JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan bahwa respon terhadap pembebasan terpidana tindak pidana pornografi Nazriel Irham alias Ariel dari Rutan Kebon Waru Bandung dinilainya sangat berlebihan dan terkesan di desain oleh pihak-pihak tertentu untuk dijadikan pahlawan.
“Lebay, jelas sekali direkayasa oleh pihak-pihak tetrtentu, didesain dengan berlebihan, dengan penyambutan bak tokoh pahlawan yang pulang dari medan perang. Seolah ia sebagai orang yang berjasa,” kata Dr. Ni’am dalam rilisnya kepada arrahmah.com, Jakarta, Senin, (23/7).
Lanjut Ni’am, penyambutan kebebasan Ariel sudah melebihi batas kewajaran yang dialamatkan kepada seorang narapidana kasus amoral melebihi orang-orang yang sebenarnya berjasa kepada negara.
“Seolah ia orang mulia, lebih mulia dari atlet-atlet kita yang mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Dari anak-anak siswa nasional kita yang pulang dari kejuaraan internasional dengan berbagai prestasi, bahkan dari kontingen Garuda yang mengharumkan nama bangsa dalam misi perdamaian dunia,” ujarnya.
Padahal menurutnya, Ariel tak layak disanjung. Sebab, berdasarkan fakta Ariel dihukum karena tindak pidana kejahatan yang meruntuhkan harga diri bangsa. Dan tidak hanya berskala nasional, akan tetapi juga menjadi isu internasional. Bahkan presiden RI dalam pidato resmi pada peringatan Hari Anak Nasional 2010, 2 tahun lalu menyatakan rasa malu atas kasus tersebut.
“Apa yang seperti ini layak disambut bak pahlawan? Bukankah ini fakta nyata desain dari pihak-pihak yang telah, sedang, dan akan mengambil untung dari industri pornografi. Untuk itu, harus waspada terhadap konsolidasi dan gerakan pendukung pornografi,” jelas Ni’am.
Ia pun menengarai desain penyambutan tersebut memang disengaja didesain oleh pihak-pihak yang mengambil untung dari industri pornografi.
“Desain tersebut sangat kelihatan, sebagaimana adanya gerakan ‘Free for Ariel’ pada saat kasus ini disidangkan,” lontar Ni’am.
Sementara itu menurut Ni’am, realitas yang ada memperlihatkan dari kasus pornografi ini telah menyebabkan demoralisasi anak-anak dan memicu kekerasan seksual kepada anak.
“Baik sebagai pelaku maupun korban,” ujarnya.
Tambah Ni’am, mobilisasi anak-anak dan remaja dalam rangka menyambut kebebasan Ariel jelas bertentangan dengan prinsip perlindungan anak. Langkah tersebut menurutnya, merupakan ekspoitasi sistemik untuk kepentingan pembangunan opini dan mendongkrak popularitas.
Padahal semua orang tahu, bahwa yang bersangkutan dihukum karena melakukan tindak pidana pornografi, yang akibat perbuatannya telah menyebabkan terdegradasinya moral anak Indonesia.
“Bahkan, pasca kasus tersebut, muncul banyak aduan kasus pencabulan yang dipicu oleh video tersebut,” bebernya.
Ia pun menghimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai adanya gerakan sistemik dan terdesain dari pengusaha hitam yang berusaha mengambil keuntungan dari industri pornografi.
“Yang membangun imej seolah-olah pelaku kejahatan pornografi sebagai idola, tokoh , dan sebagainya yang justru akan mengancam prinsip perlindungan anak,” tutup Ni’am.
Sebagaimana diketahui, Ariel resmi mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB) hari ini (23/7). Sejak pukul 09.15 mengenakan kaos putih dia meninggalkan rutan. (bilal/arrahmah.com)