PADANG (Arrahmah.com) – Tidak hanya umat Islam Sumatera Barat yang menolak pembangunan Lippo Superblock, aktivis pecinta lingkungan yang tergabung pada Wahana lingkungan hidup (Walhi) Sumbar mengatakan rencana pembangunan Lippo Group tersebut bertentangan.
Hal ini dikemukakan Walhi usai Manajemen PT Surya Persada Lestari, anak perusahaan Lippo Group mempresentasikan dokumen Analisis Masalah Dampak Lingkungan (Amdal) pembangunan Lippo Superblock di Kantor Bappeda Padang, Senin (6/1/2014). Sejumlah pihak yang diundang, menyatakan dokumen Amdal Lippo Superblock belum lengkap dan mesti dilengkapi sebelum diekspos kembali.
Direktur Walhi Sumbar Khalid Saifullah menyebut pembangunan Lippo Superblock paling tidak melanggar dua hal. Pertama, melanggar Perda No. 04 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang Tahun 2010 – 2030 BAB VI Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Padang, yakni kawasan lindung dan kawasan budi daya karena merupakan kawasan rawan bencana. Oleh karena itu, kawasan tersebut tidak bisa dipakai, dengan dalih untuk meminimalkan kerugian harta, dan jiwa akibat bencana alam.
“Kawasan rawan bencana yang ditetapkan sebagai kawasan lindung adalah kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami dengan risiko tinggi. Kawasan tersebut ditetapkan pada kawasan sepanjang pantai, termasuk kawasan Kecamatan Padang Utara. Berdasarkan Perda No. 04 Tahun 2012 ini jelas terlihat bahwa lokasi rencana kegiatan ini berada pada lokasi yang memiliki risiko sangat tinggi terhadap ancaman gelombang tsunami karena berada pada zona merah. Sementara yang akan dibangun di lokasi ini adalah fasilitas rumah sakit di mana akan ditempatkan warga yang dalam kondisi tidak normal dan memiliki kemampuan sangat terbatas dengan beragam kondisinya, sehingga kebijakan mengizinkan rencana ini berpotensi menempatkan kelompok rentan pada risiko sangat tinggi,” ungkap Khalid, seperti ditulis Haluan Selasa (7/1/2014).
Pelanggaran kedua, menurut Khalid, adalah Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, bahwa lokasi rencana usaha wajib sesuai dengan rencana tata ruang. Merujuk pada Perda No. 04 tahun 2012 bahwa kawasan Jl. Khatib Sulaiman untuk Perkantoran Provinsi Sumbar, bukan untuk jasa dan perdagangan, maka dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa.
Seperti diketahui Lippo Group milik misionaris Kristen, James Riady hendak mendirikan Lippo Superblock yang terdiri dari Rumah Sakit Siloam, Lippo Mall, Hotel Aryaduta dan sekolah Pelita Harapan di kawasan Jalan Khatib Sulaiman, Padang, Sumbar, tepatnya di depan Rumah Makan Lamun Ombak. Luas lahannya 1,6 hektar. Akademisi, praktisi dan tokoh masyarakat yang diundang dan yang hadir dalam forum itu juga menyatakan dokumen Amdal Lippo Superblock tersebut melanggar banyak aspek.
Ribuan umat Islam Sumatera Barat menolak kehadiran proyek misionaris di Nagari yang mempunyai semboyan adat basandi sara, sara basandi kitabullah ini. (azm/arrahmah.com)