BANJARMASIN (Arrahmah.com) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau banjir di Kalimantan Selatan, Senin (18/1).
Jokowi sempat meninjau sungai Martapura dari Jembatan Pakauman, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Jokowi mengatakan, akibat curah hujan yang terjadi 10 hari tiada henti, daya tampung sungai Barito meluap.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono mengutarakan kekecewaannya atas kunjungan Presiden Jokowi. Lantaran kunjungan Presiden Jokowi ke Kalsel tidak mengambil langkah tegas untuk mengatasi akar masalah banjir.
Kisworo menegaskan, akar persoalan bencana banjir di Kalsel bukan karena curah hujan yang tinggi. Namun karena deforestasi hutan dan degradasi lahan Kalsel.
Menurutnya, harusnya Jokowi memanggil para pemilik perusahaan-perusahaan yang menyebabkan banjir di Kalsel itu.
“Pak Jokowi ke Kalsel kalau hanya menyalahkan hujan dan sungai, mending tidak usah ke Kalsel. Seharusnya Jokowi hadir dan kuat, berani memanggil pemilik perusahaan – perusahaan Tambang, Sawit, HTI, HPH untuk menjamin keselamatan rakyatnya, selain penanganan korban,” kata Kisworo, Senin (18/1), sebagaimana dilansir Merdeka.com.
Kisworo menaruh harapan kepada presiden Jokowi. Sebab dia yakin, banjir besar di Kalsel saat ini bukan disebabkan era pemerintahan Jokowi. Namun akibat kepemimpinan presiden sebelumnya.
“Sekarang kan bebannya ke Jokowi. Padahal izin-izin sudah ada sebelum era Jokowi. Pak Jokowi kan tinggal sisanya tapi bagaimanapun beliau kepala negara, beliau harus berani tanggung jawab,” tandasnya.
Kisworo mencatat, aari 3,7 juta hektar luas lahan di Kalimantan Selatan, 1,2 juta hektar dikuasai pertambangan, 620 hektar kelapa sawit. Sebanyak 33 persen lahan atau 1.219.461,21 hektar sudah dikuasai izin tambang, sementara 17 persennya atau 620.081,90 hektar sudah dijadikan perkebunan kelapa sawit. Sementara itu, luas hutan sekunder 581.188 hektar dan luas hutan primer hanya 89.169 hektar.
“Setelah Otda, bupati boleh mengeluarkan izin tambang. Eh ternyata muncul raja-raja kecil. Bupati dan gubernur lupa diri, semakin masif izinnya,” ungkapnya.
Dari data itu, ujarnya,, Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) semakin mudah semenjak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 1999.
Kemudian, kemudahan untuk ‘mengeksploitasi Sumber Daya Alam’ tersebut semakin tidak bisa dikontrol semenjak disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Zaman pak Soekarno itu belum ada eksploitasi SDA soalnya kan ekonomi kerakyatan dan pembenahan ekonomi negara. Nah zaman Pak Harto, SDA dieksploitasi lagi dan semakin massif saat otonomi daerah, kemudian saat muncul UU Minerba tahun 2009 pada era Pak SBY,” kata Kisworo.
Walhi menyadari banyak kepala daerah yang tidak amanah dan mementingkan kesejahteraan hidupnya sendiri.
“Biar izinnya diberikan ke daerah namun pemimpinnya harus yang pro terhadap rakyat dan lingkungan,” tutupnya
Dia berharap, Presiden Jokowi mau diajak berdialog terbuka dengan Walhi serta Organisasi Masyarakat Kalsel serta masyarakat. Sehingga, kepala negara bisa langsung mendengar keluhan curahan hati para rakyat Kalsel secara langsung.
“Dialog terbuka saja, di hadapan rakyat dan organisasi masyarakat sipil,” harapnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau banjir di Kalimantan Selatan. Dia menjelaskan saat ini terdapat 10 kabupaten dan kota yang terdampak banjir.
“Hari ini saya meninjau banjir ke Provinsi Kalimantan Selatan yang terjadi di hampir 10 kabupaten dan kota ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di provinsi Kalimantan Selatan,” kata Jokowi saat memberikan keterangan pers dalam chanel Youtube Sekretariat Presiden, Senin (18/1).
Dia menjelaskan curah hujan yang terjadi 10 hari tiada henti membuat daya tampung sungai Barito meluap. Dia menuturkan biasanya sungai tersebut dapat menampung 230 juta meter kubik, kini masuk 2,1 miliar kubik air.
“Curah hujan yang sangat tinggi hampir 10 hari berturut- turut sehingga daya tampung sungai barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik sekarang ini masuk air sebesar 2,1 miliar kubik air sehingga memang meluap di 10 kabupaten,” jelasnya.