XINJIANG (Arrahmah.com) – Kantor berita RFA pada Kamis (1/10/2020) berhasil memverifikasi keakuratan video yang diposting di media sosial oleh Miradil Hessen pada awal September lalu. Dalam video yang diambil secra diam-diam tersebut, tampak wanita muda Uighur dikirim ke pabrik-pabrik setelah dibebaskan dari kamp-kamp penahanan.
Video tersebut semakin menambah banyak bukti bahwa kamp-kamp interniran di Xinjiang telah beralih dari indoktrinasi politik ke kerja paksa, dengan para tahanan dikirim untuk bekerja di pabrik kapas dan tekstil.
Dalam videonya, Hesen memberikan laporan rinci tentang wanita muda dan etnis Uighur lainnya dari kabupaten Uchturpan yang dipaksa untuk bekerja di pabrik tekstil lokal selama 12 jam sehari, dengan hanya satu hari libur tiap bulan.
Kamar untuk pekerja disediakan, tetapi pekerja harus menyediakan makanan mereka sendiri, kata Hesen, yang sekarang ditahan di provinsi Jiangsu di Cina timur setelah diminta oleh polisi karena mengunduh Instagram ke ponselnya dan karena menerbitkan video yang mengkritik otoritas Cina atas pelanggaran hak asasi.
Gaji yang didapatkan oleh pekerja paksa di Aksu hanya senilai 1.500 yuan (220,77 US Dolar) per bulan, sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup para pekerja. Ditambah dengan potongan dari 40 hingga 50 yuan jika pekerja tidak berangkat kerja ataupun izin.
Hanzohra Seyidehmet dan Arzugul Semet, dua wanita muda Uighur dari Uchturpan, yang sebelumnya ditahan di kamp interniran karena pelanggaran belum jelas, sekarang termasuk di antara mereka yang dikirim untuk bekerja di pabrik tekstil Huafu di Aksu, menurut sumber setempat.
Mereka diizinkan untuk mengunjungi keluarga mereka hanya sehari sebelum dikirim untuk bekerja, seorang petugas polisi di Desa Uchturpan No. 6 mengatakan kepada koresponden RFA dalam sebuah wawancara minggu ini. Dia juga menambahkan bahwa tidak ada wanita yang bekerja di bawah hukuman setelah dinyatakan bersalah.
“Mereka awalnya ditahan, kemudian mereka kembali ke rumah selama sehari, dan setelahnya mereka dibawa ke pabrik ” kata petugas, yang enggan disebutkan namanya demi keamanan.
Hanzohra, berusia sekitar 23 tahun, sebelumnya pernah magang di kota Ghulja di Prefektur Otonomi Ili Kazakh untuk mempelajari produksi makanan, dan “sesuatu telah terjadi” setelah dia kembali ke rumah, yang menyebabkan dia ditahan di kamp, kata petugas itu.
Sedangkan Arzugul, yang berusia awal 20-an, pernah menjadi penjahit. “Tapi seseorang meminjam teleponnya dan mengirim SMS ke orang lain,” menyebabkan dia dikurung juga, katanya.
Saat ditanya tentang gaji mereka di pabrik tekstil dan berapa lama mereka harus bekerja di sana, sumber tersebut mengatakan dia tidak tahu.
Dalam video yang diposting ke YouTube antara tanggal 2-4 September yang dapat diakses sebentar oleh orang Uighur di Cina, Hesen mengecam pihak berwenang atas pelanggaran terhadap ibunya, yang katanya dipaksa menjalani sterilisasi yang dia klaim menyebabkan kanker rahim, dan memberikan laporan tentang kerja paksa dan pelanggaran lainnya di Xinjiang.
RFA dapat memverifikasi penangkapan dan beberapa detail kehidupan Hesen, yang dalam videonya menggambarkan dirinya sebagai pendiri “Gerakan Kebebasan Uighurstan” dan mencatat bahwa jarang sekali anggota kelompok etniknya dapat menyampaikan keluhan tentang penganiayaan yang mereka hadapi di Xinjiang di bawah kebijakan Beijing. (rafa/arrahmah.com)