WASHINGTON (Arrahmah.com) – Virus Zika menyebar secara cepat di Amerika, ujar kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (28/1/2016).
Kepala WHO, Margaret Chan menyerukan pertemuan darurat pada 1 Februari mendatang terkait virus Zika, yang telah disalahkan atas kelahiran cacat mikrosefali, suatu kondisi yang menyebabkan bayi lahir dengan kepala abnormal kecil, lansir WB.
“Tingkat alarm sangat tinggi,” ujar Chan, menambahkan bahwa Komite Darurat WHO pada Senin (1/2) akan berusaha untuk menentukan apakah wabah tersebut memenuhi syarat sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat internasional.
Virus saat ini menyebar eksplosif di Amerika, di mana 23 negara dan wilayah telah melaporkan kasus tersebut, lanjut Chan.
Virus Zika pertama kali ditemukan di tubuh seekor monyet yang tinggal di Hutan Zika, Uganda pada tahun 1947.
“Situasi saat ini sangat berbeda,” ungkap Chan.
Chan menyoroti kekhawatiran atas kemungkinan hubungan virus Zika ke mikrosefali dan neurologis yang disebut Sindrom Guillain Barre.
“Hubungan kausal antara infeksi virus Zika dengan kelahiran malformasi dan sindrom neurologis belum ditetapkan, namun diduga kuat,” ujar Chan seperti dilaporkan WB.
Pertemuan darurat akan meminta saran atas beratnya wabah dan respon tindakan apa yang akan mungkin diambil.
WHO sebelumnya mengatakan bahwa mereka memperkirakan Zika menyebar ke setiap negara di Amerika kecuali Kanada dan Chile.
Brazil menjadi negara yang paling terpukul sejauh ini, dan kekhawatiran berkembang mengenai hal tersebut terkait dengan Olimpiade musim panas ini, yang kemungkinan akan menarik ratusan ribu pengunjung ke kota Rio de Jenairo di bulan Agustus.
Zika berasal dari Afrika dan ada juga kasus di Asia dan Pasifik namun belum dikaitkan dengan mikrosefali Ini pertama kali datang dan menonjol di Brazil pada bulan Oktober lalu.
Mikrosefali sendiri bisa menyebabkan kerusakan otak dan kematian pada bayi. Di Brazil, kasus mikrosefali telah melonjak dari 163 kasus rata-rata per tahun hingga 3.718 kasus yang diduga karena wabah saat ini, menurut laporan kementerian kesehatan Brazil. (haninmazaya/arrahmah.com)