BAMAKO (Arrahmah.id) — Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan suara bulat memilih untuk mengakhiri misi penjaga perdamaian di Mali setelah junta militer negara tiba-tiba meminta pasukan berkekuatan 13.000 orang untuk pergi. Keputusan junta militer Mali itu dipengaruhi oleh kelompok tentara bayaran Wagner Rusia yang terus menebar ancaman.
Dilansir Reuters (1/7/2023), berakhirnya operasi, yang dikenal sebagai MINUSMA, menyusul ketegangan bertahun-tahun dan pembatasan pemerintah Mali yang telah melumpuhkan operasi udara dan darat penjaga perdamaian. Itu dipicu Mali bekerja sama dengan kelompok Wagner asal Rusia.
Penjaga perdamaian PBB dipuji karena memainkan peran penting dalam melindungi warga sipil dari pemberontakan yang telah menewaskan ribuan orang.
Beberapa ahli khawatir situasi keamanan dapat memburuk ketika misi itu meninggalkan Mali. Padahal, sekitar 1.000 tentara bayaran Wagner Group beroperasi di Mali.
Dewan Keamanan PBB beranggotakan 15 orang itu mengadopsi resolusi rancangan Prancis yang meminta agar misi perdamai memulai “penghentian operasinya, pengalihan tugasnya, serta penarikan dan penarikan personelnya secara tertib dan aman, dengan tujuan menyelesaikan ini dengan proses paling lambat 31 Desember 2023.”
Saat Dewan Keamanan memberikan suara, Gedung Putih menuduh pemimpin Wagner Yevgeny Prigozhin membantu merekayasa kepergian pasukan penjaga perdamaian PBB dari Mali.
Washington memiliki informasi yang menunjukkan otoritas Mali telah membayar lebih dari USD200 juta kepada Wagner sejak akhir 2021.
“Apa yang tidak diketahui secara luas adalah bahwa Prigozhin membantu merekayasa kepergian itu untuk memajukan kepentingan Wagner,” kata juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby, dilansir Reuters.
“Kami tahu bahwa pejabat senior Mali bekerja langsung dengan Prigozhin untuk memberi tahu sekretaris jenderal PBB bahwa Mali telah mencabut persetujuan untuk misi MINUSMA.”
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Anna Evstigneeva mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa Mali telah membuat “keputusan berdaulat”.
“Kami ingin menegaskan dukungan kami untuk Bamako dalam aspirasinya untuk mengambil tanggung jawab penuh dan memainkan peran utama dalam menstabilkan negara Mali,” katanya.
“Rusia akan terus memberikan dukungan komprehensif kepada Mali untuk menormalisasi situasi di negara itu secara bilateral.”
Pemerintah Mali memperhatikan penerapan resolusi tersebut dan “akan waspada dalam memastikan kepatuhan” dengan batas waktu penarikan. Itu diungkapkan Duta Besar Mali untuk PBB Issa Konfourou kepada Dewan Keamanan.
“Pemerintah menyesalkan bahwa Dewan Keamanan terus menganggap situasi di Mali sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional,” kata Konfourou.
“Mali tetap terbuka untuk bekerja sama dengan semua mitra yang ingin bekerja dengannya, tunduk pada prinsip-prinsip panduan kebijakan negara kita.” (hanoum/arrahmah.id)