JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Menteri Agama, Nasarudin Umar mengaku penasaran, perihal pengadaan Al Quran yang disebut-sebut KPK terindikasi terdapat tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, dia menyiapkan data dan dokumen pengadaan Al Quran oleh Direktorat Jenderal Bimas Islam sejak 2008 hingga 2011.
“Saya siapkan datanya, misalnya 2008, 2009, 2010, 2011,” kata Nasarudin saat jumpa pers di kantor Kementerian Agama Jalan Thamrin, Jakarta, Jumat 22 Juni 2012.
Nasarudin pun terpaksa membuka berkas-berkas lamanya itu. Dia juga minta anak buahnya mengumpulkan data dan dokumen tersebut. “Sejauh kami amati di atas kertas ini tidak ada ya, karena inspektorat tidak menemukan temuan, BPK tidak menemukan temuan,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Nasarudin juga mengklarifikasi Ketua KPK Abraham Samad soal jabatan yang dia emban sebelum menjadi wakil menteri. Dia disebut Abraham sebagai mantan Dirjen Pendidikan Agama Islam. Padahal, dia mantan Dirjen Bimas Islam. Rupanya, pengadaan al Quran di Kementrian Agama memang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bimas Islam.
“Jadi saya dianggap mantan Dirjen Pendidikan Islam, saya tidak pernah di sana, saya Dirjen Bimas Islam,” katanya.
Namun demikian, Nasar menganggap jawaban Abraham Samad dengan menyebut namanya ketika ditanya wartawan kapan tepatnya tahun pengadaan Al Quran yang sedang diselidiki kasusnya itu, sebagai bentuk kecintaan. “Saya kira ini KPK itu karena terlalu cintanya terhadap umat Islam, makanya memberikan warning, saya mendukung itu,” ujarnya.
Nasar pun membantah dirinya terlibat korupsi pengadaan Al Quran. Nasar mengaku sebagai guru besar ilmu Al Quran, mengajar di Institut Ilmu Al Quran, tidak mungkin “bermain-main” dengan Al Quran. “Jangan main-main dengan Al Quran, yang kita hadapi ini firman termasuk jangan gunakan Al Quran ini untuk kepentingan lain, karena berhadapan dengan pemilik firman,” ujarnya.
Nasar menjelaskan, ketika dirinya menjabat Dirjen Bimas Islam melakukan banyak gebrakan seputar Al Quran. Menurutnya, selama kepemimpinannya, tiap pengadaan Al Quran selalu dilakukan dengan tender terbuka. Penerbitan Al Qurannya juga beragam, ada yang besar, kecil, saku, tafsir, dan surat yaasin. “Tidak pernah penunjukan langsung,” ujarnya.
Nasar mengungkapkan, anggaran pengadaan Al Quran relatif kecil dibanding pos lain di Kementrian Agama.
Dia menceritakan, pengadaan Al Quran pernah mengalami kekosongan di beberapa tahun. Baru pada era Menag Mahtuh Basyuni dilakukan pengadaan lagi. Saat Nasar menjadi dirjen
Sebelumnya kepada para wartawan yang menemuinya di Kantor Pusat Kemenag jalan Thamrin, Kamis (21/6), Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar sangat menyayangkan ulah oknum yang mencoreng nama baik Kementerian yang dipimpinnya tersebut.
“Intinya, saya terbuka siapa pun yang akan mengusut adanya dugaan korupsi pengadaan Al Qur’an, baik KPK maupun Kejaksaan. Yang terpenting kasus ini segera dituntaskan. Malu kan kita umat Islam, masak pengadaan Al Qur’an dikorupsi, masya’ Allah. Kalau ditemukan pelakunya tolong ditindak tegas,” ujar Nasaruddin Umar.
Rektor Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an (PTIQ) itu mengaku ikut prihatin dengan kejadian ini. Padahal, sewaktu dirinya menjabat sebagai Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, masalah yang selalu diwanti-wanti adalah terkait dengan pengadaan Al Qur’an. Sebab Al Qur’an ini sesuatu yang sangat suci, bahkan dirinya tahu persis dampak dari memainkan pengadaan Al Qur’an.
“Jangankan korupsi, mencari keuntungan dari pengadaan Al Qur’an saja saya selalu mengimbau kepada pelaksananya jangan!,” ungkap Nasaruddin Umar.
Dalam keterangannya beberapa waktu lalu, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan telah terjadi korupsi di dalam proyek pengadaan Al Qur’an di Kemenag. Namun Abraham Samad tidak menyebutkan berapa besar nilai korupsinya dan Dirjen mana di Kemenag yang terlibat dalam tindakan tercela dan memalukan tersebut. (bilal/arrahmah.com)