JAKARTA (Arrahmah.com) – Unggahan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santoso Purwokartiko yang menyebut ‘Mahasiswi Menutup Kepala Ala Manusia Gurun’ terus menuai protes dari warganet.
Pada unggahan tanggal 27 April 2022 itu, dan kemudian dihapusnya, Budi Santosa mulanya mengaku mewawancarai beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri.
Mereka adalah mahasiswa dari program Dikti yang dibiayai Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Dalam unggahannya itu, Budi melanjutkan dengan sindiran bahwa para mahasiswa tersebut tidak hobi demo, IPK tinggi, tidak suka bicara agama dan tidak memakai ‘penutup kepala ala manusia gurun’.
Berikut ini isi tulisannya:
“Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Program Dikti yang dibiayai LPDP
ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa.
Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa. Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5% sisi kanan populasi mahasiswa. Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo.
Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan beberapa 3.8 dan 3.9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus
dengan nilai IELTS 8 , 8.5 bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145 bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100). Luar biasa.
Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial
kemasyarakatan dan asisten lab atau asisten dosen.
Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha2 untuk mendukung cita2nya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dsb. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata2nya juga jauh dari kata2 langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dsb.
Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi2 di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang. Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada 2 cowok dan sisanya cewek. Dari 14, ada 2 tidak hadir.
Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala
manusia gurun. Otaknya benar2 openmind. Mereka mencari Tuhan ke negara2 maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orang2nya pandai bercerita tanpa karya teknologi.
Unggahan tersebut menuai banyak kecaman dari netizen di media sosial dan menganggap pernyataan Rektor ITK itu adalah rasis.
Warganet yang lain juga menanggapi postingan Budi Santosa dengan menampilkan foto Prof. Jackie Yi-Ru Ying, seorang saintis terkemuka kaliber internasional di bidang bioteknologi dan nanoteknologi, dengan publikasi internasional saat ini telah mencapai h-index Scopus: 85.
Diketahui, Prof. Jackie Yi-Ru Ying meraih gelar PhD-nya saat masih berusia 26 tahun dari Princeton University, salah satu universitas papan atas dunia, yang menurut QS World University Rankings, tahun ini menduduki peringkat ke-20.
Sedangkan Prof. Budi Santosa Purwokartiko adalah seorang saintis di bidang teknik industri, dengan publikasi internasional saat ini mencapai h-index Scopus: 10 dan meraih gelar PhD-nya saat berusia 36 tahun dari University of Oklahoma, yang menurut QS World University Rankings, tahun ini menduduki peringkat antara 651-700.
Tak hanya Prof. Jackie Yi-Ru Ying, banyak saintis terkemuka kelas dunia yang memakai jilbab.
Di antaranya adalah Dr. Tahani Amer, Program Executive di NASA Headquarter, dan Dr. Fathiah Zakham, seorang saintis muda di bidang mikrobiologi, dengan prestasi gemilang, yang saat ini menjadi research fellow di University of Helsinki.
Sementara itu, Ismail Fahmi, Founder Drone Emprit, PT Media Kernels Indonesia menyebut tulisan Prof Budi Santosa Purwokartiko ini bisa masuk kategori “rasis” dan “xenophobic”.
(ameera/arrahmah.id)