan pahala di sisi Allah SWT, meski perbuatan yang dilakukan bersifat duniawi saja.
Mereka senantiasa meniatkan setiap perbuatannya untuk mencari keridhoan Allah SWT semata. Karenanya mereka senantiasa bertanya apakah yang dia lakukan dibolehkan oleh Allah SWT atau tidak, mendatangkan pahala di sisi Allah SWT atau tidak. Mereka meyakini dunia adalah sementara, sedangkan akhirat adalah selamanya. Mereka tak ingin mengalami kerugian dalam akhiratnya.
Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua, para wanita akhir zaman. Sudahkah visi perbuatan kita meraih ridho Allah SWT? Sudahkah prioritas amal kita mendapatkan pahala dari-Nya? Jangan sampai kita terjebak oleh ide para feminis, baik kalangan perempuan maupun laki-laki, pengusung ide Sekularisme dan Kapitalisme.
Mereka, para feminis ini, mendorong pemberdayaan perempuan dengan semangat kesetaraan. Yang sejatinya menginginkan para wanita bisa mengungguli laki-laki dalam berperan. Tak jarang ini mendorong para wanita melupakan kodratnya, melupakan peran utamanya sebagai ibu pengatur rumah tangga dan pendidik utama generasi. Bahkan tak sedikit yang melakukan pelanggaran hukum syara’, bermaksiat kepada Allah SWT. Apa hebatnya semua itu jika tidak mendatangkan keridhoan Allah SWT dan pahala di sisi-Nya? Justru eksploitasi dan pelecehan yang didapat oleh para wanita.
Mari bersama meluruskan niat, memohon pertolongan Allah SWT, agar setiap aktivitas kita, apapun bentuknya dimudahkan-Nya dalam mensinerginkan dengan peran utama kita sebagai ibu pengatur rumah tangga dan pendidik utama generasi. Semoga Allah SWT meridhoi dan melimpahkan pahala-Nya untuk kita. Aamiin yaa Robbal’alamin.
*Disarikan dari Buku 66 Muslimah Pengukir Sejarah dan berbagai sumber.
(ameera/arrahmah.com)