IDLIB (Arrahmah.id) – Dua orang telah meninggal akibat kolera di barat laut Suriah setelah gempa bumi dahsyat melanda wilayah tersebut, demikian ungkap para petugas tanggap darurat di wilayah yang dikuasai oposisi.
Jumlah total kematian akibat kolera yang tercatat di barat laut sejak wabah dimulai tahun lalu kini telah meningkat menjadi 22 orang dengan 568 kasus non-fatal lainnya yang dilaporkan, demikian disampaikan Pertahanan Sipil Suriah, yang juga dikenal sebagai White helmets, dalam sebuah cuitan di Twitter pada Selasa (28/2/2023).
“Hancurnya infrastruktur, saluran air dan pembuangan limbah setelah gempa bumi meningkatkan kemungkinan terjadinya wabah penyakit,” tulis kelompok relawan tersebut, seperti dilansir Al Jazeera.
Gempa bumi telah memperburuk kondisi di kamp-kamp pengungsian di daerah tersebut, yang sudah kekurangan sanitasi dan akses ke air bersih.
“Bahkan sebelum gempa bumi, daerah itu sangat terpengaruh oleh kurangnya sistem pembuangan limbah yang layak karena 63 persen dari kamp-kamp pengungsi tidak memiliki saluran pembuangan limbah yang layak dan 43 persen tidak memiliki akses ke air bersih,” kata aktivis Nour Qormoosh kepada Al Jazeera.
Qormoosh mengatakan bahwa rumah sakit dan petugas kesehatan sedang berjuang untuk merawat orang-orang yang terluka akibat gempa bumi 6 Februari lalu.
“Mereka berusaha mengatasi kekurangan dana karena respon PBB semakin lambat seiring berjalannya waktu dan tidak memenuhi kebutuhan medis yang terus meningkat,” katanya.
Ribuan warga kehilangan tempat tinggal setelah gempa menghancurkan rumah mereka, dan Qormoosh mengutip angka yang dikumpulkan oleh pejabat setempat bahwa 20.000 bangunan telah hancur atau tidak dapat dihuni.
“Ribuan orang telah tinggal di tempat penampungan yang disediakan oleh LSM sejak awal bencana, dan tempat penampungan tersebut sangat penuh sesak,” katanya. “Lingkungan tempat mereka tinggal saat ini akan terjangkit penyakit, terutama penyebaran kolera yang terbaru.”
Sebuah laporan dari Dewan Keamanan PBB pekan lalu mengatakan bahwa wabah yang sedang berlangsung telah diperparah oleh “kekurangan air bersih yang parah” di seluruh negeri.
Ia menambahkan bahwa musim hujan di Suriah telah menjadi “sangat kering” dan panas.
Wabah kolera pertama kali ditemukan pada September dengan air yang terkontaminasi di dekat Sungai Eufrat. Sejak saat itu, wabah ini telah menyebar ke berbagai wilayah di negara yang terpecah belah akibat perang selama lebih dari satu dekade tersebut. (haninmazaya/arrahmah.id)