JAKARTA (Arrahmah.id) – Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas mempertanyakan mengapa ciri-ciri radikal hanya ditujukan kepada penceramah. Anwar menilai hal tersebut merupakan bentuk diskriminasi.
“Seharusnya bilang juga begini, ‘ada lima ciri dosen yang radikal, ciri-ciri pejabat radikal karena mengajarkan paham anti Pancasila. Kok hanya penceramah saja, ini diskriminatif,” ujarnya dalam diskusi daring, pada Rabu (9/3/2022).
Anwar juga mempertanyakan poin kedua ciri-ciri penceramah radikal versi BNPT yang berbunyi ‘mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain’.
“Yang agak membingungkan saya adalah ‘mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan orang yang berbeda agama’. Mohon maaf ya, pedoman umat Islam adalah Qur’an dan Sunnah. Jadi kalo Tuhan menyatakan dia kafir, saya tidak boleh berani-berani mengatakan dia tidak kafir,” ungkapnya.
Meski demikian Anwar sepakat dengan pada poin ketiga ciri-ciri penceramah radikal yang berbunyi ‘menamkan sikap anti pemimpin dan pemerintahan yang sah dengan sikap membenci dan membangun distrust masyarakat terhadap pemerintah melalui propaganda dan fitnah, adu domba, ujaran kebencian..’.
Hanya saja, ia khawatir jika poin tersebut diimplementasikan kepada orang-orang yang kritis kepada pemerintah dianggap sama dengan anti-pemerintah.
“Cuma ketika diimplementasikan orang-orang yang kritis dianggap sama dengan anti-pemerintah,” tuturnya.
Sebelumnya, Dikretur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid menyampaikan ciri-ciri penceramah radikal. Hal tersebut diungkapkan guna merespons pernyataan soal penceramah radikal yang disampaikan Presiden Joko Widodo.
Menurut Nurwakhid kelima ciri tersebut, pertama, mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro idieologi khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama. Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks. Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Kelima, biasanya memiliki pandangan anti budaya ataupun anti kearifaan lokal keagamaan.
“Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan dan keragaman”, tuturnya dalam keterangan tertulis, pada Sabtu (5/3). (rafa/arrahmah.id)