BANJARMASIN (Arrahmah.com) – Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono menyebutkan bahwa banjir yang tengah melanda provinsi Kalimantan Selatan merupakan akibat dari kerusakan lingkungan yang semakin parah, ditambah dengan intensitas hujan yang tinggi di pulau Borneo tersebut.
“Selain carut marut tata kelola lingkungan dan sumber daya alam, banjir kali ini sudah bisa diprediksi terkait cuaca oleh BMKG,” kata Kisworo pada Jumat (15/1/2021), sebagaimana dilansir CNNIndonesia.
Kisworo juga menjelaskan terjadinya degradasi lingkungan di Kalsel yang semakin parah dari tahun ke tahun. Dari data yang dimiliki Walhi, tercatat ada 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batu bara, yang ada di provinsi tersebut.
Sebagian lubang masih berstatus aktif, dan sebagian lainnya telah ditinggalkan tanpa reklamasi. Selain itu, menurut Kisworo, dari 3,7 juta hektar total luas lahan di Kalsel, hampir 50 persen di antaranya sudah dikuasai oleh perusahaan tambang dan kelapa sawit.
Kerusakan ekosistem alami di daerah hulu, yang berfungsi sebagai tangkapan air, membuat debit air yang mengalir ke daerah hilir semakin meningkat dan menyebabkan banjir.
Kisworo mencatat bahwa banjir yang terjadi pada awal tahun ini merupakan yang terparah sejak 2006. Meskipun tiap tahunnya banjir selalu melanda, namun tak ada perhatian khusus dari pemerintah, untuk menanggulanginya.
Melihat bencana banjir yang terus berulang, Walhi mendesak agar pemerintah pusat dan daerah untuk mulai tanggap bencana baik sebelum, sesaat, dan pasca bencana.
Kemudian, pemerintah juga diminta untuk mereview kembali pemberian izin industri ekstraktif, menyetop izin baru pembukaan lahan baik untuk lahan sawit maupun tambang.
Kemudian penegakan hukum, terutama terhadap perusahaan perusak lingkungan, memperbaiki atau memulihkan kerusakan lingkungan hidup, mereview kembali Rencana Tata Ruang dan Wilayah, serta memastikan keselamatan rakyat dan bencana banjir tidak terulang kembali.
“Terulang terus. Kalau hujan banjir, kalau kemarau kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah masih gagap dan gagal untuk menanggulanginya,” kata Kisworo. (rafa/arrahmah.com)