JAKARTA (Arrahmah.com) – Wacana amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menjadi topik yang hangat diperbincangkan di masyarakat. Pasalnya, rancangan amandemen UUD 1945 tersebut diisukan akan mengembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi negara dan penambahan masa jabatan presiden.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas mengatakan, Indonesia harus belajar dari sejarah, terutama pada sejarah kepemimpinan Soeharto yang dilengserkan oleh rakyat. Anwar pun merujuk pernyataan Lord Acton bahwa kekuasaan itu cenderung korup.
“Ini mencerminkan negara kekuasaan jadinya, bukan negara yang mengedepankan kedaulatan rakyat,” ucap Anwar kepada Kantor Berita Politik RMOL, pada Kamis (2/9).
Anwar menilai penambahan masa jabatan presiden hanya akan menghambat jalannya pemerintahan demokrasi dan memicu gelombang kemarahan dari rakyat.
Sebab, menurutnya, rakyat saat ini sudah muak pemerintah yang tidak maksimal dalam mengatasi pandemi Covid-19 dan kondisi ekonomi yang sulit di masyarakat.
“Jadi, bapak itu dua periode sudah cukup. Maaf saja, orang sudah banyak yang muak dengan situasi Covid-19 dengan keadaan ekonomi yang parah, rendahnya kemampuan pemerintah mengatasi masalah Covid-19 dan ekonomi. Jangan dikira rakyat senang saat ini,” katanya.
Jika MPR, DPR, dan DPD akhirnya akan memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode, Anwar khawatir akan timbul gejolak di masyarakat.
“Dan saya yakin pemerintah akan menurunkan aparat kepolisian dan tentara. Tapi kalau rakyat marah, emangnya rakyat takut sama bedil kalau marah. Saya rasa kalau rakyat marah, sampai tingkat puncak enggak takut bedil. Bagi saya, kita kan sudah putuskan membatasi dua periode,” pungkasnya. (rafa/arrahmah.com)